Terjebak dengan trailer yang cukup menggelikan, film ini seakan menyihir saya. Tanpa ekspektasi tinggi tentunya, “The Boss Baby” cukup jadi tempat meluangkan penat yang berhasil. Garapan anyar DreamWorks Animation ini akan mengajak penonton untuk masuk ke dalam dunia imajinasi para anak-anak. Sekali lagi, ANAK-ANAK!
Timothy Leslie Templeton dewasa, yang disuarakan oleh Tobey Maguire, menceritakan pengalaman masa kecil pada putri tunggalnya. Kisah tentang bagaimana Ia bertemu dengan adik laki-lakinya, Ted, disuarakan oleh Alec Baldwin. Menariknya, Ted tidak datang seperti yang diharapkan. Ia datang dalam tampilan yang berbeda. Bayi menggemaskan dengan berpakaian jas hitam, formal, dengan sebuah koper imut. Kehadiran adik kecil ini ternyata tidak menjadi sebuah kebahagiaan, tapi malah menjadi malapetaka.
Yang konyol disini, Ted aka ‘The Boss Baby’ menghilangkan perhatian kedua orangtua Tim terhadapnya. Mulai dari hilangnya nyanyian sebelum tidur “Blackbird”, dongeng bersama, hingga waktu untuknya. Kedua orangtuanya malah sibuk dengan pekerjaan mereka dan menjaga adiknya. Parahnya, ternyata Ted bukan bayi biasa. Ia merupakan seorang bayi yang diutus Baby Corp. untuk menghentikan aksi jahat Puppy Co., perusahaan tempat kedua orangtua Tim bekerja. Kehilangan dengan masa sebagai anak tunggal, Tim masuk ke dalam perjalanan luar biasa bersama The Baby Boss.
97 menit yang menghibur! Buat saya, masuk ke dalam imajinasi anak-anak sungguh menyenangkan. Sayang, ini mungkin tidak bisa dicerna dengan mudah bagi para dewasa. Michael McCullers, yang juga penulis “Baby Mama”, terkesan terlalu membuat kisahnya hanyut di imajinasi anak-anak, dan kadang terjebak dalam hal-hal ‘brutal’ dan ‘menjijikan.’ Tapi, kadang jurus-jurus ini bisa menghibur, walaupun menurut saya kadang tidak cocok untuk tontonan semua umur. Inilah yang kadang membuat saya merasa McCullers seakan terjebak dalam mendesain ceritanya: mau jadi tontonan yang bisa dicerna oleh semua umur, atau hanya sebatas anak-anak.
Secara penyajian, saya suka dengan animasi yang dihadirkan. Terutama saat aksi sok polos The Boss Baby yang menggelikan. Karakter The Boss Baby sayangnya terkesan terlalu tua dan mungkin akan agak menyeramkan buat sebagian orang. Mungkin karena voice cast Alec Baldwin, yang sebetulnya sudah lumayan terbilang funny, tapi terlalu nge-bass dan jadinya agak cukup horror.
Kalau bicara musik, komposisi score Hans Zimmer dan Steve Mazzaro terbilang lumayan disini. Sayang saja, pemilihan lagu yang digunakan terkesan terlalu oldies, dan tidak punya nuansa semangat buat para penontonnya. Misalnya, seperti “Cheek to Cheek” hingga “What the Worlds Needs Now Is Love.” Saya merasa kedua lagu ini punya tema yang cocok, tapi tidak sebagai pendukung musik film ini yang menurut saya harusnya lebih cheerful pada target penonton utama mereka. Kalau tidak, sesuatu yang catchy dan mudah diingat. Seperti bagaimana cara Disney memukau penontonnya dengan soundtrack-soundtracknya.
Tidak hanya itu saja, ada beberapa hal yang sedikit memberikan referensi pada beberapa famous character. Seperti saat adegan Eugene, antagonis pendukung yang disuarakan Conrad Vernon, sedang berusaha mendarat layaknya “Mary Poppins”. Belum termasuk sosok Gandalf “The Lord of the Rings”, Elvis Presley, sampai Flash dan Green Hornet.
Film yang juga diramaikan Jimmy Kimmel, Lisa Kudrow dan Steve Buscemi ini cukup saya nikmati. Secara keseluruhan, terasa lumayan banyak kekurangan film ini, apalagi jalan ceritanya yang cukup dangkal, yang mungkin hanya akan buang-buang waktu saja. Andai saja film ini bisa memberi pesan yang ‘lebih’ seperti “Up” ataupun “Toy Story,” harusnya bisa lebih baik dan bernilai. At least, film ini lebih ke arah mood booster buat saya. Saya lumayan puas untuk dapat terhibur dan tertawa terbahak-bahak sepanjang film, terutama pada karakter judul film ini yang terlihat polos namun tidak polos.