Menyajikan sebuah kisah di dalam kisah adalah sebuah hal yang sebetulnya agak jarang dijumpai di dalam gaya penceritaan walaupun hanya sedikit yang berhasil menuturkannya dengan baik. “The Grand Budapest Hotel” adalah sebuah drama komedi yang berhasil dikemas dengan nuansa lampau secara sangat artistik dan tidak membosankan.
Penonton akan diperkenalkan dengan sosok sang penulis, yang diperankan oleh Tom Wilkinson. Ia akan menceritakan sepenggal kisah lampaunya ketika Ia menjadi penulis muda yang ingin mencari ketenangan di The Grand Budapest Hotel. Kisah ini bersetting di sebuah negara antah berantah di Eropa, bernama Zubrowska. Negeri ini sedang mengalami masa krisis, dimana setiap orang hidup secara soliter, termasuk sang penulis, yang diperankan oleh Jude Law. The Grand Budapest Hotel adalah sebuah hotel yang menjadi tempat para “makhluk-makhluk” penyendiri ini yang mencari ketenangan.
Penonton akan diperkenalkan suasana hotel mewah nan megah yang berada di pegunungan Eropa. Penonton juga akan mengeksplorasi beberapa bagian-bagian unik namun jadul ala Grand Budapest. Hingga akhirnya penulis ini bertemu dengan tuan Zero Mustafa, yang diperankan oleh F. Murray Abraham. Mustafa ternyata adalah pemilih hotel tua ini dan Ia mengajak penulis muda untuk mendengar kisahnya pada sebuah jamuan makan malam.
Penulis muda kemudian mendatangi undangan tersebut, dan penonton akan memasuki bagian inti dalam film ini, kisah Mustafa dan Hotel Grand Budapest. Mustafa akan memperkenalkan kita dengan salah seorang concierge yang melegenda di hotel ini. Namanya M. Gustave, yang diperankan oleh Ralph Fiennes. Gustave tidak hanya mampu mengatur hotel megah ini dengan sangat telaten, layaknya mencambuk bawahannya untuk memberikan yang terbaik untuk para klien. Tetapi, Gustave adalah pemuas sejati. Ia tidak hanya memuaskan pelanggannya lewat fasilitas hotelnya, tetapi juga melalui tubuhnya pada klien-klien yang dianggap “teman-temannya.” Teman-temannya itu adalah para bangsawan tua yang kesepian, blonde, bodoh, kaya, tetapi mampu diperalat.
Mustafa muda, yang diperankan oleh Tony Revolori, adalah seorang karyawan baru di Hotel Grand Budapest. Ia merupakan seorang Lobby Boy, yang bertugas untuk tidak diketahui klien, tetapi mampu membantu mereka saat dibutuhkan. Tidak hanya itu saja, Ia harus mampu untuk menggantikan seluruh pekerjaan concierge bila sedang dibutuhkan. Mustafa ternyata adalah seorang imigran kelas tiga yang melarikan diri karena telah kehilangan keluarganya akibat perang.
Masalah di dalam film ini sebetulnya berawal ketika hadirnya sosok Madame D, yang diperankan oleh Tilda Swinton. Madame D adalah seorang bangsawan tua berumur 84 tahun yang juga pelanggan setia Hotel Grand Budapest. Madame D sangat menyenangi “servis” Gustav, hingga suatu hari saat kepulangannya Ia memberi sebuah firasat yang akhirnya berujung pada masalah perebutan warisan.
Wes Anderson, sutradara film ini yang sebelumnya dikenal lewat “Moonrise Kingdom” dan “The Royal Tenenbaums”, menyajikan sebuah tontonan yang unik, colourful,dan indah. Kisahnya cukup mudah dimengerti, walaupun akan cukup banya memperkenalkan tokoh-tokoh. Film yang mengambil setting di jaman 30-an, “The Grand Budapest Hotel” mampu memikat penonton dengan tata dekorasi yang sangat baik. Menyaksikan setting film ini seperti sedang menyaksikan pencampuran antara “Anna Karenina”, “Sweeney Todd” dengan “Hugo.” Terdapat pencampuran nuansa Eropa gaya lampau yang ditampilkan dengan pencampuran komposisi warna-warna hangat. Beberapa set juga diatur untuk menampilkan background buatan yang dikemas begitu indahnya. Unsur make up dan kostum dalam film ini juga cukup baik. Hal ini terlihat ketika berhasil menyulap Swinton menjadi 40 tahun lebih tua serta menyajikan kostum-kostum awal 1900-an.
Film ini juga tetap menarik ketika resolusi film berubah yang awalnya widescreen berubah menjadi standard screen saat memasuki periode flashback. Sebuah hal yang jarang dilakukan ketika kebanyakan film malah berusaha untuk menaikkan resolusi filmnya. Walaupun demikian, toh film ini cukup berhasil dengan eksperimennya.
Dari sisi penokohan, hampir sebagian besar merupakan aktor aktris kawakan yang sudah tidak diragukan. Sebut saja Ralph Fiennes, F. Murray Abraham, Tilda Swinton, Saoirse Ronan, Jeff Goldblum, Adrien Brody, Edward Norton hingga Willem Dafoe. Masing-masing mampu menokohkan karakter mereka masing-masing dan mampu memasukkan beberapa unsur-unsur komedi dengan berhasil.
Namun, yang cukup mencuri perhatian saya adalah sosok Madame D yang diperankan Swinton. Swinton ternyata tidak hanya mampu berperan sebagai karakter antagonis yang kadang-kadang menyebalkan seperti di “The Chronicles of Narnia: The Lion, the Witch, and the Wardrobe” atau “The Beach”, atau sosok serius di “Michael Clayton” dan “We Have to Talk About Kevin”, tetapi Ia sekali lagi menunjukkan bahwa Ia merupakan sosok artis yang serba bisa. Madame D adalah seorang bangsawan tua yang mencintai Gustave karena mampu memenuhi kesepiannya. Walaupun hanya sedikit bagian yang terdapat Madame D, namun Saya tetap terhibur dengan beberapa aksi komedi yang lucu yang diperlihatkan Swinton. Seperti pada saat ketika adegan serius yang harus terpecah hanya karena warna kuteks, hingga foto kematian Madame D yang memperlihatkan gaya mati yang cukup kocak.
Kisah petualangan hidup Gustave M. dan Mustafa muda dikemas dengan komedi ringan yang tidak membosankan. Kedua sosok ini juga memperlihatkan sebuah hubungan atasan-bawahan yang kemudian luntur menjadi “sahabat” lewat sebuah kesetiakawanan dan loyalitas. Harapan saya, mungkin film ini patut dijadikan sebagai salah satu criterion collection.. Film berdurasi 100 menit mungkin adalah salah satu yang terbaik di tahun 2014. Penonton tidak akan menyesal untuk mengeksplorasi dunia The Grand Budapest hotel yang penuh warna, aksi, dan tawa.