Setelah “The Stanford Prison Experiment,” “Experimenter” adalah film berikutnya yang menceritakan proses eksperimen pada manusia. Bila film sebelumnya, yang memang bukan sekuel, bersifat lebih traumatis bagi para eksperimennya, versi buatan Stanley Milgram ini lebih halus dan tidak traumatis.
Selamat datang dalam “Obedient experiment” ala Milgram. Penonton akan menyaksikan kegiatan ini yang diikuti oleh 3 orang. 1 orang menjadi penugas (staf eksperimen), 2 lainnya adalah subjek (dimana salah satunya merupakan staf yang berpura-pura). Penugas akan membagi kedua orang dengan peran sebagai guru dan murid melalui sebuah undian yang memang sudah diatur. Alhasil, target eksperimen akan bertugas sebagai guru.
Tugasnya hanya sederhana. Guru didampingi penugas akan menanyakan beberapa set pertanyaan mengenai hubungan kata yang telah diberikan pilihan melalui sebuah mikrofon. Di ruangan lainnya, murid harus menjawab pertanyaan dari guru. Bila benar, akan lanjut ke pertanyan selanjutnya. Bila salah, Guru harus menyalakan tombol untuk menyetrumkan murid. Setiap kesalahan yang dibuat, terdapat peningkatan 15 volt.
Bagian awal film ini, yang digarap solo oleh Michael Almereyda, cukup berhasil memperlihatkan proses eksperimen Milgram dengan cukup menegangkan. Almereyda benar-benar menggarap film ini dengan set yang minimalis. Seperti seringkali memasukkan latar belakang yang sudah diberi video sebagai background set dari adegan tersebut.
Bicara mengenai cara penyampaian kisahnya, selain minimalis, Almereyda mengemas kisahnya dalam bentuk yang cukup interaktif. Dalam artian, sosok Milgram, yang diperankan Peter Sarsgaard akan cukup banyak melakukan monolog yang memang ditujukan pada penonton. Milgram akan bercerita pada setiap sela-sela kisah kehidupannya yang sedang berlangsung. Disini, Almereyda cukup membuktikan bahwa Ia cukup berhasil untuk menggambarkan biografi Milgram sebagai sebuah tontonan edukasi.
Tentu, peran Peter Sarsgaard merupakan kunci berikutnya dari tayangan ini. Memerankan sosok Milgram, yang cukup provokatif ini, ternyata berhasil ditampilkannya lewat gayanya yang cukup mencengkeram penonton. Sarsgaard juga didampingi Winona Ryder, yang berperan sebagai Sasha Milgram. Sosok Ryder yang memang sudah tidak setenar di era 90-an, namun penampilannya di film ini juga cukup patut diperhitungkan. Ya, sedikit mengingatkan saya dengan beberapa peran istri-istri ilmuwan, misalnya Jennifer Connely dalam “A Beautiful Mind”, ataupun Fecility Jones dalam “The Theory of Everything.”
Dalam babak kedua, film ini lebih banyak bercerita tentang ke-etisan eksperimen Milgram, ditambah dengan projek-projek eksperimen berikutnya yang dilakukan. Saya cukup menyukai bagaimana Milgram benar-benar berperan sebagai peneliti dalam setiap eksperimennya. Social behaviour yang diamatinya ternyata dapat berlaku melalui banyak aktivitas kita yang sederhana.
Ceritanya mungkin menggunakan pembahasaan yang cukup berat, namun bila dimengerti, akan menjadi sesuatu yang sangat menarik. Sayang saja, Almereyda mulai kekurangan di babak kedua untuk meningkatkan kenikmatan kisah dari babak pertamanya, dan mungkin akan berujung dengan kebosanan pada penonton ketika mendekati akhirnya. Walaupun film ini tidak terlalu saya favoritkan, “Experimenter” masih layak untuk jadi sebuah tontonan edukatif.