Patut disyukuri. Indonesia tak hanya punya segudang tempat untuk dijelajahi. Tapi juga… Kulinernya! Kita patut berbangga, keragaman adat budaya juga berdampak pada kekayaan citarasa nusantara. Mengaitkan hal itu, salah satu film Indonesia yang paling saya tunggu di tahun ini datang juga. “Aruna dan Lidahnya” sudah menawarkan kisah penuh citarasa yang terlihat jelas pada teaser-teaser sebelumnya.

Cerita film ini mengisahkan sosok seorang perempuan bernama Aruna, diperankan oleh Dian Sastrowardoyo, yang bekerja di sebuah perusahaan bernama OneWorld. Suatu hari, Ia dipanggil oleh sang atasan, yang diperankan oleh Deddy Mahendra Desta, yang harus memberi tahu jika Ia tidak terpilih untuk menjalankan tugas ke India. Tapi, kegagalan tersebut malah membawanya untuk melakukan proyek baru: sebuah investigasi tentang flu burung yang sedang mewabah.

aruna dan lidahnya
Courtesy of Palari Films, Go-Studio, CJ Entertainment, Phoenix Films, Ideosource Entertainment © 2018

Bicara tentang makanan, Aruna memang tak menyerah untuk mencari tahu resep ‘Nasi Goreng Bibi Syawal” yang selama ini diidolakan. Salah satu sahabatnya, Bono, yang diperankan oleh Nicholas Saputra, merupakan salah seorang chef yang turut menjadi penikmat hasil eksperimen Aruna. Tanpa sengaja, keduanya pun merencanakan aksi kulineran ditengah-tengah aksi investigasi Aruna dengan flu burung. Perjalanan tersebut kemudian menjadi semakin ramai saat hadirnya dua sosok yang dikenalinya menjadi tamu tak disangka.

Film ini disutradarai oleh Edwin, sosok yang berhasil mempesona saya dengan karya “Posesif”-nya, ataupun memberikan banyak kesan dalam “Babi Buta yang Ingin Terbang.” Di karya teranyarnya ini, Edwin seakan ingin menghadirkan kenikmatan dari kuliner nusantara. Buktinya, akan ada banyak shot dari santapan-santapan lezat yang akan berhasil membuat anda ngiler di sepanjang film.

440 picture4
Courtesy of Palari Films, Go-Studio, CJ Entertainment, Phoenix Films, Ideosource Entertainment © 2018

Bicara penyajiannya, Edwin terbilang tahu betul bagaimana mengambil momen yang tepat dalam menyalurkan emosi ke penonton. Jika “Posesif” berhasil membuat saya terhanyut dengan lagu “Sampai Jadi Debu” milik Banda Neira. Disini, Ia memadukan adegan dengan beberapa track baru, seperti track kental musikal “Takkan Apa” milik Yura Yunita ataupun musik tenang Monita dalam “Antara Kita.”

Jujur, saya penuh ekspektasi dengan ceritanya. Film ini diadaptasi dari sebuah novel berjudul ‘Aruna’ karangan Laksmi Pamuntjak, yang kemudian ditulis naskahnya oleh Titien Wattimena. Saya memang belum berniat membaca bukunya, tapi dari segi cerita, konflik yang disajikan terasa cukup ringan. Semuanya hanya berputar-putar di ‘masalah hati.’ Baiknya, Wattimena berhasil menonjolkan kedalaman dari keempat karakter utamanya, yang sebetulnya mungkin tidak terlalu sulit diperankan. Begitu juga dengan dialog-dialog yang kadang terasa cukup hemat. Yang menarik buat saya adalah bagaimana monolog Aruna. Ini terasa lumayan berhasil, karena Aruna secara langsung bercerita dengan penonton.

440 picture1
Courtesy of Palari Films, Go-Studio, CJ Entertainment, Phoenix Films, Ideosource Entertainment © 2018

Penampilan ensemble cast disini juga terbilang menarik. Dian Sastrowardoyo akan berhasil mencuri perhatian penonton lewat ekspresi, seperti tatapan mata, sampai komentar Aruna tentang sikap teman-temannya. Walaupun terasa cukup mendominasi, penampilannya disini tentu lebih baik, tidak semembosankan di “7 Hari 24 Jam.” Di film ini, anda akan cukup banyak tertawa kecil. Ngomongin karakter Bono, Nicholas Saputra tampil cukup cerewet disini, sehingga chemistry antara Aruna dan Bono terlihat kontras dibanding saat keduanya berperan menjadi Rangga dan Cinta.

Baiknya lagi, film ini berhasil dieksekusi dengan matang. Bermodal set di 4 kota: Surabaya, Madura, Pontianak dan Singkawang, film ini cukup membawa penonton ‘kenyang’ dengan shot-shot beauty focus yang menggugah selera. Mulai dari Sop Buntut sampai ke Mie Kepiting Pontianak yang tampil begitu menggoda. Walaupun beda jauh dari versi buku yang mendatangi 10 destinasi, penyajian makanan di film ini punya peluang besar untuk jadi the next big hit wisata kuliner para penontonnya. Saya merasa akan cukup positif jika dalam beberapa bulan ke depan akan muncul tour kuliner film Aruna.

440 picture6
Courtesy of Palari Films, Go-Studio, CJ Entertainment, Phoenix Films, Ideosource Entertainment © 2018

Awalnya, saya mengira jika film ini akan bisa se-cetar “Eat Drink Man Woman”-nya Ang Lee, yang bisa mengkombinasikan cerita tentang keindahan masakan asian food dengan drama. Buruknya, kita tetap masih menjumpai beberapa sponsor di film ini yang agak sedikit terasa mengganggu dalam cerita. Seperti dari reklame provider telekomunikasi, penggunaan kecap, sampai fitur e-ticket pesawat sebuah website travel. Film ini punya suasana yang lebih komersil, tidak seperti film-film Edwin yang terdahulu.

Saya pun merasa, tanpa embel-embel makanan, “Aruna dan Lidahnya” pasti tidak menjadi sesuatu yang spesial. Yup, ragam kota dan makanan yang dihadirkan memang punya daya tarik untuk menjaga mood penonton agar tetap dalam cerita. Ini sudah sering kali dilakukan film-film Indonesia, memikat penonton lewat setting yang mempesona. Bedanya, disini kekayanan kuliner nusantara yang dipromosikan. Memang tidak sebesar ekspektasi yang saya bayangkan, cuma saya cukup enjoy menikmati ceritanya. “Aruna dan Lidahnya” akan menawarkan tontonan 106 menit yang santai, ringan dan lezat!

Aruna dan Lidahnya (2018)
17+, 106 menit
Drama
Director: Edwin
Writer: Laksmi Pamuntjak, Titien Wattimena
Full Cast: Dian Sastrowardoyo, Nicholas Saputra, Hannah Al Rashid, Oka Antara, Ayu Azhari, Deddy Mahendra Desta

#440 – Aruna dan Lidahnya (2018) was last modified: September 25th, 2022 by Bavner Donaldo