Sebagai directorial debut Jason Moore, “Pitch Perfect” berhasil memadukan dunia college dengan deretan-deretan a cappella. Film yang diproduseri Elizabeth Banks ini menawarkan sesuatu yang berbeda. Sekali lagi, di masanya, mungkin ini suatu alternatif yang tepat selain serial musikal “Glee” yang masih mengudara.
Penonton akan diajak masuk ke dunia a cappella mulai dari opening fanfare film ini yang dikemas serba a cappella. Setelah itu, penonton dihadirkan dengan ajang International Championship of Collegiate A cappella, yang menampilkan dua penampilan, The Treblemakers dan Burden Bellas. Keduanya berasal dari Burden University, dan selalu bersaing.
Memulai kehidupannya sebagai freshman, Becca Mitchell, yang diperankan oleh Anna Kendrick, tidak se-excited yang lain. Ia hanya terfokus pada satu hal: menjadi produser musik. Ayah Becca kebetulan adalah seorang dosen disana, dan Ia kemudian menyikapi tingkah laku Becca yang suka sering absen selama empat bulan pertama. Ayahnya kemudian memberikan pilihan untuk mencari klub sesuai minatnya. Bila sesudah 1 tahun Becca tetap tidak berminat, orangtuanya akan membiayainya untuk hidup di Los Angeles dalam mencapai cita-citanya.
Pilihan Becca kemudian adalah bergabung ke Burden Bellas. Sebuah berawal saat Becca menyanyi ketika Ia hendak mandi. Chloe Beale, yang diperankan Brittany Snow, yang sedang bercinta tidak sengaja mendengar suara Becca. Ia kemudian mengajak Becca untuk bergabung dengan Burden Bellas. Apalagi ini semua karena personil Bella tinggal tersisa dua orang saja, Chloe dan Aubrey.
Becca kemudian melakukan audisi dan terpilih menjadi salah satu Bellas, setelah melewati inisiasi yang sok horror. Bersama rekan-rekan lainnya, Burden Bellas kembali memulai dari bawah dan punya target besar: Menjadi Juara pada kegiatan ICCA.
Film yang diproduseri Elizabeth Banks ini sebetulnya merupakan sebuah adaptasi. Ceritanya diangkat dari sebuah buku non-fiksi Mickey Rapkin yang berjudul “Pitch Perfect: The Quest for Collegiate A Cappella Glory.” Ceritanya kemudian diadaptasi Kay Cannon, jebolan “30 Rock” untuk mengolah ceritanya. Menariknya, cerita film ini dikemas dengan cukup menarik, lewat penampilan musik, para karakternya serta college comedy mereka.
Apa yang menarik dari tontonan ini? Film ini menyajikan sederetan penampilan a cappella yang mengcover lagu-lagu hits. Salah satu favorit saya dalam film ini ketika adanya tradisi kompetisi riff-off di Burden. Disini keempat grup a cappella Burden University saling bersaing untuk menyanyikan lagu sesuai tema yang ditentukan. Yang pasti, ini agak sebanding dengan dance duel ataupun adu rap, tapi ini adu versi grup penyanyi.
Selain itu, film menghadirkan karakter-karakter yang cukup unik. Saya cukup tertarik dengan penggarapan karakter Fat Amy, yang diperankan oleh Rebel Wilson. Fat Amy dihadirkan sebagai perempuan dengan postur bertubuh besar, namun punya tingkat percaya diri yang luar biasa dan cukup menarik lewat tingkah lakunya. Yang lainnya adalah sosok Lilly Onakurama, yang diperankan Hana Mae Lee, salah satu member Burden Bellas yang cukup tampil aneh, bersuara kecil, namun jago beatboxing. Sisanya, seperti Chloe yang agak lebay, Aubrey yang konvensional, Stacie yang gila seks, Cynthia yang lesbi, hingga sosok Anna yang pemberontak mewarnai kisah perjalanan Burden Bellas.
Diusung sebagai pemeran utama, dan juga memulai aksi singing on screen, Anna Kendrick sayangnya tidak mencuri perhatian saya seperti saat saya menyaksikannya di “Up in the Air.” Walaupun film ini sangat menyenangkan, tetapi ketika kisah masuk ke dalam kehidupan Becca, entah kenapa menjadi bagian yang paling kurang menarik dari ceritanya. Saya malah merasa lebih tertarik jauh dengan perjalanan Burden Bellas, dunia acappella ataupun kehidupan college mereka.
Sebagai sebuah eksprerimen yang berhasil, film ini menjadi peraih highest box office kedua untuk film musik setelah “School of Rock”-nya Jack Black di tahun 2003. Memulai dengan budget $17 juta, film ini berhasil meraup $115.4 juta, yang artinya memberikan sinyal untuk sebuah sekuel.
Formula yang digunakan film ini terbukti sukses. Walaupun jujur suara pemerannya mungkin tidak sehebat para solois-solois dunia, akan tetapi bagaimana cara mereka menyampaikan lagu tersebut lewat koherensi koreografi, paduan beatbox, hingga musikalisasi yang kadang suka dikemas agak complicated, menjadikan film keren ini tidak boleh dilewatkan buat para pecinta musik.