“Postcards from the Zoo” atau yang berjudul “Kebun Binatang”, mengisahkan sebuah perjalanan seorang perempuan yang digambarkan lewat istilah-istilah yang berlaku. Mulai dari pengertian zoo, ex-situ conservation, endemic, hingga translocation. Kesemuanya ini digambarkan lewat sosok Lana.

Film ini diawali dengan pemandangan sore menjelang malam yang indah di sebuah kebun binatang. Kebun binatang ini adalah satu-satunya kebun binatang di Ibukota Indonesia, yaitu Kebun Binatang Ragunan. Seorang anak kecil yang tertidur kemudian bangun. Ia kemudian mencari ayahnya di sekeliling kebun binatang. Hanya perlu enam kali mengucapkan kata “Bapak”, sebelum akhirnya Ia menjalani kehidupannya sendiri.

postcards from the zoo
Courtesy of Babibutafilm, Pallas Film © 2012

Lana kecil, yang diperankan oleh Klarysa Aurelia, masih berumur tiga tahun. Penonton kemudian akan cukup diperlihatkan dengan situasi di sekitar kebun binatang, yang diawali dengan cukup sepi. Kesendirian Lana cukup berhasil diperlihatkan, walaupun tanpa banyak dialog yang disertai.

Lana pun tumbuh dewasa menjadi penduduk Kebun Binatang. Ada satu narasi panjang yang saya sukai dari film ini, yaitu: “Umumnya, ada tiga macam makhluk yang hidup di kebun binatang. Yang pertama, adalah pengunjung kebun binatang yang bermaksud datang dan membuang waktunya mencari tontonan. Ada juga yang datang sadar atau tidak sadar menjadi tontonan. Yang kedua adalah binatang-binatang yang menjadi tontonan. Kadang mereka sadar jadi tontonan, kadang mereka tidak sadar kalau mereka ditonton. Kadang ada juga yang tidak mau ditonton dan memilih bersembunyi untuk menonton. Pada jenis kedua ini kebanyakan dari mereka hidup dalam kelompok-kelompok … Yang ketiga adalah orang-orang yang hidup di kebun binatang. Di jenis ketiga ini masih bisa dibagi menjadi ke tiga kelompok. Yang pertama adalah orang-orang yang biasanya bertugas atau bekerja di kebun binatang di siang hari. Yang kedua adalah mereka yang tidak punya tempat tinggal, dan menjadikan kebun binatang sebagai tempat berlindung. Kadang pulang ke rumah untuk beberapa saat, tapi lebih sering tinggal di kebun binatang berhari-hari, untuk sekedar meluangkan rindunya terhadap ular-ular yang pernah dirawatnya. Di kelompok ini banyak yang datang dan pergi. Kadang-kadang datang lagi, kadang-kadang pergi dan tidak pernah kembali. Dan kelompok terakhir dari jenis ketiga ini adalah orang-orang yang merasa tidak ada tempat lain selain kebun binatang, yang bisa mampu membuat mereka bertahan hidup.”

122-picture1
Courtesy of Babibutafilm, Pallas Film © 2012

Lana dewasa, yang diperankan oleh Ladya Cheryl, tumbuh besar dengan kebun binatang. Ia menghabiskan waktunya, mulai dari ikut memberi makan satwa, membagi informasi mengenai hewan-hewan pada pengunjung, menjadi operator di salah satu wahana disana, hingga menjaga toilet umum. Ia punya cita-cita: agar dapat memegang perut seekor Jerapah disana. Suatu hari, Ia bertemu dengan sosok penyihir tampan. Penyihir ini, yang diperankan oleh Nicholas Saputra, hadir dengan seragam koboi-nya dan merupakan orang-orang yang termasuk di kelompok ketiga kategori dua: mereka yang kadang datang, lalu pergi, dan kadang datang lagi. Lana ternyata cukup tertarik dengan kehadiran ini. Penyihir ini kemudian mengajak Lana untuk melihat dunia luar, yang kemudian memperlihatkan sisi lain yang tidak pernah dilihatnya.

