Mari kita kembali ke tahun 1953. Pada tahun tersebut, 20th Century Fox menghadirkan sebuah remake dari film silent buatan Paramount yang berjudul sama, namun dengan formula berbeda. “Gentlemen Prefer Blondes,” yang dikarang oleh Anita Loos dari dua dekade sebelumnya ternyata masih menjadi bahan yang menarik. Apalagi, setelah keberhasilan versi musikal Broadway-nya yang sudah hadir 4 tahun sebelum film ini dirilis.
Film ini berkisah tentang dua orang penghibur, Lorelei Lee dan Dorothy Shaw, diperankan oleh Marilyn Monroe dan Jane Russell, yang dalam ceritanya juga merupakan sepasang sahabat. Lorelei tergambar sebagai seorang perempuan berparas cantik, blonde, tapi sayang terlihat bodoh. Lorelei punya tujuan untuk mencari pria-pria kaya, sebab Ia sangat terobsesi dengan materi. Buatnya, itu adalah sebuah kesuksesan. Sahabatnya, Dorothy Shaw, hadir bertolak belakang. Buatnya, pasangan ideal adalah pria yang punya tampang dan cocok dengan. Ia tidak terlalu memperdulikan tingkat ekonomi pasangannya. Tetapi perbedaan ini tidak terlalu mempengaruhi hubungan keduanya.
Baru menyelesaikan opening credits filmnya, penonton langsung disuguhkan sebuah musical act, dengan kedua leading lady yang tampil sensual lewat busana rancangan Travilla, sambil menyanyikan “A Little from Little Rock.” Kedua wanita ini akan menyanyi serta menari ala kadarnya dalam menghibur penonton.
Kembali ke cerita. Lorelei dan Dorothy dibiayai oleh Gus Esmond Jr., kekasih Lorelei yang diperankan oleh Tommy Noonan untuk pergi ke Perancis. Gus, yang berpenampilan seperti seorang sugar daddy memberikan sebuah letter of credit untuk membiayai kekasihnya disana. Dalam perjalanan, mereka kemudian bertemu dengan Ernie Malone, seorang pria tampan yang diperankan oleh Elliott Reid, yang sebetulnya merupakan detektif kiriman Ayah Gus. Maklum, hubungan Lorelei dan Gus kurang mendapat sambutan hangat dari Gus Esmond Sr., yang diperankan oleh Taylor Holmes.
Ternyata perjalanan ke Perancis tidak seindah yang dibayangkan. Letter of credit yang diberikan Gus Jr. ternyata berhasil dibatalkan oleh Gus Sr. Keduanya kemudian kembali menjadi showgirls di negeri romantis itu sekaligus menyelesaikan permasalahan tiara milik Piggy yang diberikan ke Lorelei.
Dibintangi Jane Russell dan Marilyn Monroe, dua sex symbol pada masanya, film ini berusaha memikat penonton lewat tawaran yang menggoda. Sangat menggoda sebetulnya. Saya sangat memuji kecerdikan Jake Cole selaku choregrapher film ini. Ia berhasil mensiasati koreografi Russell dan Monroe yang sebetulnya tidak mahir menari. Terbukti, walau kadang-kadang adegan menari mereka terasa pas-pasan, tetapi tidak membosankan untuk disimak. Cole cukup banyak mengusung gerakan-gerakan sederhana, seperti mengoyang-goyangkan badan mereka, ataupun dengan lekukan-lekukan tangan. Russell dan Monroe memang seperti mempermalukan mereka sendiri, namun cukup memorable.
Yang paling diingat saya selain opening number film ini, adalah musical moment Monroe dalam lagu “Diamonds Are a Girl’s Best Friends,” yang berhasil membawanya ke puncak kariernya. FYI, jika Anda sadari George Chakiris, aktor yang 8 tahun kemudian memenangkan Oscar melalui “West Side Story,” juga turut berperan sebagai back dancer di film ini. Cari saja Ia yang tampil bersama segerombolan pria yang mengitari Monroe. Busana dress pink karangan Travilla juga menjadi bintangnya. Ini berhasil tampil outstanding di balik kemegahan setting background warna merah ala Technicolor. Belum ditambah dengan penari latar yang menggantung layaknya chandelier. Absolutely wonderful!
Percaya atau tidak, “Gentlemen Prefer Blondes” terbilang berhasil dengan formulanya, yang terus membuatnya sebagai salah satu musikal yang terus diingat. Saya sempat membaca kalau ini merupakan salah satu film terbaik versi Rainer Werner Fassbinder. Maklum, jika anda mengulang film ini beberapa kali, menyaksikan penampilan ala-ala dari Marilyn memang tidak bosan. Saya selalu menikmati bagian-bagian musikal yang dinyanyikannya.
Sutradara film ini Howard Hawks, memang tidak terlalu dingat seperti saat ini. Namun dibalik tangannya, ada banyak klasik yang pernah dibuatnya selain film ini. Mulai dari “His Girl Friday,” “Sergeant York,” sampai “Rio Bravo.” Namun jika anda sadari, “Gentlemen Prefer Blondes” merupakan salah satu masterpiece yang lumayan fenomenal di masanya, yang masih menarik untuk dinikmati.
Selain hal diatas, tentu, kisah karangan Anita Loos ini menarik untuk disimak. Dengan setting 20-an, sebetulnya apa yang coba diangkat dalam ceritanya menawarkan sebuah pemikiran Lorelei Lee yang menarik disimak. Sosok Lorelei yang digambarkan dalam ceritanya, untuk konteks film ini, adalah seseorang yang secara blak-blak-an tertarik dengan materi. Buatnya, tidak ada yang salah menjadi seseorang yang materialistis.
Bayangkan, jika anda memiliki anak perempuan, tentu anda ingin Ia mendapat pasangan yang berhasil, tentunya pasti punya materi, selain kehidupan keluarga yang bahagia. Begitupun Lorelei, Ia lebih menomorsatukan materi dengan cinta, dengan pendekatan yang cukup kontras lewat sahabatnya. Jadi, kesimpulannya, anda mau mengikuti siapa? Jika hanya boleh memilih satu, mana yang Anda pilih: Materi atau cinta? Jika materi, berarti anda memang sepemahaman dengan Lorelei. Ckckck…