Digadang sebagai film terakhir Hayao Miyazaki, “The Boy and the Heron” menjadi penutup yang istimewa. Sebelumnya, satu dekade lalu, Miyazaki membuat sebuah tribut bagi Jiro Horikoshi dalam “The Wind Rises.” Sekarang, Ia membuat cerita fantasi berdasarkan semi autobiografinya.
Karakter utama film ini adalah seorang anak laki-laki bernama Mahito Maki, disuarakan oleh Soma Santoki. Suatu malam, terjadi sebuah kebakaran hebat di rumah sakit yang mana sang Ibu ada disana. Peristiwa tersebut membawa Mahito bersama Ayahnya, Shoichi Maki, yang disuarakan oleh Takuya Kimura, kembali ke kampung sang Ibu. Ternyata, Sang Ayah memutuskan untuk menikah dengan adik istrinya yang bernama Himi, disuarakan oleh Aimyon.
Kondisi yang tengah Perang Dunia membuat sang Ayah yang mengurus pabrik amunisi udara sibuk. Begitupula dengan Mahito yang masih terjebak dengan kesendiriannya dan masih belum bisa menerima Himi. Himi yang tengah mengandung adik Mahito pun tetap bersabar untuk merawatnya. Himi dibantu tujuh nenek-nenek untuk mengurus rumah mereka yang cukup besar.
Kepindahannya ke desa ternyata kurang membuat Mahito nyaman. Ia terpaksa untuk membuat ulah demi menghindari sekolah. Di tengah situasinya yang senang menyendiri, datanglah seekor burung bangau abu-abu, disuarakan oleh Masaki Suda, yang terus mendatanginya. Awalnya Mahito merasa terganggu dengan keberadaan burung bangau abu-abu ini. Sampai akhirnya, Ia mengikuti ajakan burung bangau abu-abu tersebut, dan melakukan petualangan fantasi yang tidak pernah Ia duga.
Karya yang ditulis dan disutradarai Hayao Miyazaki ini terbilang akan memanjakan para penikmat animasinya. “The Boy and the Heron” berdurasi lebih dari 2 jam, namun tidak akan terasa dengan perjalanan ceritanya yang dikemas dengan pace tidak terlalu cepat maupun lambat. Cerita pun terasa dikemas dalam tiga babak besar. Babak pertama berisi proses pengenalan Mahito, lalu dilanjutkan dengan babak petualangan Mahiko, sampai babak konklusi dari petualangan Mahiko.
Dari segi penyajian, Miyazaki masih mempertahankan bagaimana Ia mengartikan animasi. Ia tetap konsisten walaupun menghadirkan paduan gambar khas kartun jepang dengan setting belakang yang terasa bagaikan lukisan. Miyazaki tentunya sudah menyentil saya dengan karakter-karakter yang terasa mengerikan, namun belum tentu jahat, seperti tujuh nenek pelayan yang divisualisasikan tidak seperti karakter manusia lainnya di ceritanya.
Dari penokohan, saya mencoba memahami karakter Mahito dari serangkaian keputusannya. Awalnya terasa penuh pertanyaan, sampai akhirnya saya menyadari jikalau “The Boy and the Heron” akan lebih banyak berbicara tentang penerimaan. Dalam konteks luas, Mahito akan lebih memilih kefanaan dunia terlepas dari segala hal yang mungkin Ia tidak sukai. Pada konteks yang lebih dekat, hubungan keluarga yang tidak terlihat berkonflik namun renggang ini yang saya rasa jadi salah satu inti cerita.
Seperti biasa, Miyazaki menyajikan suguhan terakhirnya lewat kolaborasi kesekiannya bersama Joe Hisaishi. Hisaishi pun terbilang menghadirkan alunan musik Ghibli yang tentunya akan terus diingat. Dari ukuran setting cerita, saya merasa ada sedikit kemiripan setting “The Wind Rises” mengingat tema waktu yang sama.
“The Boy and the Heron” juga menghadirkan karakter yang ikonik. Bukan Mahito, tetapi berhasil membuat saya jatuh hati dengan Warawara. Warawara adalah makhluk kecil berwarna putih yang jika makan banyak dan dewasa akan terbang untuk bersiap dilahirkan ke dunia. Sosok Warawara yang imut akan menjadi karakter ikonik dari Ghibli yang patut diperhitungkan.
Film ini tentu akan jadi pilihan mudah sebagai Best Animated Feature di musim penghargaan tahun ini. Film yang awalnya dirilis di Toronto International Film Festival ini, sudah berhasil mencuri perhatian di dunia festival, semenjak bisa menjadi animasi pertama yang terpilih untuk membuka festival tersebut. Sebagai sebuah karya yang memang ditunggu-tunggu, “The Boy and the Heron” seharusnya mampu untuk memuaskan dahaga tersebut. Walaupun terasa lebay jika menganggap “The Boy and the Heron” sebagai magnum opus, saya lebih suka menyebutnya sebanyak karya penutup yang istimewa. Yang pasti, film ini seharusnya akan selalu berada dalam Best of the Best-nya Ghibli Studios. A magnificent closure!
The Boy and the Heron (2023)
PG-13, 124 menit
Animation, Adventure, Drama
Director: Hayao Miyazaki
Writers: Hayao Miyazaki
Full Cast: Soma Santoki, Masaki Suda, Kô Shibasaki, Aimyon, Yoshino Kimura, Takuya Kimura, Keiko Takeshita, Jun Fubuki, Sawako Agawa, Karen Takizawa, Shinobu Ôtake, Jun Kunimura, Kaoru Kobayashi, Shohei Hino