Satu lagi film pendek yang jadi featured! “1985” merupakan sebuah lanjutan sutradara Malaysia, Yen Tan, akan film pendek buatannya di tahun 2016. Film ini akan mengajak penonton kembali ke masa 80-an dari layar perak dengan nuansa hitam putih.
Adrian, yang diperankan Cory Michael Smith, memutuskan pulang setelah hampir 3 tahun tidak pulang ke rumah. Kali ini adalah waktu yang tepat. Momen natal dijadikannya untuk menemui kedua orangtua sekaligus saudara satu-satunya, Andrew, yang diperankan oleh Aidan Langford.
Tidak ada yang tahu apa maksud kepulangan Adrian. Hanya sosok Eileen, ibunya, yang diperankan oleh Virginia Madsen, yang cukup antusias dengan kehadirannya. Maklum saja, Andrew masih dalam kondisi kesal setelah tidak berhasil bertemu kakaknya saat Ia pergi ke New York. Begitu juga dengan ayah Adrian, Dale, yang seakan mengetahui sesuatu.
Pulang ke rumah berarti mengajak pula penonton untuk mulai membuka satu per satu lapisan masa lalu Adrian. Penonton akan menyadari bagaimana keluarga Adrian adalah satu dari sekian juta keluarga Republikan, yang cukup konservatif dan religius, sekaligus pendukung Ronald Reagan di masa itu. Pandangan ini membuat bagaimana Dale cukup keras untuk melarang Andrew mengikuti pop culture yang sedang berkembang di masa itu, yang kerap baginya adalah aliran sekuler yang patut dihindari. Tidak hanya keluarganya. Penonton juga akan menikmati bagaimana Adrian berusaha menemui mantan kekasihnya, Carly, diperankan oleh Jamie Chung, yang sebetulnya masih menyimpan rasa yang amat sangat.
Cerita yang juga ditulis oleh sutradaranya ini, mengambil tahun 1985 sebagai latar, seiring di masa tersebut meningkatnya epidemi AIDS. Saat itu, masih minim sekali informasi ini, dan pada tahun tersebut baru disadari jika penyakit ini bisa menyebar melalui transfusi darah. Sebelumnya, yang orang ketahui hanyalah penularan penyakit ini karena aktivitas seksual yang tidak aman. Alhasil, kehidupan seks bebas yang merajalela di masa tersebut mulai menurun dengan risiko besar ini, juga pada kaum homoseksual. Apalagi sepeninggal aktor Rock Hudson di tahun tersebut.
Mengaitkan setting tersebut, Yen Tan cukup cerdik memilih tahunnya untuk kisah Adrian. Adrian merupakan seorang closeted-gay, yang menutupi orientasi seksual pada keluarga dan teman-temannya. Masalahnya, Ia menyadari bahwa jika Ia telah terjangkit AIDS sepeninggal sang kekasih, Leo, yang diperankan Michael Darby, beberapa bulan sebelumnya. Untuk itulah, Ia menyusun cara berpamitan sebelum ajal menjemputnya.
Yang saya sukai dari ceritanya adalah bagaimana emosi yang ditampilkan di film ini cukup mengena. Film ini cukup terfokus dengan rentetan adegan yang mendalami hubungan Adrian dengan orang-orang di sekitarnya, terutama 4 karakter ini: Andrew, Dale, Eileen dan Carly. Satu per satu cerita akan membawa penonton untuk memperlihatkan bagaimana Adrian bisa menyampaikan pesan yang ingin Ia sampaikan dalam bentuk yang berbeda-beda.
Dari semua tokoh tersebut, penampilan Cory Michael Smith yang menjadi penampil tokoh sentral di film ini terbilang lumayan. Di film ini Smith berhasil memikat penonton untuk menaruh simpati pada karakter Adrian, yang mencoba untuk menutupi identitas dan penyakit yang dideritanya. Baiknya, ensemble cast film ini juga terbilang baik. Keempat karakter pendukung ini bisa mengimbangi dan menambah adegan percapakan ‘intim’ mereka menjadi semakin emosional.
Di film ini saya juga terfokus dengan karakter Eileen yang diperankan Virginia Madsen. Dari bagian awal, penonton sudah pasti akan menyadari jika Adrian sangat disayang Ibunya. Anak pertama dan juga pasti kebanggaan. Kita akan melihat bagaimana Eileen masih memberi perhatian yang cukup besar dari sifatnya yang kadang terlihat berpura-pura lugu, apalagi ketika Ia mengatakan pada putranya itu jika Ia diam-diam merupakan well-informed citizen of United States. Madsen nailed it!
Awalnya, aktris senior peraih nominasi Academy Awards ini cukup hadir sebagai energizer pada adegan-adegan keluarga. Tetapi, ternyata karakter ini berhasil membuat saya terkejut saat karakter Eileen berkata “You don’t have to tell me until you’re ready, and I will trying to be ready when you were” pada Adrian. Adegan ini merupakan momen paling emosional yang bisa saya rasakan dibanding karakter lainnya.
Penyajian “1985” dengan gaya hitam putih terbilang hampir sama dengan bagaimana gelapnya perasaan Adrian untuk berpamitan sekaligus menanti kematian. Apalagi ditambah iringan musik piano dan strings dari Curtis Heath yang menambah sentimentil ceritanya. Saya juga menyukai cara Hutch, sinematografer film ini, untuk menangkap kesan-kesan sinematik yang dihadirkan, misalnya saat pengambilan sudut ketika Adrian sekeluarga sedang berdoa, ataupun silhouette Adrian ketika sedang berjalan dengan anjingnya.
Konsep cerita film ini cukup dalam dieskplorasi, terlihat dari deep conversation yang dihadirkan. Juga, cukup matang untuk menampilkan beberapa tren sesuai periode settingannya. Ini akan membawa penonton kembali ke masa-masa walkman, Madonna, disco sampai alat meat grinder as-you-seen-in-TV. Secara keseluruhan, “1985” hadir begitu emosional. Film ini tidak hanya menyentuh untuk untuk penonton LGBT saja, tapi juga semuanya. Well done!
“1985” will be release limited in USA on October 26th, 2018.