Merekayasa sesuatu sudah bukan menjadi sebuah hal yang asing di telinga kita. Masuk ke jaman yang semakin modern ini, kita semakin diperhadapkan dengan banyak rekayasa. Salah satu rekayasa yang sedang trending di masyarakat mungkin adanya rekayasa status sosial, ketika sepasang orang merekayasa kehidupan mereka untuk menjadi sepasang suami istri, yang mungkin lebih dikenal dengan “pernikahan settingan.” Kembali ke topik awal, ada jenis rekayasa yang lebih berbahaya menurut saya, rekayasa genetik. Lewat “Okja,” penonton diajak untuk masuk ke dalam sebuah fantasi, yang mungkin dapat terjadi di masa mendatang.
Opening credits film ini dihadirkan dengan memperkenalkan penonton pada sebuah perusahaan multinasional, Mirando Corporation, yang dipimpin oleh CEO mereka yang eksentrik, Lucy Mirando, yang diperankan oleh Tilda Swinton. Meneruskan posisi peninggalan Ayah dan saudarinya, membuat Ia untuk merubah imej perusahaannya agar dapat lebih dicintai. Pada tahun 2007, Ia membuat sebuah eksperimen, dengan mengembangkan seekor makhluk yang mirip seperti babi, yang di klaim-nya ditemukan di pedalaman Chile. Makhluk ini kemudian dibawa ke Amerika dan berhasil dikembangbiakkan menjadi 26 ekor. Hasil kembangbiakkan ini kemudian disebar ke 26 petani di negara lain, yang juga terdapat kantor cabang Mirando Corporation.
Apa yang menarik dari spesies ini? Seperti yang saya ketahui dari “Cowspiracy,” peternakan merupakan salah satu penghasil emisi gas CO2 terbesar di dunia. Mirando Corp mencoba memberikan solusi dengan menghadirkan spesies yang eco-friendly, natural¸ dan non-GMO. Untuk membuat kegiatan eksperimen menjadi semakin menarik, Lucy mengemasnya menjadi perlombaan “Best Super Pig,” dimana dalam waktu 10 tahun ke depan Ia akan mencari yang terbesar dari 26 ekor yang telah disebar.
10 tahun telah berlalu, dan kita mengunjungi Kota Sanyang, sebuah kota yang cukup terpelosok di Korea Selatan. Kita akan berkenalan dengan makhluk yang diberi nama Okja, oleh pemiliknya Mija, seorang anak perempuan yang diperankan oleh Ahn Seo-Hyun. Okja yang telah bersama Mija sejak berusia 4 tahun, senang menghabiskan waktu mereka di hutan. Mereka akan mengumpulkan buah-buahan dan berburu ikan di sungai. Mija pun tidak hidup seorang diri. Ia hidup bersama kakeknya, Hee-Bong, seorang petani terpilih yang diperankan oleh Byun Hee-Bong.
Masalah datang ketika kehadiran Johnny Wilcox, seorang dokter yang juga TV Personality, yang diperankan oleh Jake Gyllenhaal, mendatangi tempat tinggal Mija. Johnny tidak menyangka dengan ukuran Okja, yang dianggapnya sebagai yang terbesar. Tanpa sepengetahuan Mija, Okja kemudian dibawa ke New York. Mengetahui hal tersebut, Mija berupaya untuk menghalang aksi tersebut, sebelum akhirnya Ia bertemu dengan sekelompok orang yang mengatasnamakan diri mereka sebagai ALF, singkatan dari Animal Liberation Front.
Sebetulnya, beberapa hari lalu, sebelum menyaksikan film ini, saya sempat mengunjungi sebuah laman mengenai PETA. PETA yang merupakan singkatan dari People for the Ethical Treatment of Animals ini merupakan salah satu non-profit yang berjuang akan keadilan untuk hewan. Sebagai animal lovers, mereka melarang segala tindak pembunuhan dan penyiksaan hewan yang hingga kini terjadi. Salah satu aksi yang sempat saya saksikan adalah bagaimana mereka berupaya memboikot sebuah talk show yang mengundang seorang desainer kenamaan, Michael Kors. Ketika diperhadapkan dengan ALF di film ini, tiba-tiba saya teringat dengan organisasi ini.
