Siapa yang tidak mengenal gerakan ‘#MeToo’? Sebuah gerakan yang berhasil menggertak dunia lewat serangkaian pengakuan perempuan yang pernah mendapatkan kekerasan seksual. Ladies and gentlemen, please welcome Jodi Kantor and Megan Twohey, kedua jurnalis investigasi dari The New York Times yang memulai ini semua. Lewat “She Said,” keduanya akan membawa penonton bagaimana awal mula investigasi ini dilakukan.
Megan Twohey, yang diperankan oleh Carey Mulligan, sedang bersiap untuk melahirkan anak pertamanya. Kala itu, Ia sedang menggarap kasus pelecehan yang diduga dilakukan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Dalam menyusun kasus tersebut, Ia membutuhkan persetujuan dari para pelapornya. Alhasil, Ia ternyata tidak menjumpai seperti yang diharapkan.
Waktu berlalu, sampai seorang jurnalis lainnya, Jodi Kantor, yang diperankan oleh Zoe Kazan, bermaksud untuk memulai investigasinya atas perlakuan yang tidak sepantasnya dilakukan oleh Harvey Weinstein. Weinstein sendiri telah dikenal sebagai pemilik Miramax dan The Weinstein Company, sebut saja yang menelurkan judul-judul seperti “The Imitation Game,” “The Reader,” “Silver Linings Playbook,” ataupun juga “Lion.” Lewat Miramax, Weinstein pun pernah meraih Best Picture atas produksinya untuk “Shakespeare in Love.” Sejak itu, Weinstein sudah bukanlah nama asing di dunai perfilman.
Laporan pertama berasal dari Rose McGowan, aktris yang kala itu berperan di film “Scream.” Ia menceritakan bagaimana pengalamannya. Hal ini kemudian berlanjut pada nama-nama besar lain, seperti Gwyneth Paltrow, Ashley Judd, sampai dengan pihak-pihak yang dulu pernah menjadi asisten pribadi Weinstein. Dalam proses ini, keduanya menemui kesulitan. Alasannya sama, seperti hasil penelitian jika perempuan akan cenderung untuk menutupi fakta akan kekerasan seksual yang mereka alami.
“She Said” cukup mengingatkan saya dengan dua film lainnya yang juga berasal dari kisah nyata, “The Post” dan “Spotlight.” Akan tetapi, lebih spesifik dalam membandingkan film ini dengan “Spotlight,” keduanya memiliki beberapa kesamaan, yaitu melawan institusi besar dan mendapatkan Pulitzer. Bila “Spotlight” berupaya untuk mengungkap kejahatan seksual yang dilakukan para pemuka agama, “She Said” berada di industri yang berbeda dan terbuka, dan sistematis.
Sebetulnya, apa yang dihadirkan film ini merupakan sebuah adaptasi atas buku yang ditulis kedua jurnalis dengan judul yang sama. Alhasil, tindakan berani keduanya berhasil membuat Weinstein mendapat hukuman selama 23 tahun di penjara. Dalam konteks yang lebih luas, tak hanya Weinstein, namun semangat yang dihadirkan seolah menggertak wanita untuk berani speak out atas pengalaman akan kekerasan yang mereka alami.
Cerita film ini kemudian diadaptasi oleh Rebecca Lenkiewicz, yang sebelumnya pernah menulis naskah untuk film berbahasa asing terbaik di Oscars, “Ida.” Film ini kemudian digawangi oleh Maria Schrader, yang seakan memperlihatkan the power of woman di film ini. Beberapa korban Weinstein juga turut serta, seperti Ashley Judd yang tampil di beberapa adegan sebagai dirinya sendiri, ataupun Gwyneth Paltrow yang hanya tampil lewat suara saja.
Yang menarik dari film berdurasi 129 menit adalah bagaimana proses keduanya melakukan investigasi. Kita bisa melihat bagaimana upaya keduanya seakan menghubungkan suatu titik dengan titik yang lain ketika mereka bertemu dengan hal yang buntu, menghabiskan waktu lebih di kantor, sampai-sampai bagaimana perjuangan mereka dalam mengurus anak-anak mereka. Dinamika ini menarik, terutama berkat sosok suami keduanya yang terlihat amat mendukung secara implisit dari apa yang dilakukan istri-istri mereka.
Dari sisi penampilan, Carey Mulligan hadir seakan mau menerkam setiap targetnya. Sosoknya cukup intimidatif dan cerdik untuk berhadapan dengan lawan-lawannya. Di sisi lain, Zoe Kazan menjadi penyeimbang yang tepat. Karakternya yang lebih sensitif kadang akan terlihat dari beberapa adegan yang diperlihatkan. Akan tetapi, keduanya sama-sama punya satu kesamaan: keberanian. Keduanya sama sekali tidak takut dengan serangkaian ancaman ataupun upaya yang berupaya menghentikan mereka.
Dari sisi ensemble, saya cukup terfokus untuk memperhatikan sosok Rebecca Corbett, karakter yang diperankan oleh Patricia Clarkson. Walaupun disini Clarkson tidak memiliki suatu hal yang dominan di setiap scene dimana Ia muncul, Clarkson cukup mencuri perhatian. Sosoknya yang terlihat sebagai karakter yang lebih senior, yang seakan merangkap seperti atasan sekaligus coach buat keduanya.
Dari sisi musik, ternyata ada sosok Nicholas Britell, yang sebelumnya telah membuat score untuk “Cruella,” “If Beale Street Could Talk” sampai “Moonlight.” Disini saya merasa alunan musiknya terasa cukup berhasil untuk meningkatkan ketegangan pada beberapa scene. Begitupula bagaimana rasa mencekam ini semakin terasa ketika rekaman suara Weinstein yang dihadirkan dalam film ini sambil secara visualisasi memperlihatkan saja lorong-lorong hotel ataupun kamar tanpa adegan apapun.
Dalam pandangan hemat saya, “She Said” adalah sebuah sajian yang solid. Namun, bila melihat persaingan pada awards season kali ini, sepertinya film ini tidak akan seberuntung “Spotlight.” Cuma, ini merupakan salah satu film terbaik dari 2022. Versi layar lebarnya akan semakin menegaskan bagaimana pentingnya mencegah daripada mengobati. You can’t change the past, but you can’t prevent any victims. A solid execution!