Melihat ke belakang, konflik tentang anak biasanya jadi hal yang seru di film “Fathers.” Mulai dari anak yang tertinggal ala “Home Alone,” anak yang diperebutkan hak asuhnya ala “Marriage Story,” sampai cerita tentang anak dengan ADHD dalam “Mommy.” Kali ini, yang sedikit tak lazim di jumpai, “Fathers” mengajak penonton kedalam konflik anak dalam sebuah keluarga gay.
Cerita film terpusat pada keluarga Phoon dan Yuke, diperankan oleh Asda Panichkul dan Nat Sakdatorn, sepasang gay yang sudah menikah dan sedang membesarkan seorang putra. Putra mereka bernama Butr, diperankan leh Arituch Pipattatangkul, yang kini sudah duduk di sekolah dasar. Tidak seperti keluarga lazimnya Butr dibesarkan dengan dua ayah. Ia memanggilnya Daddy dan Papi. Beruntungnya keluarga mereka hidup dengan kondisi yang amat layak.
Semakin besarnya Butr, ternyata malah membuat Ia bertanya dengan sosok Ibu. Ia sudah cukup terbiasa menerima kondisi dengan dua Ayah. Suatu hari, terjadilah perselisihan Butr dengan kawan mainnya. Yah, Butr tidak terima kedua orangtuanya diejek, dan berakhir dengan panggilan guru. Ternyata orangtua lainnya yang tidak terima malah menugaskan seorang petugas sosial untuk memeriksa kondisi Butr. Masalah pun dimulai.
Apa yang dihadirkan oleh Palatpong Mingpornpichit, sutradara yang juga penulis cerita film ini, sebetulnya terbilang cukup hangat. Dalam konteks film ini, setting yang dibuat juga sudah cukup nyaman. Phoon adalah seorang manager investasi dan Yuke adalah seorang graphic illustrator yang sering bekerja dari rumah. Film ini memang tidak terlalu membahas secara rinci tentang background keduanya, tapi seperti sudah memperlihatkan penerimaan dari kedua keluarga mereka.
Orang pasti akan bertanya selanjutnya, apakah Butr merupakan anak Phoon atau anak Yuke? Seperti yang dijalani oleh pasangan gay lainnya, biasanya mereka akan memiliki anak melalui bantuan Ibu pengganti. Berbeda disini, Butr merupakan anak adopsi Phoon semenjak masih bayi. Phoon kemudian menikah dengan Yuke, dan membesarkan Butr.
Dari segi cerita, selain dengan kondisi yang nyaman, Mingpornpichit cukup berhasil mengemas emosi di film ini. Sebagai penonton, kita akan memperlihatkan bagaimana Butr mendapatkan kasih sayang yang mungkin bisa leih hangat dari orangtua biasanya. Menariknya, selain cerita coming-of-age Butr akan kesadaran mengenai statusnya, konflik diri Phoon yang khawatir dengan masa depan Butr, juga menjadi side dish yang menambah keruwetan.
Dari sisi penampilan, Asda Panichkul yang juga dikenal sebagai VJ Utt, terbilang cukup memiliki chemistry yang baik dengan lawan mainnya, Nak Sakdatorn. Keduanya terbilang cukup serasi, walaupun karakter yang diperankan keduanya tidak dikemas dengan character difficulty yang tinggi. Sedangkan untuk Butr, saya cukup menikmati drama-drama anak sekolahan disini. Walaupun terasa receh, tapi terasa cukup menggemaskan ketika menyaksikan anak-anak berkelahi disini, terutama ketika teman-teman Butr bingung ketika Butr sedang bersama Ibu kandung dan pasangan Ibunya.
Apa yang dihadirkan “Fathers” sebetulnya membawa kita kembali ke definisi tentang keluarga. Walaupun kalau digali ketiga karakter utamanya sebetulnya tidak memiliki hubungan darah, namun hubungan diantara mereka terbilang cukup sebanding dengan bentuk keluarga lazimnya. Walaupun bukan film untuk semua kalangan, “Fathers” yang dikemas tidak kompleks ini terbilang hadir dengan hangat. Lovely!