Terpilih sebagai salah satu lineup untuk official selection Cannes Film Festival, film ini sedikit mengejutkan saya. Tanpa banyak ekspektasi, film pertama Christophe Honoré yang menjadi kandidat Palme D’or ini menawarkan sebuah tontonan musikal versi Perancis. “Love Songs” akan mengajak penonton menikmati perjalanan asmara Ismael di Kota Paris.
Film diawali dengan munculnya seorang wanita, Ia bernama Julie Pommeraye, diperankan oleh Ludivine Sagnier, yang sedang ingin menonton film. Sambil mengantri, Ia mengajak kekasihnya, Ismael, yang diperankan Louis Garrel, yang kala itu masih sedang sibuk lembur kerja. Seusai pertunjukan, tanpa disangka, Ismael menemukan Julie dan berjalan pulang menuju apartemen mereka.
Tamu berikutnya pun datang. Ia adalah Alice, diperankan oleh Clotilde Hesme, yang juga rekan kerja Ismael. Singkat cerita, Alice bukan merupakan orang ketiga hubungan Julie dan Ismael. Malah, Alice adalah bagian ketiga dari hubungan threesome yang dijalani sebulan terakhir.
Dari awal, film ini tampak berani untuk menghadirkan opening credits yang hanya digambarkan dengan satu nama, tepatnya, nama belakang mereka aka family name. Ini belum dengan pengambilan ukuran yang cukup besar, yang seakan memenuhi layar, dengan latar kehidupan di Paris pada malam hari.
Cerita yang digarap dan dieksekusi Honoré agak sedikit mengejutkan saya. Saya mengira ceritanya akan cukup banyak terpusat pada kehidupan threesome mereka, dan menggali akan itu. Ternyata tidak. Setelah kematian Julie yang tak disangka, Honoré malah semakin asyik untuk menggali perjalanan Ismael, serta mulai meninggalkan karakter Alice.
Drama musikal sepanjang satu setengah jam ini akan menghadirkan 14 lagu gubahan Alex Beaupain. Dengan musik yang terasa sederhana, lirik dalam lagunya akan dinyanyikan seakan dialog para pemainnya. Versi yang dihadirkan “Love Songs” tidak seperti musical act negri Paman Sam yang kadang terasa lebih menggelegar. Walaupun terasa cukup asing buat saya, tetapi nyanyian-nyanyian yang ada cukup terasa easy listening dibalik suara pemainnya yang ya begitu saja.
Sangat berbeda melihat penampilan Louis Garrel disini. Terakhir saya menyaksikannya dari classic Bertolucci “The Dreamers” yang cukup berani, beberapa tahun sebelum film ini dirilis. Sosok Ismael yang ekspresif, namun cukup tertutup dengan pemikirannya, malah membuat saya merasa cukup misterius dengan karakternya. Apalagi dengan ending yang terasa di luar dugaan buat saya.
Membahas plot ceritanya, film ini dibagi ke dalam tiga babak besar. Pertamanya, ‘The Departures’, kisah kepergian Julie untuk selamanya. Lalu masuk ke ‘The Absence,’ cerita Ismael menghadapi kehilangannya. Terakhir, ‘The Return’ yang terfokus bagaimana Ia berhasil move on ditinggal mati sang kekasih.
Mungkin yang saya rasakan cukup berbeda, setelah cukup kenyang menikmati musikal-musikal Hollywood. Sayang, dari keempat belas musik yang ditawarkan, tidak satu pun terasa berkesan buat saya. Hanya menjadi lalu saja. Setidaknya, dengan durasi yang tidak terlalu panjang dan tanpa ekspektasi apapun, “Love Songs” cukup berhasil menawarkan sebuah cerita cinta dengan alur yang cukup mengejutkan.