Lumayan beruntung ketika saya mendapat kesempatan terlebih dahulu untuk menyaksikan film dokumenter ini. “21 Miles in Malibu” merupakan sebuah featured documentary yang berupaya menggertak para penguasa akan kekerasan lalu lintas yang terjadi di kota Malibu. Malibu tak hanya menjadi salah satu destinasi wisata para pelancong, tetapi juga sumber dari banyaknya kecelakaan.
Di menit-menit awal film ini, “21 Miles in Malibu” langsung menerjang penonton dengan tema apa yang sebetulnya ingin Ia angkat. Keindahan pesona Malibu langsung berubah seusai rekaman dari sebuah tabrakan dipertunjukkan. Kota Malibu yang memiliki slogan ’21 miles of a scenic beauty’ ini ternyata juga turut menjadi saksi bisu dari sekitar 700 kecelakaan sejak tahun tahun 2015. Tak main-main, berselang beberapa tahun, ada sekitar 20 orang yang menjadi korban.
Salah satu korban kecelakaan ini adalah Emily Shane. Film ini akan membawa penonton untuk berkenalan dengan kedua orangtua Emily. Ibunda dari Emily, Ellen, akan menceritakan kembali tentang bagaimana peristiwa naas itu terjadi. Emily, yang kala itu masih 17 tahun, harus menjadi korban dari aksi berkendara ugal-ugalan seorang pria. Kematian Emily terbilang menjadi salah satu peristiwa penting yang menyadarkan fenomena ini di Kota Malibu. Sampai akhirnya, namanya pun dikenang sebagai nama jalan tempat Ia menghembuskan napas terakhirnya.
Selain Emily, film ini sebetulnya akan membawa penonton dengan narasumber-narasumber kompeten yang ikut bersuara dari fenomena ini. Salah satunya Jefferson Wagner, yang dikenal sebagai Zuma Jay, yang juga merupakan mantan Mayor Malibu dan kini mengelola toko surf. Ia berkomentar bahwa kecelakaan lalu lintas di Malibu adalah sebuah hal yang biasa, sampai Ia pun sudah menyaksikan beragam aksi tabrakan yang terjadi di depan toko surf-nya. Ia pun mengkritisi bagaimana city hall kurang fokus dalam mengimplementasi upaya pembenahan jalan di Malibu.
Demi membuat penonton semakin paham, “21 Miles in Malibu” juga akan menceritakan bagaimana perkembangan kota ini, yang awalnya hanya terdiri dari tebing-tebing dengan pantai pasir putih yang alami, lalu menjelma ramai dengan bangunan dan jalan raya yang tak pernah sepi. Menilik dari penjelasan, yang paling menarik adalah ketika supreme court Amerika Serika harus sampai membuat keputusan untuk melarang adanya pembatasan ke Malibu.
Sebetulnya, yang menjadi permasalahan utama adalah PCH. PCH yang merupakan singkatan dari Pacific Coast Highway, merupakan sebuah jalan besar yang memiliki fungsi untuk menghubungkan area jalan besar di selatan California. Akan tetapi, pembangunan yang masif, ramainya para wisatawan, serta potret Malibu yang berubah menjadi sebuah suburb menjadi pemicu lainnya. Alhasil, jalan besar tersebut dipakai banyak pengguna, mulai dari pengendara antar wilayah, penghuni setempat, pengguna sepeda, sampai pedestrian. Lengkap. Ketika ada yang ugal-ugalan, sangat amat berpotensi terjadinya kecelakaan.
Saya tidak mau terlalu banyak mengumbar dari apa yang dihadirkan dokumenter ini. Dari segi penceritaan, Nic Davis dan Meredith Mantik, yang menulis cerita film ini cukup cerdik dan terfokus dalam mengangkat isu ini. Film ini tidak hanya akan mengenang akan mereka yang telah pergi saja, tetapi juga menyentil kembali isu ini dari beragam elemen narasumbernya.
Selain aspek storytellingnya yang terasa unggul, suguhan music score yang dari Abigail Rodi, ikut memberikan pengalaman menonton yang berkesan. Saya menikmati alunan musik yang begitu indah sembari mencerna serangkaian komentar para narasumber. Kalau favorit track saya ada di bagian credits, lewat alunan manis sentimentil piano. Sebuah penutup yang manis.
Walaupun “21 Miles in Malibu” tidak berdurasi sampai satu jam, menurut saya lewat topik bahasan yang diangkat terasa pas. Yang pasti, fokus utama dalam film ini benar-benar tersampaikan. Upaya Nic Davis, sebagai sutradara film ini, terasa berhasil dalam mengkombinasikan kisah indah dan kelam dari Kota Malibu.
Pesan dari film ini amat jelas bahwa yang terpenting adalah untuk berkendara secara berhati-hati. Bagi saya, pesan ini adalah sebuah pesan yang universal, terlepas dari Kota Malibu yang menjadi subjek utama di film ini. Dengan berkendara secara berhati-hati, sebetulnya kita tidak hanya akan mencegah adanya korban kecelakaan, tetapi juga menjaga nyawa kita sendiri. Ini cukup relate dengan kalimat himbauan yang juga muncul di lalu lintas kita: ‘Jangan ngebut! Berkendara dengan hati-hati. Ingat keluarga, sayangi diri!’ Stay safe!