Ada yang menarik, baru-baru ini sebuah penyedia festival film berbasis online, ‘We Are One Festival’ menyajikan beragam pilihan film dari beberapa festival film ternama. Salah satu perhatian saya tertuju pada “Adela Has Not Had Supper Yet,” yang merupakan kurasi dari Karlovy-Vary Film Festival. Tahun 2015 kemarin, film ini mendapatkan proses restorasi dan kita berkesempatan menyaksikan versi tersebut yang digelar secara daring selama 1 minggu.
Ngomongin cerita misteri, tentu sudah tidak asing lagi jika kita mendengar nama ‘Sherlock Holmes’ dari Inggris atau anime dari Jepang ‘Detectives Conan.’ Atau, baru-baru ini Anda masih mengingat nama ‘Benoit Blanc’ yang memecahkan misteri dalam cerita “Knives Out”? Kali ini, penonton akan diajak berkenalan dengan salah satu detektif lagi. Menariknya, Ia santer disebut sebagai ‘The Greatest Detective.’ Dia adalah Detektif Nick Carter. Hahaha… Jangan dikira sama dengan personil boyband 90-an ‘Backstreet Boys.’
Bermarkas di Amerika, detektif ini hidup di tengah rentetan ancaman kematian. Maklum, semakin hebat, tentu semakin banyak yang benci. Bayangkan, di kantornya saja, Ia mendapat banyak serangan-serangan. Yang bikin pangling adalah Carter sudah mengetahui celah-celah serangan tersebut dan memainkan para penyerang dengan kejutannya. Namanya yang terhebat, tentu Ia disuguhi banyak permintaan untuk pemecahan kasus.
Semakin tinggi kelasnya, Carter juga tidak sembarang mengambil kasus. Ia memilih sebuah surat permintaan dari Prague yang berisikan permintaan untuk mencari anggota keluarga yang hilang, dengan imbalan berapapun yang Ia minta. Jenis kasus seperti ini ternyata menarik hati dan membawanya menuju Kota Prague.
Sesampai disana, Ia disambut oleh Komisaris Ledvina, diperankan oleh Rudolf Hrusínský. Lucunya, sang detektif yang diajak mengelilingi kota Prague, malah disuguhkan dengan beragam bar yang menyajikan bir pilsener, yang menjadi trademark kota itu. Alhasil, keduanya mabuk, sebelum nantinya mulai mengerjakan investigasi mereka. Ia pun akhirnya menemui Countess Thun, diperankan oleh Kveta Fialová, yang merupakan client sekaligus penggemar kisah-kisah Carter. Ketika Carter mulai mempelajari tentang sosok anggota keluarga yang hilang, Ia kemudian sadar bila yang dimaksud Countess Thun adalah seekor anjing miliknya. Kekonyolan pun berlanjut.
Secara sekilas, “Adela Has Not Had Supper Yet” menawarkan sebuah tontonan dengan setting Eropa kuno, namun dikombinasikan dengan kemajuan teknologi akhir 1800-an. Mungkin bila bisa mengasosiasikannya, taste tema yang dihadirkan seperti ketika anda menyaksikan film klasik Disney “Around the World in 80 Days” untuk gaya teknologinya dengan balutan fashion ala “Hello Dolly!.” Saya menikmati sekali bagaimana film ini dengan kreatifnya menghadirkan alat-alat canggih milik Turner yang mengingatkan saya dengan inovasi-inovasi di franchise ‘James Bond,’ namun dengan gaya abad ke-19. Hal inilah yang membuat mengapa “Adela Has Not Yet Supper Yet” terasa begitu otentik dalam pandangan saya.
Bicara penyajian ceritanya, sutradara Oldrich Lipský, yang sebelumnya juga berkolaborasi menulis ceritanya bersama penulis Jirí Brdecka, menghadirkan plot cerita yang membawa arah cerita misteri ala detektif ini lebih condong ke genre komedi dan fantasi. Bagaimana tidak, sosok antagonis di film ini, Rupert von Kratzmar, yang diperankan oleh Milos Kopecký, merupakan seorang botanist gila yang sedang mengembangkan tanaman pemakan manusia. Ajaib. Keeksentrikan film ini sangat berhasil membuatnya berbeda dan menghadirkan sebuah rasa seni yang teramat khas. Lanjut ngomongin cerita. Dari segi cerita apa yang dikemas oleh Lipský dan Brdecka sebetulnya tidak sebagai sebuah cerita yang serius. Penonton cukup perlu menikmati suguhan cerita ala parodi yang membuat kita tertawa.
Film yang berdurasi hampir 2 jam ini sebetulnya dikemas dengan cukup niat. Untuk ukuran di jaman tersebut, efek-efek yang disajikan oleh film ini terbilang sangat menarik. Misalnya bagaimana film ini berusaha memperlihatkan monster tanaman milik Kratzmar seperti layaknya puppet-puppet monster film horror kelas B yang kita saksikan. Ataupun juga permainan sinematografi oleh Jaroslav Kucera yang patut diberi jempol. Saya terkejut bagaimana permainan kamera di film ini cukup menghadirkan sisi sinematik tersendiri. Misalnya, ketika mengambil adegan lewat sebuah pegangan berbentuk bola kaca, ataupun pengambilan adegan dari potongan kanvas lukis. Superb!
Dari sisi penampilan, aktor Michal Docolomanský yang menjadi centerfold di film ini sudah lumayan baik menghadirkan pesonanya sebagai Nick Carter. Namun, bagi saya Rudolf Hrusínský-lah yang sebetulnya mencuri penampilan di film ini. Untuk ukuran pendukung, Hrusínský banyak sekali menyajikan ekspresi yang khas, apalagi sebagai perannya untuk mendukung investigasi Carter. Dari sudut yang lain, aktor Milos Kopecký juga terasa menghibur dengan kemasan stereotype mad scientist yang seperti di jogress dengan Cruella de Vil dari “Dalmations 101,” yang belum ditambah dengan gaya tertawanya yang mengerikan.
Simpulan saya, ini bukanlah tontonan yang bikin pusing. Justru sebaliknya. “Adela Has Not Had Supper Yet” terasa begitu menghibur dengan eksekusi yang terbilang brilian untuk di jamannya. Kesan otentik yang tersemat kuat di film ini menjadikannya sebagai salah satu yang berbeda. Sebagai film pertama asal Czechoslovakia yang saya tonton, that was a rare gem. Funny, hilarous, and so authentic!