Table of Contents
🇮🇩 Bahasa Indonesia – Original
“Preparation for the Next Life” mungkin jadi salah satu film yang paling kurang menarik saya dari daftar for your consideration Amazon MGM Studios tahun ini. Film ini memiliki latar tentang kehidupan imigran di Amerika Serikat, yang ceritanya diwakili dari karakter yang multi-minoritas.
Sosok utama film ini adalah Aishe, diperankan oleh Sebiye Behtiyar, yang merupakan seorang perempuan asal Uighur, yaitu etnis minoritas Turki yang merupakan bagian dari Tiongkok. Ia bersama imigran gelap lainnya menaiki sebuah mobil freezer, demi mencari masa depan. Layaknya imigran gelap lainnya, tanpa identitas, ia bekerja dengan upah di bawah standar di New York.
Aishe merupakan seseorang yang berupaya kuat. Ia melatih dirinya agar tetap kuat dan bisa bekerja. Semua dikarenakan masa lalunya yang terbilang suram. Ayahnya, yang berprofesi sebagai tentara, ditemukan tewas. Sedangkan ibunya hanya mau hidup berserah. Inilah yang membuat Aishe mencoba melawan keterbatasan yang ia miliki.
Di tengah kerja keras tersebut, suatu pagi, ia bertemu mata dengan Skinner, diperankan oleh Fred Hechinger, seorang lelaki muda yang sedang merantau ke New York. Pertemuan awal keduanya terasa janggal. Skinner terus mengekori Aishe, yang berujung, mereka ke hotel dan you know lah kelanjutannya.
Film ini disutradarai oleh Bing Liu, sutradara yang sebelumnya meraih nominasi Academy Awards dalam “Minding the Gap.” Naskah film ini ditulis oleh Martyna Majok, yang mengadaptasi dari novel laris berjudul sama karangan Atticus Lish. Rasanya dengan tema imigran, film ini mendapat perhatian tertentu. Apalagi ada sosok besar di kursi produser, seperti Barry Jenkins dan Brad Pitt.
Masalahnya, “Preparation for the Next Life” kalau saya artikan secara eksplisit ya tentang kisah satu malam. Tentang seorang perempuan yang terus mempertanyakan tentang kehidupannya, yang ketemu dengan cowok red flag, yang sepertinya hanya butuh seks darinya. Di balik pertanyaannya yang semakin dalam, Aishe menjadi semakin naif dengan hubungan mereka yang semakin destruktif.
Saya belum membaca novelnya. Namun, dari apa yang saya saksikan, film ini terasa begitu overrated. “Preparation for the Next Life” hadir dengan begitu lambat, namun membuat saya gemas dengan keputusan-keputusan bodoh Aishe yang berbasis kata “cinta.” Apalagi yang paling epik adalah ketika ia memulai dialognya dan mengatakan jika ia adalah seorang Muslim. Bukan karena agamanya, tetapi yang memicu keepikan ini adalah saat Skinner mengatakan ia menyukai perbedaan, dan berujung keduanya untuk mencari hotel terdekat untuk bercumbu. Padahal, menurut saya, dengan menyebutkan identitas tersebut, seharusnya Aishe seakan membangun batasan ketimuran yang ia anut.
Entah mengapa, kisah imigran yang diperlihatkan dalam film ini terasa keras, namun sepertinya tidak mengena sama sekali. Amat berbeda bila membandingkan film sejenis misalnya “Past Lives“ yang terasa lebih deep, “The Brutalist“ dengan ambisi yang begitu megah, ataupun “Brooklyn“ yang menawarkan drama indah. “Preparation for the Next Life” hadir lebih buruk dari overrated-nya “Minari.”
Secara penyajian, film ini dihadirkan dalam dua bahasa. Aishe dan Skinner akan berdialog dalam Bahasa Inggris, namun penonton juga akan mendengarkan monolog Aishe yang memenuhi film ini dalam Bahasa Uighur. Padahal, lewat latar multi-minoritas ini, cerita ini seharusnya lebih powerful.
Sebagai salah satu yang dijagokan Amazon MGM Studios di tahun ini, rasanya “Preparation for the Next Life” adalah yang paling tidak menarik saya. Saya belum menemukan kategori yang unggul dari film ini. Hal ini berbeda jauh dengan “Belen” yang mungkin saja bisa mencuri perhatian seperti “Emilia Pérez.”
