Suatu penemuan adalah sebuah cara yang berhasil dari sekian banyak cara yang gagal. Seperti Thomas Alfa Edison, penemu lampu dan juga listrik yang sebelumnya telah melakukan jutaan kali eksperimen hingga berhasil menemukannya. Melalui “Awakenings,” kita akan bertemu dengan sosok Dr Malcolm Sayer, seorang researcher yang kemudian memutuskan untuk menjadi dokter di sebuah rumah sakit mental.
Dr Malcolm Sayer, yang diperankan oleh Robin Williams, adalah seorang dokter yang baru saja memulai karirnya sebagai dokter. Sebelumnya, Ia tertarik dengan penelitian. Namun, langkahnya untuk mencoba mendaftar sebagai dokter di Rumah Sakit Bainbridge, membuatnya masuk ke dalam kisah ini.
Sayer menemukan sebuah kejanggalan terhadap beberapa pasien yang tampak seperti orang mati, tetapi hidup. Pasien-pasien ini terlihat kaku, namun daya respon mereka terhadap lemparan benda berfungsi. Apalagi ketika pasien-pasien ini diberi stimulasi seperti sentuhan manusia, musik, hingga motif. Sayangnya, gerakan yang diperlihatkan tidak mengubah status mereka sebagai pasien. Mereka tetap tampak tidak berdaya, tidak berbicara, tetapi hidup. Seperti kata Dr Sayer, “What I believe, what I know, is that they are alive inside.”
Sayer kemudian tertarik pada seorang pasien yang bernama Leonard. Leonard, yang diperankan oleh Robert De Niro, adalah salah satu pasien yang mengidap penyakit ini. Ia mengidapnya sejak berusia sebelas tahun, dan telah berpuluh-puluh tahun lamanya menghabiskan waktu di rumah sakit. Hanya Ibunya, Ms Lowe, yang diperankan oleh Ruth Nelson, yang setia merawat dan menemani Leonard.
Suatu ketika, Sayer menemukan bahwa penyakit yang dialami oleh sebagian pasien ini hampir serupa dengan penyakit Parkinson. Ia pun memutuskan untuk mengambil sebuah langkah berani untuk melakukan eksperimen pada Leonard. Dengan persetujuan dari keluarga, alhasil Sayer menjadikan Leonard sebagai “kelinci percobaan”-nya yang pertama. Kesadaran Leonard dari “tidur lelap”-nya menjadi cerita utama di dalam film ini.
Kisah film ini merupakan sebuah kisah nyata yang benar-benar pernah terjadi di Bronx. Disutradarai oleh Penny Marshall, yang sebelumnya cukup sukses dengan film “Big” di tahun 1988. Marshall memberikan sebuah sentuhan dramatisasi yang tanpa henti diberikan dari awal hingga akhir. Yang berbeda dengan film lain, kita tidak akan bosan dengan dramatisasi tanpa henti itu, hingga akhirnya masuk ke babak terakhir yang agak menyebalkan buat para penonton awam.
Yang menarik, film ini seperti menawarkan sebuah kesan “pemberi harapan palsu.” Mengapa tetap menarik? Karena film ini mengajak penonton untuk menelusuri bagaimana Dr Sayer melakukan eksperimen yang awalnya berhasil, namun hanya sesaat. Walaupun sempat merasa ditipu dengan kisahnya, film ini memperlihatkan sebuah kualitas akting yang begitu baik.
Robin Williams kala itu tidak hanya dikenal sebagai seorang pelawak yang sukses dengan “Mork and Mindy” dan juga gagal sebagai “Popeye”, tetapi Ia sudah dikenal sebagai salah satu aktor yang mampu berhasil tampil serius di “Good Morning, Vietnam” ataupun “Dead Poets Society.” Williams kembali hadir sebagai peran dokter, dan bila ditinjau kembali, mungkin peran-peran seperti ini yang cukup attached dengannya, seperti yang nanti akan diperlihatkannya di “Good Will Hunting” dan “Patch Adams.”
Kualitas akting film ini cukup baik. Williams mampu tampil sebanding dengan Robert De Niro. Sosok Williams pada karakter Dr Sayer sangat mampu mengendalikan sosoknya yang terlihat soliter dan klasik. Sedangkan De Niro, memperlihatkan sebuah penampilan yang cukup memukau sebagai pasien. Sosok Leonard ditampilkan dengan cukup mengesankan ketika Ia harus mengendalikan sakitnya yang membuat dirinya kejang-kejang. Tidak sampai disitu saja, keduanya memperlihatkan sebuah chemistry yang baik satu sama lain.
Era 1980-an sampai 1990-an cukup dikenal dengan kisah-kisah dramanya yang cukup menyentuh. Sebut saja “Terms of Endearment”, “Rain Man”, hingga sedikit komedi “Driving Miss Daisy” yang menjadi favorit di ajang perhelatan Academy Awards. “Awakenings” menjadi salah satu diantaranya, karena sempat meraih beberapa nominasi Academy Awards, termasuk Best Picture.
Musik di dalam film ini juga cukup menambah keseruan cerita. Randy Newman, menghadirkan musik-musik yang berusaha mengetuk hati penonton lewat kisahnya. Dari awal hingga akhir, hanya score-score sendu saja. Saya hanya mendapati lagu Opera “O Suave Fanciolla” hingga lagu “Times of the Season”-nya The Zombies yang menambah suasana film ini.
Pada akhirnya, apakah film ini perlu ditonton? Menurut saya, “Awakenings” menghadirkan sebuah model cerita yang berbeda. Kadang, kita akan menyadari bahwa “happy ending” diperlukan agar penonton bahagia dengan filmnya. Kadang juga kita akan menyadari mengapa di pertengahan sebuah film kadang sudah memperlihatkan situasi happy ending yang sebetulnya belum berhenti. Lain dengan film ini. “Awakenings” akan menghiptonis penonton untuk mencari happy ending dalam kisahnya yang menjanjikan, dan sayangnya tidak akan ditemukan sampai di akhir film.
In the end film ini coba menyimpulkan lewat pidato Dr Sayer, “The reality… we do not know what went wrong or what went right. What we do know is as the chemical window closed, another awakening took places. That the human spirit is more powerful than any drug. That is what needs to be nourished. With work, play, friendship, family. These are things that matter. This is what we had forgotten. The simpliest things.”