Semenjak kematian sang Ibu, Stetson Tate dalam “Boychoir” menjalani kehidupan barunya sebagai siswa di National Boychoir School. Kehidupannya yang cukup keras membuatnya terbentuk seperti kuda liar yang perlu dilatih.
Sebelumnya, Ms. Steel, kepala sekolahnya yang diperankan oleh Debra Winger, berusaha menghadirkan National Boychoir School untuk berkunjung ke sekolah mereka. Ia secara diam-diam melihat potensi dari seorang bocah nakal bernama Stet. Akan tetapi, sifat keras kepala Stet membuat Ia walkout disaat Ia harus memberikan first impression pada sang pelatih, Master Carvelle.
Disaat yang sama, peristiwa naas itu terjadi. Ibunya meninggal akibat sebuah kecelakaan. Di hari pemakaman sang Ibu, Stet, yang diperankan oleh Garrett Warreing, menyadari bahwa Ia masih memiliki seorang Ayah. Sayangnya, di saat yang sama Ia juga menyadari kalau Ia merupakan anak hasil hubungan gelap. Untuk menutupi perbuatan kelam Ayahnya, Ia kemudian memutuskan untuk memasukkan putranya di National Boychoir School.
Masuk di sana, Stet memulai dari nol. Ia yang punya talenta menyanyi belum memiliki kemampuan untuk membaca musik seperti rekan-rekannya. Ia pun juga harus mempelajari teknik-teknik bernyanyi. Serta tidak ketinggalan, Ia pun harus meladeni berbagai macam tingkah laku anak-anak yang kurang menyukainya. Di cap sebagai pembuat onar, di satu titik Stet harus menunjukkan kemampuannya untuk bertahan di sana.
Setelah cukup lama vakum, François Girard, yang juga sutradara “The Red Violin”, kembali menghadirkan tontonan berbau musik yang cukup menarik. Alur ceritanya perlahan-lahan menaiknnya mood meter saya yang sempat cukup memberi ekspektasi rendah di bagian awalnya.
Walaupun sebagai sebuah drama, “Boychoir” mungkin tidak memberikan ekspektasi sebagai tontonan berat atau dengan plot yang mengejutkan. Akan tetapi, saya cukup menyukai penceritaan yang terpusat pada karakter Stet disini. Stet dengan segala kekurangannya berusaha untuk membuktikan kemampuannya pada pelatihnya yang cukup dingin. Memang Master Carvelle, yang diperankan oleh Dustin Hoffman, cukup concern bahwa talenta saja tidak cukup, kepribadian juga perlu. Tuntutan inilah yang membuat ketertarikan saya untuk cukup fokus dengan karakter Stet dan memberikan sedikit pertanyaan kenapa pada akhirnya Stet memutuskan hal demikian.
Akting Garreth Wareing dalam film ini yang cukup banyak dengan sisi negatifnya dan ekspresi penuh kebencian, cukup mencuri beberapa momen. Selain itu, Ia juga harus bersanding dengan aktor-aktris veteran yang cukup melegenda, sebut saja Dustin Hoffman, Kathy Bates ataupun Debra Winger. Mungkin akan muncul sedikit kekecewaan dengan sosok Hoffman disini, yang mungkin hanya terfokus dengan sifat dinginnya Carvelle dan kurang memberi inspirasi buat Stet. Di film ini juga menghadirkan jebolan “Glee” tanpa kursi rodanya, Kevin McHale yang berperan sebagai Wooly, pelatih vokal Stet.
Cukup dipandang sebagai drama yang biasa, penggarapan yang dilakukan cukup agak tidak biasa. Tata sinematografi dalam film ini kadang dikemas menarik, ditambah set sekolah yang cukup historis, terutama ruangan chapel-nya. Saya cukup teringat bagaimana Girrard memfokuskan nyanyian Stet saat choir mereka sedang menampilkan “Messiah”-nya Handel, and it’s work!
Ada satu momen menarik bagi saya, yaitu ketika Carvelle berupaya untuk menyadarkan Stet dengan kalimat “Your clock is ticking kid.” Menariknya, Stet membalas dengan “Well, your clock is ticking too old man.” Ia pun kemudian meninggalkan pelatihnya.
