Diangkat dari sebuah dokumenter pemenang Oscar tahun 2007 berjudul sama, “Freeheld” adalah sebuah reka ulang perjuangan Laurel Hester guna mewariskan dana pensiun pada domestic partner-nya, Stacie Andree.
Kisah diawali dengan kehidupan Laurel Hester, diperankan oleh Julianne Moore, seorang detective yang telah mengabdi selama 25 tahun di Kepolisian Ocean County, New Jersey. Di suatu permainan bola voli, Ia bertemu dengan Stacie Andree, seorang wanita yang jauh lebih muda darinya, diperankan oleh Stacie Andree.
Diawal kisah percintaan kedua pasangan ini, Hester yang sudah terlalu lama lajang ini cukup tertutup. Ia punya banyak larangan buat Andree, dan kadangkala termasuk status hubungan yang dirahasiakan. Sampai suatu saat ketika keduanya berhasil dideklarasikan sebagai pasangan domestik (domestic partner) oleh negara bagian New Jersey.
Sayang, keharmonisan keduanya harus direnggut sebuah masalah. Hester didiagnosa terkena penyakit kanker paru-paru stadium akhir. Ini membuatnya Ia harus berhenti dari segala rutinitasnya. Demi mengamankan dana pensiun akan pengabdiannya, Ia berniat untuk mewariskannya ke Stacie. Malang, kehendak ini ternyata tidak dapat dipenuhi oleh board of freeholders di Ocean County karena status Stacie yang hanya sebagai domestic partner. Perjuangan demi kesetaraan pun dimulai, dan mulai mendapat dukungan perlahan-lahan dari rekan kerja hingga sebuah lembaga bernama Garden State Equality.
Tahun 2015 menjadi salah satu tahun penting bagi isu LGBTQ ketika U.S. Supreme Court memutuskan untuk melegalkan pernikahan sejenis disana. Sebelumnya, hanya beberapa negara bagian yang men-sahkan kegiatan ini dan sebagian besar hanya sampai pada status domestic partner. Seiringan dengan peristiwa ini, kisah film ini juga punya titik penting dalam sejarah LGBTQ di Amerika terutama di New Jersey: momen ketika penyetaraan dapat diberikan pada pegawai negeri untuk mewariskan kepada pasangan mereka.
Film ini disutradarai oleh Peter Sollett, sutradara “Nick and Norah’s Infinite Playlist” yang sudah hampir 7 tahun vakum. Naskah filmnya dikarang oleh Ron Nyswaner, penulis yang pernah mendapat nominasi Oscar untuk naskah film “Philadelphia,” hits Tom Hanks dan Denzel Washington di tahun 1993.
Film ini sayangnya tidak secetar film bertema Lesbian beberapa tahun terakhir, seperti “Carol” ataupun “Blue is the Warmest Colour.” Penyajian oleh Sollett terkesan biasa saja, sedikit mengingatkan saya dengan film-film drama pada umumnya, yang nantinya akan diulang-ulang di televisi. Begitupun ceritanya, perlu adaptasi yang cukup lama untuk masuk ke ceritanya untuk membangun ketertarikan saya.
Bicara penampilan ensemble cast-nya, Julianne Moore benar-benar memegang pengaruh arah cerita film ini. Dengan gayanya yang berbeda, serta perawakan yang lebih tua dan perlahan sakit-sakitan sedikit mengingatkan saya dengan “Still Alice.” Namun, saya masih lebih menyukai karakter Alice dibanding Laurel. Berbeda dengan Ellen Page, yang memerankan Stacie, yang baru mulai memperlihatkan taringnya ketika sudah masuk di bagian pertengahan cerita.
Yang menarik, saya cukup menyukai penampilan Steve Carell yang kadang membuat kita tertawa dengan dialog ceplas-ceplosnya. Salah satunya, “Oh honey. I would marry you, but I wouldn’t know what to do with your vagina.” Lain dengan Michael Shannon yang hadir cukup underrated sebagai rekan kerja yang luar biasa.
Ada sebuah keunikan yang sedikit menarik dari film ini, ketika appearance kedua karakter utama tidak sama persis dengan posisi hubungan mereka. Karakter Hester yang lebih tua dan lebih feminin ternyata memerankan sosok andro butchy; serta Stacie yang lebih mudah dan lebih boyish malah berperan sebagai sosok andro femme.
Kisah “Freeheld” berakhir dengan sedih, sebuah ending yang sudah tidak perlu ditebak, mengingat dari sebuah kisah nyata yang sudah populer. Ada satu kutipan menarik dari Laurel Hester: “When my heterosexual partners die. Their pension goes to their spouses. But because my partner is a woman, I don’t get to do that. In my twenty three years of being a police officer, I’ve never asked for special treatment. I’m only asking for equality.” They are fighting for equality, and they succeed!