Menjalin hubungan gelap dengan salah satu teman di masa sekolahnya, membawa Julien Gahyde untuk masuk ke dalam sebuah perangkap teror. Teror yang tak bisa dihindarinya, dan semuanya diungkapkan dalam “The Blue Room.”
Film yang berjudul asli “La chambre bleue” sebetulnya merupakan sebuah adaptasi dari sebuah novel yang berjudul sama, karangan Georges Simenon pada tahun 1964. Simenon merupakan salah satu penulis kisah misteri asal Belgia, lewat sosok detektif fiksi Inspector Maigret. Pada tahun 2003 lalu, Belgia memberikan sebuah tribute untuk memperingati 100 tahun kelahirannya dalam bentuk mata uang koin 10 euro.
Kembali ke versi filmnya. Film ini disutradarai oleh Mathieu Amalric. Amalric awalnya merupakan seorang aktor, kemudian sejak 1997 memulai debut directorial-nya. Amalric cukup dikenal dengan perannya sebagai Jean-Dominique Bauby dalam “Le scaphandre et le papillon”, juga sempat berkolaborasi dalam film “Munich”, dan cukup dikenal sebagai antagonis utama dalam “Quantum of Solace.” Amalric bersama Stéphanie Cléau, yang juga pemeran karakter utama film ini, mengadaptasi kisahnya dan menyusun naskah film ini.
Karakter utama dalam film ini, Julien Gahyde, diperankan oleh Amalric sendiri. Cerita diawali dengan sebuah adegan yang cukup syur, dimana kedua aktor aktrisnya tampil telanjang dan baru habis bersenggama. Mereka adalah Julien Gayhde sendiri dan sosok Esther Despierre. Esther Despierre, yang diperankan oleh Stéphanie Cléau, merupakan salah satu teman Gahyde saat masih sekolah dulu.
Julien Gahyde digambarkan sebagai sosok yang sebetulnya cukup bahagia. Memiliki istri idaman, seorang putri yang cantik, dan menjalankan usaha kendaraan bagi pertanian yang berjalan sukses. Berbeda dengan Despierre, yang juga sudah menikah dengan Nicolas Despierre, teman satu sekolah yang di klaim Julien hanya sekedar kenal. Keluarga Despierre memiliki sebuah apotik di pusat kota.
Film ini digambarkan Amalric dengan model random flashback, dimana penuh dengan potongan-potongan scene masa lalu, yang digabungkan dengan bagian interogasi oleh seorang hakim. Bagian-bagian tersebut dikemas menjadi sebuah cerita yang cukup membuat saya untuk tidak berhenti menyaksikan ceritanya.
Walaupun kisahnya sebetulnya punya banyak informasi detil, tetapi film ini tidak menuntut penontonnya untuk paham akan kaitan pada bagian berikutnya. Penonton hanya akan sekedar tahu saja, karena yang lebih difokuskan adalah bagaimana pemikiran penonton pada karakter utama? Apakah sosok Julian Gahyde bersalah? Lalu, sebetulnya siapa yang sebetulnya dibunuh? Kesemuanya itu menjadi pertanyaan yang selalu berada di benak saya dan mulai terjawab satu per satu ketika terus mengikuti ceritanya.
Film ini memang tidak panjang, cukup 76 menit untuk membuat penonton masuk ke dalam ceritanya. Adegan-adegan dikesankan misterius lewat minimnya komposisi musik saat adegan berlangsung. Tetapi musik bertema misterius tetap disertakan sebagai penghubung adegan ke adegan. Film ini dirilis pada 16 May 2014 ketika Cannes Film Festival dan terpilih sebagai salah satu film on compettion untuk bagian un certain regard.
Pada akhirnya, film ini merupakan salah satu film dengan tema crime, mystery, ataupun courtroom drama (walaupun tidak terlalu courtroom) yang paling saya nikmati. Kisahnya tidak membutuhkan penonton untuk berusaha memahami ceritanya, detil demi detil. Tetapi biarkan alur ceritanya yang membuat anda memahami kisahnya.