Setelah hiatus 3 tahun, “Pitch Perfect 2” dilanjutkan dengan mengusung formula yang sama, namun dengan level yang lebih tinggi. Tidak seperti pendahulunya, Elizabeth Banks langsung turun tangan menjadi sutradara, selain memproduseri dan bertindak sebagai co-actress dalam film ini.
Kemenangan Burden Bellas di film terdahulu ternyata mampu dipertahankan selama 3 tahun berturut-turut. Opening scene film ini menceritakan bagaimana keikutsertaan mereka dalam memperingati hari ulang tahun presiden USA, Barrack Obama. Akan tetapi, semangat risk-taker mereka untuk memasang Fat Amy melakukan aksi wrecking ball di ketinggian berubah menjadi bencana. Celana Fat Amy sobek, dan Ia tidak menggunakan celana dalam. The Australian Singer who calls herself “Fat Amy” gave the president a birthday gift from down under during last night’s celebration held at the historic Kennedy Center.
Tragedi ini menjadi awal malapetaka. Burden Bellas kemudian dipanggil oleh rektor dan juga pihak official dari ICCA. Mereka membatalkan sebagai road show Burden Bellas sebagai pemenang ICCA, akan tetapi masih diperbolehkan untuk mewakili Amerika dalam kompetisi A Cappella tingkat dunia di Copenhagen, Denmark. Road show mereka kemudian akan digantikan oleh juara Eropa, Das Sound Machine, tim a cappella dari Jerman yang selalu hadir dengan kostum gelap dan futuristik. Burden Bellas tidak lagi menjadi pemberi nama baik bagi Burden University, mereka sedang berada mendekati garis akhir.
Berbeda dengan film sebelumnya yang mengangkat bagaimana Burden Bellas mencoba bangkit dengan formasi barunya, kali ini Kay Cannon, penulis naskah film ini, memberi penekanan ceritanya tentang bagaimana memperbaiki imej mereka yang hancur. Cannon tetap menggarap ceritanya dengan menggunakan formula yang sama, mulai dari opening pemberi malapetaka, adanya sosok baru untuk meregenerasi Burden Bellas, segmen riff-off, rivalry (sekarang dengan Das Sound Machine), show a cappella yang spektakuler pada bagian penutup, dan tidak ketinggalan, lelucon-leluconnya.
Elizabeth Banks yang merupakan sutradara film ini serasa lebih mendapati bagaimana seharusnya Ia memberikan penekanan pada ceritanya. Mungkin juga karena Ia wanita, yang mungkin bisa lebih mendapati apa yang seharusnya lebih digali dari Burden Bellas lewat perspektif wanita, salah satu nilai plus darinya bila dibandingkan sutradara sebelumnya.
Yang menarik dalam film ini adalah kelanjutan pengembangan karakter. Sosok Aubrey, yang diperankan oleh Anna Camp, mungkin telah lulus, tetapi Ia tetap kembali disini. Karakter Fat Amy mulai mendapat porsi yang lebih besar, ditambah kelanjutan kisah percintaannya dengan Bumper. Begitupun dengan sosok Lilly Onakurama yang semakin weird dan creepy. Juga ada sosok tambahan, yaitu Flo, yang diperankan oleh Chrissie Fit, yang juga current member dengan latar belakang imigran Meksiko.
Lain halnya dengan Becca. Jika kisah awal Becca yang di film pertama punya proporsi besar namun yang paling tidak menarik bagi saya, mulai dikurangi secara drastis. Disini Becca yang merupakan leader Burden Bellas tidak punya peran yang begitu penting dalam cerita, tetapi sebagai gantinya, sekarang giliran mengenai kisah awal kariernya (yang saya rasa juga merupakan bagian yang paling tidak menarik di film ini).
Bicara tentang lelucon yang dihadirkan di film ini, saya merasa pada beberapa bagian terkesan begitu dibuat-buat. Sometimes it’s funny, sometimes it’s not. Ini sangat jelas pada karakter Bos Becca, yang diperankan oleh Keegan-Michael Key. The funniest moment in here is when Amy Fat shows her v****a as Mr. President’s birthday gift. Walaupun sosok Barrack dan Michelle Obama dalam film ini terkesan dari sebuah footage Annual Kennedy Center Honors, it is going to be iconic.
Karakter Legacy Junk, yang diperankan oleh Hailee Steinfeld, menjadi karakter tambahan dalam kelompok Bellas. Punya ibu yang juga mantan Bellas, serta obsesi yang besar membuatnya menjadi penerus tunggal Burden Bellas. Steinfled yang sebelumnya cukup mencuri perhatian di “True Grit” ataupun “Ender’s Game”, ternyata hadir seperti kesan yang dipaksakan, seperti yang diperlihatkan Becca sebelumnya. Setidaknya, karakter Legacy menambah sosok beatiful bellas pada komposisi kelompok.
Selain berani memasukkan footage Obama, film ini mengambil banyak cameo, mulai dari Snoop Dogg, acara-acara talkshow seperti Jimmy Kimmel, The View hingga parodi Bumper di The Voice pada segmen credits. Sebuah terobosan dengan budget yang lebih besar. Selain cameo, film ini juga naik level, dengan mengambil setting di Copenhagen, Denmark. Kompetisi dunia ternyata dikemas seperti outdoor concert, dan tidak semegah yang saya bayangkan.
Dari sisi musikalisasi, film ini cukup banyak mengcover lagu-lagu. Mulai dari yang baru-baru ini seperti “We Are Never Ever Getting Back Together”, “Wrecking Ball”, “Lollipop”, hits Tina Turner “What’s Love Got to Do It”, hingga hits super jadul Andrew Sisters “Boogie woogie Bugle Boy of Company B.”
Bila membandingkan dengan film sebelumnya, saya merasa film yang kedua dikemas lebih matang, mungkin setelah banyaknya perbaikan pada nilai minus di film sebelumnya. Saya menyukai bagaimana Burden Bellas lebih digarap ceritanya, apalagi ketika seluruh mantan personil Burden Bellas hadir. Itu mungkin salah satu momen menarik di film ini yang menurut saya spectacular and touching at the same time.
Mungkinkah sebuah sekuel lagi? Melihat tren Hollywood saat ini yang sudah sangat kehabisan bahan dan main aman dengan mengembangkan sekual, seperti ya. Mungkin akan ada kelanjutan pada film ketiga dengan sosok Legacy sebagai leader baru, yup, regenerasi lagi seperti yang pernah dialami “Glee. Yang pasti, bila masih menggunakan formula yang sama akan cukup kurang memberikan kesan, sama seperti menyaksikan “Pitch Perfect” kembali, hanya saja dengan lagu-lagu yang berbeda. Akan tetapi, akan terkesan cukup dipaksakan bila sosok Aubrey, Chloe, ataupun Becca dan kawan-kawan ikut kembali ke Burden Bellas, kecuali sekuel berikutnya menceritakan mengenai masa 3 tahun kemenangan mereka yang tidak diceritakan.