Edwin, sutradara film ini, menayangkan sebuah analogi istilah-istilah biologi pada diri Lana. Lana dapat diumpamakan dengan hewan-hewan lainnya, yang sama-sama dimasukkan ke dalam kebun binatang. Yang berbeda, sosok Lana tidak dirawat, Ia ditelantarkan. Untung saja ada seorang penghuni yang mau merawatnya. Edwin dengan cukup baik menggambarkan situasi kebun binatang Ragunan dari berbagai macam sisi. Mulai dari pagi hari, siang hari, hingga malam hari. Keramaian pengunjung beserta tingkah laku mereka mewarnai tampilan film ini.

122-picture6
Courtesy of Babibutafilm, Pallas Film © 2012

Ada satu hal yang membuat saya menilai film ini menarik: ILUSI. Karakter penyihir yang diperankan Nicholas Saputra seringkali membuat beragam ilusi yang cukup menarik. Mulai dari bagaimana Ia mengubah teh menjadi air putih, memainkan lemari berisi orang yang bisa di geser-geser, hingga hilang dan tak kembali.

Awalnya, film ini hadir dengan cukup meyakinkan. Namun, berjalannya waktu agak membuat plot dari ceritanya yang menjadi semakin datar. Ini mungkin dikarenakan minimnya dialog dalam film ini. Selain itu, film ini cukup banyak mengambil gambar dari jarak yang cukup jauh. Alhasil, suara yang ditangkap kadang inkonsisten, yang kadang membuat saya cukup kesal dengan beberapa dialog yang bisa terkesan inaudible, terutama pada dialog-dialog karakter penyihir. Juga, entah kenapa, penggambaran sinematografi kadang terlalu kaku. Pada beberapa bagian, tepatnya ketika kamera digerakkan seringkali terasa tidak mulus, saya menemukan beberapa bagian yang bergerak dengan terpatah-patah.

122-picture7
Courtesy of Babibutafilm, Pallas Film © 2012

Sekali lagi, Ladya Cheryl membuktikan kepiawaiannya. Saya cukup menyukai bagaimana akting Cheryl yang sangat berkarakter di “Fiksi” dan kembali hadir dengan cukup meyakinkan. Disini, Ia hadir dengan cukup total, mulai dari rambutnya yang dipotong pendek, berani berinteraksi dengan para hewan, hingga memijat dan memandikan pemain pendukung yang benar-benar telanjang. Film ini mengandung sedikit nudity walaupun tanpa adanya adegan seks, seperti wanita telanjang tanpa sehelai benang yang sedang duduk di kafe, hingga pelanggan panti pijat plus-plus yang melepas pakaiannya untuk dipijat.

Saya cukup mengapresiasi film Indonesia yang satu ini. Usaha penggambaran analoginya cukup berhasil, terutama karakter Lana kecil yang sempat membius saya untuk terus menyaksikannya. Film ini menurut saya masih terlalu datar, karena mungkin terlalu banyak adegan dialog kosong, apalagi kadang disertai dengan repetisi theme song Kebun Binatang Ragunan. Tetapi dibalik dari kesemuanya itu, film yang juga terpilih sebagai official selection Berlin Film Festival 2012, patut menjadi sebuah alternatif tontonan film Indonesia yang punya originalitas tersendiri.

Postcards from the Zoo [Kebun binatang] (2012)
95 menit
Drama
Director: Edwin
Writer: Edwin, Titien Wattimena, Daud Sumolang
Full Cast : Adjie Nur Ahmad, Klarysa Aurelia, Ladya Cheryl, Dave Lumenta, Nazyra C. Noer, Nicholas Saputra, Heidy Trisiana Triswan

#122 – Postcards from the Zoo [Kebun binatang] (2012) was last modified: September 25th, 2022 by Bavner Donaldo