Rasanya cukup jarang menyaksikan layar tancap di masa kini. Sebatas ingatan saya, versi yang saya rasakan telah dilengkapi dengan mesin pengeras suara. Akan tetapi, di masa sebelumnya, peran dubber, aka pengisi suara, amat dibutuhkan untuk mengisi layar tancap masa lampau di Thailand. Melalui “Once Upon a Star,” penonton akan dibawa bernostalgia pada era 60an melalui perjalanan sekelompok pengisi suara dari bioskop keliling.

“Once Upon a Star” diawali dengan memperkenalkan sebuah kelompok pengisi suara yang hanya terdiri dari 3 laki-laki. Diketuai oleh Manit, yang diperankan oleh Sukollawat Kanarot, yang juga menjadi pengisi suara utama sekaligus pedagang obat. Ia dibantu oleh Kao, diperankan oleh Jirayu La-Ongmanee, yang sudah dianggap seperti adiknya sendiri. Juga ada sosok Paman Man, diperankan oleh Samart Payakaroon, yang bertugas membawa van tua mereka.

once upon a star
Courtesy of 18 Tanwa, Netflix © 2023

Konsepnya mirip seperti layar tancap. Akan tetapi, berbekal layar yang dibentangkan dan film yang diputar, penonton akan menikmati suguhan suara dari para pengisi suara yang tergabung dalam penjaja film keliling ini. Mereka akan mengelilingi berbagai daerah, yang membuatnya tidak permanen di suatu tempat. Yang bikin menarik, khusus kelompok Manit, mereka akan berjualan obat-obatan di tengah film.

Persaingan antar bioskop keliling juga jadi bumbu dalam cerita. Anggota mereka yang hanya berisi laki-laki kerap memaksa mereka untuk membuat suara perempuan, yang sering dirasa gagal penonton mereka. Berbeda dengan bioskop keliling lain yang punya personil perempuan. Singkat cerita, datanglah sosok Rueangkae, diperankan oleh Nuengthida Sophon, yang menawarkan diri untuk menjadi anggota keempat mereka. Akan tetapi, Rueangkae sudah mengisyaratkan jika Ia hanya akan sementara, sebab Ia hanya akan menumpang menuju kota tujuannya.

once upon a star
Courtesy of 18 Tanwa, Netflix © 2023

“Once Upon a Star” disutradarai oleh Nonzee Nimibutr, sutradara yang sebelumnya sudah dikenal atas karya erotika “Jan Dara” ataupun “Nang Nak.” Film yang berjudul asli “Mon Rak Nak Pak” ini ceritanya kemudian ditulis oleh Ek Iemchuen, yang juga menulis “Ong Bak 2.” Yang saya kenal di film ini hanya Jirayu La-Ongmanee, aktor muda yang sebelumnya pernah saya saksikan masa kecilnya dalam “Love of Siam” ataupun versi remajanya dalam “SuckSeed.” Tak ketinggalan, saya juga masih mengingat Nuengthida Sophon dalam perannya di “Hello Stranger.”

Secara penyajian, apa yang dihadirkan “Once Upon a Star” sebetulnya digarap dengan cukup rapi. Terlihat dari upaya keras dialognya yang berupaya membuat kita tertawa, namun kali gagal untuk saya. Selain itu, mengangkat tema 70-an dengan nuansa perfilman yang kental memberi kita tayangan lain akan bioskop dalam versi yang berbeda, yang mungkin tidak sedramatis “Cinema Paradiso,” tidak seromantis “Nuovo Olimpo,” dan tidak sevulgar “Serbis.”

once upon a star
Courtesy of 18 Tanwa, Netflix © 2023

Kehidupan pada dubber yang merangkap banyak peran, seperti pengatur audio, sampai jadi sales obat berupaya dipotret sekaligus memperlihatkan bagaimana perfilman Thailand di masa lampau terbilang berjaya. Seperti biasanya, ketika kehadiran sosok perempuan dalam ceritanya, membangun adanya kompetisi akan cinta, yang sayangnya saya rasa hanya mewarnai plot utama film ini.

Salah satu hal lain yang saya rasa menarik di film ini adalah ketika Ia memasukkan unsur historis dalam ceritanya. Film ini menghadirkan sosok Mitr Chaibancha, aktor legenda dari Thailand yang punya cerita hidup tragis. Chaibanca sendiri tewas saat Ia melakukan aksi stunt dalam adegan film terakhirnya, di pantai Pattaya. Unsur historis ini kemudian mewarnai cerita yang membuatkan seperti suatu tribut bagi sang legenda.

once upon a star
Courtesy of 18 Tanwa, Netflix © 2023

Sayangnya, penyajian yang rapi dan menarik ini, kurang membangun mood saya untuk menikmati kisahnya sampai habis. “Once Upon a Star” terasa cukup tertebak, walaupun perlu diakui penggarapan kreatif arahan produksi terasa begitu menawan. Penonton dapat menjumpai potongan-potongan film lama yang dihadirkan, termasuk dengan setting yang tidak main-main.

Untuk ukuran tontonan, “Once Upon a Star” terasa agak kurang menghibur. Namun, upayanya sebagai tribut bagi masa klasik perfilman Thailand terasa perlu diapresiasi, walaupun tidak seberhasil “Hugo” saat mengangkat Melies dan perfilman Perancis. Film yang dirilis oleh Netflix ini pada akhirnya kurang bekerja, apalagi ketika Ia dibungkus dalam durasi yang lumayan lama, 137 menit. A decent tribute, but boring to watch.

Once Upon a Star (2023)
137 menit
Biography, Drama, History
Director: Nonzee Nimibutr
Writers: Ek Iemchuen
Full Cast: Sukollawat Kanarot, Nuengthida Sophon, Jirayu La-ongmanee, Samart Payukaroon, Nat Sakdatorn, Sonny Chatwiriyachai, Kome Kongkiat Komesiri, Darina Boonchu, Kissada Namuang, Yutthana Boonaom, Varatta Vajrathon
#838 – Once Upon a Star (2023) was last modified: Desember 9th, 2024 by Bavner Donaldo