Pernah ngga sih Anda terpikir untuk hidup dengan bebas, dalam arti menjadi satu dengan alam, keluar dari hirup pikuk ibukota? Sebagai salah satu jebolan Searchlight Pictures, āNomadlandā berusaha untuk menyingkap bagaimana kehidupan para Nomad, sebuah sebutan bagi kelompok orang yang tidak memiliki tempat tinggal tetap.
Cerita ini terfokus pada sosok seorang perempuan independen bernama Fern, diperankan oleh Frances McDormand, yang hidup dengan tinggal disebuah RV. Ia merupakan salah seorang penduduk kota Empire di Nevada yang terdampak atas tutupnya produksi Pabrik US Gypsum di tahun 2011. Alhasil, kota Empire yang sebetulnya hanya terdiri dari ratusan karyawan dan keluarganya, meninggalkan kota ini. Sejak saat itu, kode pos 89405 tidak lagi digunakan, dan Empire menyandang sebagai salah satu ghost town di Amerika.
Sepeninggal suaminya, Fern hidup berpindah-pindah, dari satu RV Camp Park ke RV Camp Park lainnya. Di tengah kerasnya belahan Midwest Amerika, yang siang gersang dan malam yang menggigil, tak lantas membuat Fern untuk menyerah. Ia mengambil program Amazon CamperForce Program, dan bekerja untuk demi mendapatkan penghasilan. Ketika program selesai, Ia mencoba berbagai pekerjaan lainnya. Mulai dari waitress di sebuah restoran fast food sampai menjadi housekeeping di sebuah RV Camp Park. Gak Cuma bersih-bersih, Ia pun sempat merasakan bagaimana berbahayanya menjadi seorang pemanen bit.
Lantas, apa yang akan membuat āNomadlandā menjadi begitu menarik? Seperti yang saya ketahui, Frances McDormand, terbilang tidak sembarang memilih peran. Jika beberapa tahun lalu Frances sangat memikat saya dengan āThree Billboards Outside Ebbing, Missouri,ā disini Ia tetap akan menjadi sosok tegar, namun dalam versi yang lebih wanita. McDormand tak ragu untuk tampil full frontal nudity di sebuah adegan, walaupun saya memandangnya sebagai usaha realis ketimbang plus plus disini. Penampilannya sebagia Fern hadir begitu apa adanya, dan berhasil menyampaikan emosi Fern ke sisi penonton. So touching!
Dari sisi cerita, film ini berasal dari sebuah buku perjalanan karangan Jessica Bruder, yang kemudian diadaptasi oleh sutradara sekaligus editor film ini,Ā ChloĆ© Zhao. Zhao tak hanya akan membawa penonton untuk menikmati perjalanan Fern, perkenalan dengan rekan-rekan seperjalanannya, tetapi juga membawa kita ke dalam nuansa alam Amerika yang tangguh nan indah. Two thumbs up Ā untuk Joshua James Richards, untuk suguhan bak IMAX naturalisnya-nya. Dari sisi plot, apa yang dihadirkan membuat saya terus penasaran. Dan secara simpulan, film ini tidak menawarkan sebuah plot dengan rentetan konflik, namun lebih ke sebuah refleksi dalam pemenuhan keutuhan sebuah hidup.
Yang menyentuh, musik score Ludovico Einaudi yang jarang-jarang muncul, serasa menguatkan emosi tersebut dan memberi kesan sentimentil yang mendalam. Awalnya kesan hening di sepanjang film, mulai terkuak ketika masuk ke menit 17, saat score pertama masuk, dan saat itulah dalam benak saya, āit was so promising.ā Musik-musik Einaudi yang digunakan dalam film ini berhasil membuat saya tak menyangka akan paduan yang dihasilkan. Oh ya, favorit saya disini adalah āGolden Butterfliesā dan āLow Mist.ā WOW!
Menariknya, jajaran cast di film ini menggunakan nama asli mereka, termasuk Frances yang mengubah namanya singkat menjadi Fern, ataupun David Straithairn yang menjadi Dave. Entah, saya tidak membaca buku aslinya, namun berasumsi sepertinya beberapa karakter di film ini diperankan oleh sosok asli di filmnya, misal seperti sosok Linda May yang dalam cerita aslinya merupakan sahabat Bruder.
Jujur, āNomadlandā merupakan contender kuat di musim kali ini. Saya sama sekali tak ragu akan kualitas dari pemenang Golden Lion tahun ini. Film ini mengalir apa adanya, begitu realis, dan menyentil pemikiran-pemikiran saya tentang bagaimana sebaiknya memandang hidup. Kunci kesuksesan ceritanya ada di 10 menit terakhirnya. Saat adegan tersebut, saya tertegun dengan begitu besarnya jiwa seorang Fern. Bagi saya, melihat hebatnya para Nomad untuk lepas dari keseharian yang lazim, adalah suatu selebrasi untuk merayakan kehidupan ala mereka, sebagaimana yang diungkap film ini. A Masterpiece. See you down on the road!