“Little Shop of Horrors,” yang dirilis di tahun 1986 ini merupakan versi remake dari sebuah film kelas B Roger Corman di tahun 1960. Awalnya, saya tidak cukup menyangka bila sepanjang film ini memang dikemas sengaja secara musikal, yang sebetulnya berasal dari musikal Alan Menken 4 tahun sebelumnya.
Kisah film ini berkisah mengenai seorang nerd guy yang bernama Seymour yang merawat sebuah tanaman unik yang didapatnya dari sebuah toko tanaman Cina. Seymour, yang diperankan oleh Rick Moranis, tinggal dan bekerja di sebuah toko bunga milik Mr Mushnik, yang diperankan oleh Vincent Gardenia. Selain mereka berdua, juga hadir Audrey, yang diperankan Ellen Greene, seorang perangkai bunga yang sering mendapatkan perilaku kasar dari kekasihnya.
Tanaman unik ini kemudian diberi nama Audrey II oleh Seymour. Saking uniknya, kehadiran tanaman ini ternyata menjadi pemberi daya tarik toko bunga Mr Mushnik, yang selama ini sepi pengunjung. Mr Mushnik kemudian menugaskan Seymour untuk merawat Audrey II, dan tentu demi menunjang kesuksesan usahanya. Selang beberapa waktu, Audrey II ternyata bertumbuh dengan cepat, dan predikat “pembawa rejeki”-nya mulai bergeser menjadi “pembawa petaka.”
Sepanjang menyaksikan film arahan Frank Oz ini, tidak ada sesuatu yang cukup spesial selain puppet Audrey II yang dibuat oleh Lyle Conway. Setting film ini juga seluruhnya dikerjakan di sebuah set dengan tema “downtown”. Kebetulan, saya menyaksikan versi film ini yang director’s cut, yang berisi ending original yang sempat dianggap hilang sampai tahun 2012.
Film ini sebetulnya punya dua ending. Ending pertama adalah ending official yang ditonton khalayak umum. Sedangkan ending kedua adalah ending original yang sengaja diganti seusai menuai respon negatif dari hasil screening film ini di Los Angeles dan New York. Alhasil, Oz yang berusaha menyesuaikan minat pasar, kembali melakukan shooting dengan membuat ending yang lebih bersahabat. Sejujurnya, versi ending original memang cukup menyebalkan. Dalam pertimbangan saya, mungkin Oz berusaha untuk memberikan sebuah kesan berbeda dari ceritanya, yang sayangnya tidak terlalu disukai.
Film ini menjadi salah satu musikal yang menjengkelkan dari segi cerita buat saya (hanya berlaku untuk versi original ending). Dari sisi lagu-lagu yang dihadirkan mungkin hanya opening song yang juga theme song film ini, “Little Shop of Horrors” yang hadir sebagai salah satu favorit.
Namun bila membandingkan dengan versi theatrical-nya, film ini hadir lebih bersahabat, dan mungkin menjadi salah satu cult classic yang cukup dipuja. Sosok Audrey II, yang sebetulnya cuma sekedar puppet, cukup berhasil digambarkan oleh Oz sebagai makhluk yang amat menyeramkan. At the end, mungkin akan lebih menyeramkan bila ada berani membuat versi yang lebih gelap tanpa memasukkan unsur musikalnya.