Ketika franchise “Harry Potter” telah ditutup dengan episode terakhir yang dikemas dalam 2 film, kali ini Warner Bros. mengangkat salah satu buku supplement dari franchise ini ke layar lebar. “Fantastic Beasts and Where to Find Them” merupakan judul buku dan film ini. Saya masih ingat sekali ketika saya membeli versi terjemahan Indonesia yang bersampul warna merah di Gramedia. Buat yang pernah menyaksikan “Harry Potter and the Prisoner of the Azkaban” mungkin akan ingat ketika ada buku yang bentuknya seperti monster, yang merupakan buku ajar mata pelajaran yang diajarkan Hagrid.
Well, sebetulnya buku ini tepatnya bisa dibilang sebagian sebuah ensiklopedia akan eksplorasi Newt Scamander terhadap hewan-hewan sihir. Tidak hanya di dunia muggle saja, hewan sihir juga punya kemampuan biologis yang sama dengan penyihir, mereka mampu melakukan hal-hal yang tidak bisa dilakukan hewan biasa.
Cerita dalam film ini sebetulnya tidak berkisah tentang perjalanan Newt Scamander dalam menyusun bukunya. Awalnya saya menebak mungkin ceritanya saat Scamander, yang diperankan Eddie Redmayne, melakukan perburuan hewan sihir untuk diteliti layaknya dokumenter National Geographic. Ternyata tidak. Ini tepatnya adalah mengenai perjalanan Scamander saat Ia sedang ke New York City.
Film ini ditulis ceritanya oleh J.K. Rowling dan disutradarai kembali oleh David Yates, sutradara beberapa seri Harry Potter terakhir. Jangan sekali-kali untuk berekspektasi dengan adanya karakter-karakter yang sudah cukup mewarnai imajinasi kita akan dunia sihir. Kita masuk di masa pra Harry Potter, dimana yang jadi antagonis adalah penyihir jahat Grindelwald dan bukan Tom Riddle aka Voldemort.
Eddie Redmayne, yang memerankan Newt Scamander, tetap tampil charming dengan gaya karakternya yang agak awkward. Namun, saya tidak menemukan sesuatu yang berbeda. Cara Ia berkata-kata dan gerak-geriknya masih mengingatkan saya pada perannya sebagai Stephen Hawking dalam “The Theory of Everything,” film yang memberinya Academy Awards untuk Aktor Utama Terbaik. Sedangkan karakte female lead-nya, Tina, yang diperankan Alison Sudol, sayangnya dikemas menjadi karakter yang menyebalkan.
Selain permainan visualisasi sihir yang terus membuat penonton berimajinasi, sosok dua karakter, Kowalski dan Queenie, yang diperankan oleh Dan Fogler dan Alison Sudol, mampu memberikan kombinasi yang menarik dari kelucuan dan kepolosan mereka. Tak kalah, dibagian antagonisnya Colin Farrel dan Ezra Miller hadir meyakinkan sebagai Graves dan Credence Barebone. Miller membuat saya takjub untuk muncul dengan sosok karakter yang punya potongan rambut awkward yang misterius.
Sayang, CGI film ini, yang merupakan andalan untuk mengemas ceritanya yang penuh fantasi, masih punya banyak kelemahan. Saya masih ingat ketika adanya adegan kaca pada kendaraan yang pecah dan terlihat dengan jelas efek CGI-nya. Namun, saya merasa score film ini yang digubah oleh James Newton Howard berhasil memainkan emosi penonton dalam menikmati ceritanya. Ini sangat terasa ketika musik mampu untuk mendramatisir adegan detik-detik ketika karakter Ibu Ezra Miller dibunuh, ataupun saat Scamander mengajak temannya Kowalski untuk masuk ke dalam dunia kopernya.
Hewan-hewan yang ditampilkan film ini juga cukup menarik. Beberapa hewan sihir yang diperlihatkan layaknya kombinasi beberapa hewan muggle namun dengan kemampuan sihir tertentu. Salah satunya adalah Bowtruckle, hewan kesayangan Scamander yang bentuknya seperti walang sangit.
Overall, sebagai penikmat film, mungkin film ini dapat dibilang sebagai film petualangan fantasi dan cerita seru yang lumayan. Namun, sebagai penggemar franchise ini, sudah cukup oke, walaupun adegan di city hall station mengingatkan saya pada film “Suicide Squad”. Walaupun masih merasa kurang puas, setidaknya film ini menjawab kehausan penikmat Harry Potter selama ini. Kabarnya J.K. Rowling telah melanjutkan spin-off Harry Potter yang sebetulnya tidak mau Ia lanjutkan. Apakah akan dilanjutkan ke media film? We’ll see…