Cerita-cerita Prom selalu identik dengan genre remaja aka teen, yang kadang biasanya terpusat sama urusan cinta, coming-of-age, sampai ada pula yang dibuat versi horrornya. “The Prom,” karya terbaru dari kreator Glee, Ryan Murphy, akan menyajikan sebuah tontonan musikal all-star tentang sebuah prom kontroversial. Kok bisa?
Cerita film ini akan bersetting di Indiana, sebuah state yang cukup keras dengan konservatismenya, yang mana masih memandang sebelah kaum LGBT. Berawal dari penolakan keikutsertaan seorang murid perempuan bernama Emma Nolan, diperankan oleh Jo Ellen Pellman, untuk mengikuti kegiatan Prom di sekolahnya. Parahnya, penolakan ini malah berasal dari Persatuan Orang Tua yang berhasil membuat isu ini menjadi hangat di media massa.
Di sudut yang lebih toleran, di New York City, Dee Dee Allen dan Barrk Glickman, yang diperankan oleh Merryl Streep dan James Corden, baru saja merilis musikal terbaru mereka, yang mengadaptasi kisah kehidupan First Lady Amerika Serikat, Eleanor Roosevelt. Malangnya, di malam pertama debut musikal mereka malah di kritik keras orang sebuah media ternama akan sifat narsisistik keduanya. Rusaknya pencitraan akan proyek baru ini memicu keduanya untuk melakukan sebuah cause, alih-alih menggunakan kesan selebritas sebagai aktivis. Kedua rekan mereka, Trent Oliver dan Angie Dickinson, yang diperankan oleh Andrew Rannels dan Nicole Kidman, juga ikut serta dalam rencana sosial ini. Keempatnya pun memilih untuk menolong Emma demi bisa mengikuti kegiatan Prom-nya.
Ini merupakan debut featured-film musical pertama Ryan Murphy, yang jauh lebih populer di dunia pertelevisian. Sutradara dan Produser yang juga openly gay ini telah dikenal jauh dengan “Glee”, “American Horor Story” sampai series queer FX “Pose.” Dengan tema cerita yang juga tidak jauh-jauh dari spesialisasinya, Murphy mengangkat cerita film ini dari sebuah musikal broadway berjudul sama. Menariknya, susunan pemain film ini benar-benar all-star!
Dari sisi ensemble-nya, kombinasi Streep dan Kidman terakhir saya lihat dalam “The Hours” di tahun 2003, dan lagi-laginya Streep kembali ke musikal setelah “Into the Woods” yang sempat memberikan nominasi Academy Awards. Ini juga ditambah komedian carpool karaoke, James Corden, yang pastinya akan mendominasi unsur komedi ceritanya. Andrew Rannels, yang juga baru merilis “The Boys in the Band” menjadi pelengkap bagi ketiganya. Kelompok protagonis dalam cerita ini sudah memberi sebuah ekspektasi yang cukup tinggi buat saya. Menariknya, film ini merupakan debut aktris Jo Ellen Pellman. Pellman ternyata mampu bersanding dengan para aktor kawakan ini. Dari sisi penampilan, tentu kualitas akting yang dihadirkan sudah tidak perlu diragukan lagi.
Untuk ukuran musikal, lagu-lagu yang dihadirkan ”The Prom” terasa cukup bersemangat. Sayangnya, banyak diantara yang terasa mudah dilupakan. Secara penyajian, Murphy cukup membawa film ini dengan amat serius. Setting yang dikemas sekian rupa, dilengkapi dengan warna warni glamor, makeup dan kostum yang khas, serta penari pendukung dalam jumlah massive.
Yang disayangkan, plot cerita ini dikemas terlalu renyah. Dalam arti, setiap konflik terasa biasa aja. Semuanya akan selesai setelah mereka bernyanyi bersama. Ini poin yang amat disayangkan. Berhubung saya belum menyaksikan versi teaternya, sehingga untuk ukuran film, plotnya akan terasa kurang membuat orang mau bertahan menyaksikan musikal yang berdurasi dua jam lebih ini. Buat saya, film ini sempat jadi obat tidur yang ampuh. Tanpa bermaksud dengan penampilannya.
Selain plot, sisi cerita film ini sebetulnya relatif baik dalam upaya mengeksplorasi suka duka para artis Broadway. Saya amat menikmati proses tersebut. Juga dengan komedi dalam dialog-dialog yang mengena dengan hal trending kekinian. Namun, yang buat saya overrated adalah bagaimana lesbian disini dihadirkan, yang tak hanya di dialog, tetapi sampai ke lirik-lirik lagunya. Saya teringat juga dengan adaptasi Broadway yang juga bertema LGBT seperti “Rent,” namun masih terasa jauh lebih berbobot ketimbang film ini.
Yang paling mengejutkan disini adalah Meryl Streep. Sosok Dee Dee Allen sangat berkarakter, dan tentu sudah menjadi hal yang mudah bagi sang legenda untuk menaklukannya. Akan tetapi, penampilan yang amat menghibur ini tertutup dengan plot cerita yang ambruk, yang membuat saya ragu jika Streep mungkin tidak akan mendapat nominasi akting Academy Awards dari film ini. Hebatnya, aktris berusia 71 tahun ini berhasil terlihat jauh lebih muda dan masih bisa beraksi dengan menari yang penuh totalitas. Sekilas, ini mengingatkan saya dengan beberapa musikal klasik, terutama dengan sosok Ethel Merman. Yap, Meryl memang tidak tergantikan.
Secara keseluruhan, “The Prom” terbilang gagal buat pencinta musikal seperti saya. Walaupun secara penyajian sudah terbilang oke, namun plot, cerita dan musik yang kurang menggigit membuatnya akan terasa mudah terlupakan. Dari sekian dialog, ada yang cukup membekas dari Dee Dee Allen: “We’re not monsters. We’re cultural disruptors.”