Rasanya tidak berlebihan jika menyebut “Kulari Ke Pantai” sebagai film anak wajib tonton 2018! Memang benar, setelah film “Petualangan Sherina” booming, film-film anak lainnya mulai bermunculan. Namun, rasanya entah bagaimana, ada saja komposisi yang terasa tak relevan, dan tidak pas. Entah jalan cerita yang tidak masuk akal, problem yang berlebihan, atau malah kadang sama sekali tidak menggambarkan dunia anak.

Memang betul, sangat tidak mudah membuat sebuah karya yang bisa dinikmati anak-anak, cocok dengan zaman modern, sekaligus mengedukasi orang tua yang mengantar si kecil nonton di bioskop.

Delapan belas tahun setelah “Petualangan Sherina” keluar, akhirnya Miles Films datang dengan “Kulari Ke Pantai” menjawab seluruh checklist di atas! Walau bertema liburan, “Kulari Ke Pantai” tidak cuma menjual basa-basi liburan, dengan apik disuguhkannya pula cara menikmati liburan agar terasa lebih hangat dan berarti. Dengan sangat cerdas, “Kulari Ke Pantai” seakan ingin berteriak bahwa Indonesia memang bagus adanya, tak hanya budaya, kekayaan alam, tapi juga bahasanya! Bravo!

Film “Kulari ke Pantai” bercerita tentang Sam, diperankan Maisha Kanna, si anak pantai asal Rote-NTT, telah lama memiliki rencana akan melakukan perjalanan darat berdua saja dengan Ibunya, yang diperankan Marsha Timothy, demi keinginannya menemui surfer idola Sam di pantai G-Land. Perjalanan dimulai dari Jakarta, dengan agenda merayakan ulang tahun Grandma berserta seluruh keluarga besar Sam. Di sana mereka berjumpa kembali dengan sepupu Sam yaitu Happy, diperankan Lil’li Latisha, anak yang dibesarkan di Kota Jakarta. Sam dan Happy memiliki sifat yang sangat bertolak belakang.

Di hadapan banyak orang, Happy mengejek Sam sebagai anak kampung dan merendahkannya karena tidak menyukai tampilan Sam di acara keluarga. Akibat insiden itu, Ibu Happy meminta kepada Uci, Ibu Sam, untuk mengajak Happy melakukan perjalanan bersama. Harapannya, Happy dan Sam bisa dekat kembali seperti dulu. Perbedaan keduanya membuat perjalanan tersebut menjadi penuh tantangan dan tidak sesuai rencana. Berbagai situasi tak terduga dan tokoh-tokoh unik mereka temui sepanjang perjalanan.

kulari ke pantai
Courtesy of Miles Films © 2018

Tentu saja film ini tak hanya sekadar untuk melihat orang jalan-jalan. Pesan edukasi dengan sangat kuat ditonjolkan oleh Riri Riza di filmnya kali ini, salah satunya tentang pentingnya Bahasa Indonesia. “Kulari ke Pantai” dengan sangat cerdas mengkritik fenomena anak-anak zaman sekarang yang agaknya lebih bangga menggunakan bahasa Inggris 24 jam sehari hingga lupa bahwa kita mempunyai bahasa yang indah, bahasa Indonesia.

Seperti Happy di film ini, banyak juga yang beranggapan bahwa, bahasa Indonesia tidak bisa digunakan untuk percakapan sehari-hari. Mereka lebih suka bicara dalam bahasa Inggris, tidak hanya dengan keluarga tapi juga sampai ke tukang sate! Tetapi anggapan itu salah besar. Lihatlah saat Sam bertutur kata dengan santun kepada orang tuanya, rasanya bahasa kita terdengar sangat pas dan bermartabat.

Ditambah lagi, keputusan ditampilkannya Kakak Dani, diperankan oleh Suku Dani, seorang bule yang fasih berbahasa Indonesia seakan dengan sengaja ‘menampar’ kebiasaan Happy yang terus menerus bicara dalam bahasa Inggris. Hingga akhirnya, pesan ini kembali digaungkan oleh Baruna, diperankan Varun Tandjung, seorang surfer muda juga teman Sam dengan tegas menegur Happy, “Bisa bahasa Inggris itu penting. Tapi jika sampai lupa bahasa sendiri, tidak baik.”

417 picture4
Courtesy of Miles Films © 2018

Kritik yang juga dengan sangat gamblang didengungkan “Kulari Ke Pantai” adalah bagaimana cara membuat anak-anak tidak kecanduan gawai selama liburan dan sungguh-sungguh menikmati esensi momen kumpul dengan keluarga. Pesan yang sangat penting ini disampaikan oleh Ibu Uci yang dengan terus terang menegur Happy dan meminta Happy menyerahkan smartphone-nya setiap empat jam, kemudian Happy boleh menggunakan ponselnya selama satu jam. Wow, bukankah itu solusi yang sangat cerdas! Bagusnya lagi, Ibu Uci yang bertindak sebagai “penceramah” di sini tidak digambarkan sebagai sosok anti-ponsel, ia tetap menikmati momen bersama dengan Sam dan selfie bersama. Hal-hal seperti inilah yang membuat “Kulari ke Pantai” jauh dari kesan preachy.

417 picture2
Courtesy of Miles Films © 2018

Hal lain yang patut diapresiasi ialah hadirnya tokoh tambahan Mukidi (diperankan Dodit Mulyanto). Kemunculan Mukidi dalam film ini tidak hanya sebatas tempelan, namun ia hadir memperkaya keseluruhan cerita. Mukidi tampil apa adanya, khas Dodit Mulyanto, yang dengan sangat natural mencuri perhatian penonton. Tak hanya membuat penonton tergelak denga polahnya, tapi juga terus mengingat teriakannya, “Yuuuuuuuu, Waaaahhhyuuuuuu!”.

Akhirnya, jika harus mencari-cari kekurangan dari “Kulari ke Pantai”, mungkin bisa dibilang anak laki-laki akan sulit menerima film ini karena kedua tokoh utamanya didominasi anak perempuan. Kemunculan M. Adhiyat yang sangat iconic sebagai aktor cilik juga tidak terlalu mempertebal sisi laki-laki di film ini. Selain hal di atas, “Kulari ke Pantai” sukses menyerukan seluruh keluarga untuk kembali meluangkan waktu bersama menikmati Indonesia.

Kulari ke Pantai (2018)
SU, 112 menit
Family
Director: Riri Riza
Writer: Arie Kriting, Mira Lesmana, Gina S. Noer, Riri Riza
Full Cast: Maisha Kanna, Lil’li Latisha, Marsha Timothy, Varun Tandjung, Suku Dani, Edward Suhadi, Francy, Ligwina Hananto, Praz Teguh, Yudha Khan, Mo Sidik, Fadlan Rizal, Lukman Sardi, M. Adhiyat, Dodit Mulyanto, Ibnu Jamil, Karina Suwandhi

#417 – Kulari ke Pantai (2018) was last modified: September 25th, 2022 by Putri Kinasih