Lahir di era 90-an, “Jumanji” merupakan salah satu tontonan favorit masa kecil saya. Masih teringat dalam benak saya ketika saya menyaksikan film ini di bioskop bersama kedua orang tua saya. Film yang dibintangi Robin Williams dan Kirsten Dunst ini memang cukup berkesan. Sama seperti “Richie Rich,” ataupun “Home Alone,” kehadiran film ini saat muncul di televisi nasional pun selalu saya tunggu. 22 tahun kemudian, kisah Jumanji dilanjutkan dalam sekuelnya yang berjudul “Jumanji: Welcome to the Jungle.”
Setting film ini kurang lebih menyesuaikan masa sekarang. Kita akan dihadirkan empat remaja, dua laki-laki dan perempuan yang disatukan oleh satu hal pada hari itu: ruang detensi. Hari itu, berawal dari kelakukan Bethany Walker, salah satu cewek populer di sekolah yang diperankan oleh Madison Iseman, sibuk ber-voice call ria di tengah sesi quiz di kelas.
Begitupun Martha Kaply, seorang cewek pintar yang diperankan Morgan Turner yang menolak untuk mengikuti kelas P.E. yang dirasa tidak berpengaruh dalam mengejar akademiknya. Ini kemudian berlanjut dengan insiden plagiarisme yang dilakukan seorang Anthony Johnson yang diperankan oleh Ser’Darius Blain. Ini membust seorang nerd yang bernama Spencer Gilpin, yang diperankan oleh Alex Wolff, ikut serta setelah terkuak kalau Ia yang melakukan duplikasi untuk tugas Anthony dengan sengaja.
Keempatnya kemudian mendapatkan tugas untuk melepas staples dari dua tumpuk majalah yang rencananya akan di daur ulang. Pandangan Spencer dan Anthony pun tertuju pada sebuah console game yang ada disana. Mereka berdua kemudian memasang game vintage Jumanji yang mereka temukan di sebuah televisi jadul di ruang itu. Berhubung stick joypad yang tersedia juga ada 4, keduanya pun mengajak dua perempuan yang bersama mereka ikut bergabung. Keempatnya pun memulai permainan. Tanpa disangka, mereka benar-benar masuk ke dalam permainan.
Di sekuel ini sutradara Jake Kasdan menghadirkan sebuah kesan yang lebih modern. Penonton akan seperti menyaksikan empat karakter utama yang terperangkap dalam game dan seakan seperti observer dari para pemain ini. Di bagian awal, sangat terasa kontras bagaimana cerita yang digarap Chris McKenna ini seperti adventure game pada umumnya, seperti menghadirkan background story permainan ini, sampai para NPC (non playable character) yang berkata-kata seperti telah di program. Dengan setting sebuah pulai, saya merasa film ini punya kesan yang mirip seperti gabungan “Journey 2: The Mysterious Island” dan “Jurassic Park.”
Menariknya, saya suka dengan keempat karakter dalam game yang berhasil diperankan oleh Dwayne Johnson, Jack Black, Kevin Hart dan Karen Gillan. Awalnya saya cukup underestimate akan chemistry keempatnya dan sempat berpikir akan menjadi garing. Ternyata, semuanya itu cuma dugaan saya yang berhasil diputarbalikkan keempatnya. Kombinasi Johnson dan Hart terbilang lumayan, begitupun dengan Black yang hadir feminin, serta Gillan yang sedikit mengingatkan saya dengan karakter Daphne di “Scooby Doo.” Belum lagi ketika Nick Jonas yang berperan sebagai seorang pilot yang bernama Jefferson McDonough, film ini menjadi semakin menarik untuk dinikmati.
Tapi sangat disayangkan. Alur cerita yang awalnya dibuat Chris McKenna, yang kemudian digarap bersama Erik Sommers, Scott Rosenbergf dan Jeff Pinkner berhasil menghadirkan petualangan yang terasa begitu saja. Saya tidak menemukan sesuatu yang memberikan kesan. Misalnya saat keempatnya dikejar-kejar kawanan geng motor, sampai adegan ular di dalam tabung. Apalagi ketika ada clue-clue yang terasa agak dipaksakan.
Sukses sebagai salah satu film terlaris dari 2017, film ini sudah mengamankan film sekuel berikutnya. Yang amat disayangkan “Jumanji: Welcome to the Jungle” tidak terlalu berkesan seperti aslinya. Memang sih secara penampilan paduan cast-nya terasa oke. Tapi untuk cerita, kisah petualangannya lebih cocok sebagai obat tidur saya.