Film “Okja” sendiri telah dirilis versi theatrical-nya di Cannes Film Festival pada 19 Mei lalu. Awalnya, film ini sendiri sempat menuai kontroversi ketika penyelenggara sempat mengalami isu teknikal pada penanyangan perdananya selama 7 menit. Setelah penayangannya, film yang cukup menuai kontroversi ini berhasil mendapat standing ovation selama 4 menit. Distributor film ini, Netflix, kemudian akan merilis film ini secara worldwide mulai 28 Juni 2017, melalui aplikasi mereka. Saya pun merasa sangat beruntung. Walaupun hanya ditayangkan secara theatrical di Cannes, Sydney dan Edinburgh, saya mendapatkan kesempatan untuk menyaksikan lewat screener yang dikirimkan oleh Netflix.
Membahas kembali film ini, sutradara Bong Joon-Ho menghadirkan sesuatu yang berbeda. Menyaksikan “Okja” serasa membuat saya menyaksikan kombinasi “The Grand Budapest Hotel” dengan versi yang lebih modern, yang dibalut dengan nuansa aksi kejar-kejaran ala “Baby’s Days Out” ataupun “Home Alone,” serta persahabatan ala “Air Bud” ataupun “E.T”. Yang juga menarik, Joon-Ho tahu betul untuk mengaitkannya dengan hal-hal yang trending sekarang ini. Salah satu adegan yang cukup membuat saya teringat adalah ketika ada seorang wanita Korea yang nekat mengambil video selfie ketika dirinya sambil ikut kejar-kejaran dengan Okja. Adegan ini menjadi semakin apik lewat iringan musik Jung Jae-Il yang banyak menonjolkan tempo cepat, terutama di adegan kejar-kejarannya.
Penampilan kedua antagonis film ini, yang diperankan Tilda Swinton dan Jake Gylenhall juga dihadirkan cukup eksentrik dan komikal. Ini sedikit mengingatkan saya dengan karakter Joker yang diperankan Jack Nicholson. Uniknya, Swinton memerankan dua karakter disini, Lucy dan Nancy. Keduanya memang sama-sama jahat, namun dengan gaya yang berbeda. Di sisi lain, Gylenhall malah mengingatkan saya pada Borat, karakter yang dibuat Sasha Baron Cohen lebih dari satu dekade yang lalu.
Cerita film ini ditulis oleh Boon Joon-Ho dan Jon Ronson. Mereka berdua mengemas ceritanya dengan memasukkan bumbu komedi, sehingga cerita petualangan yang dihadirkan tidak terkesan terlalu serius. Salah satu yang cukup lucu adalah ketika tim ALF memaksa seorang karyawan Mirando untuk mengenakan sabuk pengaman sebelum truk yang dikendarainya ditabrak. Ataupun bagaimana karyawan tersebut juga mendapat serangan dari Okja yang mengeluarkan kotorannya. Kesan mengharukan juga hadir di film ini. Tentu, persahabatan Okja dan Mija menjadi salah satu sentral dalam penceritaan film ini. Tapi, yang juga cukup berkesan bagi saya adalah ketika sepasang spesies seperti Okja menitipkan anak mereka untuk dijaga Mija.
Yang paling tidak membuat saya menyangka dengan film ini adalah ending-nya. Saya tidak mau membocorkannya, tapi yang pasti anda akan menyadari kalau anda akan terjebak dengan situasi complicated buatan yang bisa diselesaikan dengan cara yang tak terduga. “Okja” berhasil dikemas Joon-Ho sebagai tontonan yang lumayan menghibur, terlepas dari sentimen-sentimen secara satir yang diperlihatkan film ini.