Pencarian akan arti kehidupan Aishe memang akan seperti materi kuat dari film ini. Ia bertutur layaknya menulis surat untuk ayahnya, sekaligus mengutarakan apa yang ia pikirkan. Sayangnya, karakter yang diperankan Sebiye Behtiyar ini sama sekali tidak memancing simpati saya. Apalagi saat adegan percakapannya dengan ulama yang berujung kurang menyenangkan. Tidak sempurna dan tidak inspiratif. Sosok Aishe adalah gambaran realita di sekitar kita. Penyajian “Preparation for the Next Life” yang dihadirkan hampir dua jam ini memang akan sungguh membosankan. It really turns me off.
🇬🇧 English Version – Translated
“Preparation for the Next Life” might be one of the films that least interests me from Amazon MGM Studios’ for your consideration list this year. This film has a setting about immigrant life in the United States, whose story is represented by multi-minority characters.
The main figure of this film is Aishe, played by Sebiye Behtiyar, who is a woman from Uighur, a Turkish ethnic minority that is part of China. She, along with other illegal immigrants, rides in a freezer truck, seeking a future. Like other illegal immigrants, without identity, she works with wages below standard in New York.
Aishe is someone who strives to be strong. She trains herself to stay strong and be able to work. All because of her rather bleak past. Her father, who worked as a soldier, was found dead. Meanwhile, her mother only wants to live surrendered. This is what makes Aishe try to fight the limitations she has.
In the midst of that hard work, one morning, she makes eye contact with Skinner, played by Fred Hechinger, a young man who is migrating to New York. Their initial meeting feels awkward. Skinner keeps following Aishe, which ends with them going to a hotel and you know the rest.
This film is directed by Bing Liu, a director who previously received Academy Awards nominations for “Minding the Gap.” The film’s script was written by Martyna Majok, who adapted it from the bestselling novel of the same title by Atticus Lish. It feels like with the immigrant theme, this film gets certain attention. Especially with big names in the producer’s chair, like Barry Jenkins and Brad Pitt.
The problem is, “Preparation for the Next Life” if I interpret it explicitly is about a one-night story. About a woman who keeps questioning her life, who meets a red flag guy, who seemingly only needs sex from her. Behind her increasingly deep questions, Aishe becomes increasingly naive with their increasingly destructive relationship.
I haven’t read the novel. However, from what I watched, this film feels so overrated. “Preparation for the Next Life” comes so slowly, but makes me frustrated with Aishe’s stupid decisions based on the word “love.” What’s most epic is when she starts her dialogue and says she is a Muslim. Not because of her religion, but what triggers this epicness is when Skinner says he likes differences, and ends with them looking for the nearest hotel to make out. Yet, in my opinion, by mentioning that identity, Aishe should be building Eastern boundaries that she adheres to.
Somehow, the immigrant story shown in this film feels harsh, but doesn’t seem to resonate at all. Very different when comparing similar films like “Past Lives“ which feels deeper, “The Brutalist“ with such magnificent ambition, or “Brooklyn“ which offers beautiful drama. “Preparation for the Next Life” comes worse than the overrated “Minari.”
In terms of presentation, this film is presented in two languages. Aishe and Skinner will dialogue in English, but viewers will also hear Aishe’s monologue that fills this film in Uighur. Yet, through this multi-minority background, this story should be more powerful.
As one of Amazon MGM Studios’ favorites this year, it feels like “Preparation for the Next Life” is the least interesting to me. I haven’t found any superior category from this film. This is far different from “Belen” which might steal attention like “Emilia Pérez.”
The search for the meaning of Aishe’s life will indeed be like strong material from this film. She narrates as if writing a letter to her father, while expressing what she thinks. Unfortunately, the character played by Sebiye Behtiyar doesn’t evoke my sympathy at all. Especially during her conversation scene with the cleric that ends unpleasantly. Not perfect and not inspiring. Aishe’s figure is a picture of reality around us. The presentation of “Preparation for the Next Life” presented for almost two hours will indeed be very boring. It really turns me off.
