Setelah sekian lama tertinggal dalam watchlist saya, anime yang satu ini rasanya tidak boleh terlewatkan. Animator “Your Name” menghadirkan “Suzume,” sebuah animasi yang akan membawa penonton ke dalam perjalanan seorang perempuan yang ingin menyelamatkan Jepang dari bencana.
Sosok Suzume, disuarakan oleh Nanoka Hara, sebetulnya biasa saja. Ia merupakan seorang pelajar yang kini hidup dengan tante-nya yang masih single, Tamaki, yang disuarakan oleh Eri Fukatsu. Suatu hari, saat Ia hendak pergi ke sekolah, Ia bertemu dengan seorang pria berambut panjang, dan misterius, yang bernama Souta, disuarakan oleh Hokuto Matsumura. Souta ingin mengunjungi suatu taman bermain yang terbengkalai di dekat area rumahnya.
Awal cerita dimulai ketika Suzume memutuskan untuk kembali ke arah rumah. Ia malah ingin menyusul ke tempat yang akan dikunjungi Souta. Sesampai sana, benar saja tebakannya. Ia menemukan suatu pintu di tengah arena luas, dan ketika dibuka, Ia melihat suatu realm yang berbeda. Ia pun kembali ke sekolah. Tetapi kemudian terjadi bencana gempa bumi, Suzume kembali kesana, dan Ia menyaksikan hal yang semakin tidak diduganya. Ia membantu Souta untuk menutup serangan cacing bumi dengan menutup pintu dimensi.
Keberhasilan tersebut ternyata cuma sebentar. Suzume kemudian berkenalan dengan sosok kucing bernama Daijin, disuarakan oleh Ann Yamame, yang ternyata bisa berbicara. Daijin kemudian tak segan mengutuk Souta menjadi memento kursi peninggalan Ibunda Suzume. Kucing lucu tengil ini kemudian pergi dan membuka pintu-pintu bencana, seraya Suzume memulai petualangan baru untuk menghentikan sekaligus bukti tanggung jawabnya.
“Suzume” ditulis dan disutradarai oleh Makoto Shinkai. Shinkai membawa penonton dalam alur cerita yang berisi fantasi akan realitas dan dimensi ‘ever after.’ Ia juga menghadirkan makhluk-makhluk mistis layaknya Ghibli, yang akan menjadi trademark film ini. Kalau favorit saya di film ini tentu jatuh pada Daijin, yang juga jadi antagonis utama di film ini.
Untuk ukuran 122 menit, “Suzume” tetap berhasil untuk membuat saya tidak bosan. Rasanya ini berkat penyajian cerita yang sepintas terasa road trip movie, sebab akan membawa penonton pada beberapa kota di Jepang. Seperti ketika Suzume memulai ceritanya di Tonami, lalu pergi ke Miyazaki, Kobe, dan berujung di kota Tokyo. Penyajian ini juga didukung dengan tampilan animasi yang memperlihatkan kehidupan modern saat ini, yang rasanya cukup memalingkan mata saya. Misalnya saja saat layar Spotify ataupun Messenger yang terasa ditampilkan nyata, padahal animasi.
Aksi-aksi sebagai penutup bencana ini terasa out of the box. Apalagi jika kita berpikir dengan sosok Souta yang telah berubah menjadi sebuah kursi pincang. Rasanya amat tidak logis ketika memikirkan kursi ini bisa berbicara dan berlari, apalagi ketika ada adegan lari-larian di sebuah ferris wheel. Baiknya, eksekusi yang dilakukan Makoto Shinkai terasa begitu berani untuk menyajikan kondisi yang tak terduga.
Dari segi cerita saya menyukai upaya “Suzume” yang juga mendalami background Suzume cilik yang ditinggal sang Ibu karena bencana. Kita akan menyaksikan drama penuh haru akan hubungannya dengan sang Tante, termasuk bagaimana rekoleksi memori ini membantunya dalam menyelesaikan petualangannya. Yang saya sesali, mungkin ketika Suzume rasanya terlalu berani untuk berdiri di depan pintu ferris wheel yang kala itu bergerak naik, yang rasanya amat tidak mungkin dilakukan siapapun dengan santainya. Cuma saya menyadari, jika ini tetap sebuah animasi yang akan memanjakan penontonnya dengan fantasi.
Buat saya, “Suzume” hadir jadi alternatif lain bagi para pencinta Ghibli. Sepertinya memang belum menyampaui akan karya-karya Miyazaki yang jauh lebih fenomenal, sebut saja “Spirited Away” ataupun “Howl Moving Castle.” Film ini juga terlalu mudah rasanya untuk masuk ke dalam daftar animasi terbaik Jepang yang pernah saya tonton. Suatu pengalaman menonton yang amat berkesan, yang akan kembali membawa kita dalam versi lain akan misteri semesta. Wonderful!