Kalau kamu anak generasi 1990-an, pasti sudah tak asing dengan “Petualangan Sherina.” Karya Riri Riza dan juga Mira Lesmana ini, sering disebut sebagai penyelamat industri perfilman Indonesia kala itu yang sempat melempem. Lebih dari 2 dekade kemudian, Miles Films Kembali hadir dengan film ”Petualangan Sherina 2” yang akan memuaskan dahaga para penikmat film semua kalangan di tengah gempuran film bergenre horror di bioskop Indonesia.
Film produksi Miles Films dan Base Entertainment ini diawali dengan sosok Sherina (Sherina Munaf), yang kini sudah dewasa, berprofesi sebagai jurnalis dan sedang mempersiapkan diri untuk meliput pertemuan World Economic Forum di Davos, Swiss. Namun secara mendadak, Sherina dipindahtugaskan untuk melakukan pelaporan khusus tentang lembaga konservasi orangutan bernama OUKAL di hutan Kalimantan. Di sanalah Ia dan Sadam (Derby Romero), dua teman masa kecil yang lama terpisah dipertemukan kembali. Belum sempat melepas rasa rindu setelah 10 tahun tidak bertemu, rupanya pertemuan manis mereka harus terhenti ketika ada komplotan orang mencuri anak orangutan, Sayu, yang telah dilepaskan ke hutan.
Secara konflik dan alur cerita, “Petualangan Sherina 2” sebenarnya tidak begitu jauh berbeda dari film pertamanya. Permulaan dari petualangan Sherina dipicu ketika dirinya dipaksa harus pergi ke suatu tempat yang tidak Ia inginkan. Namun menurut saya, hal ini bukanlah permasalahan yang besar, malah ini merupakan hal yang baik. Karena selaku sutradara, Riri Riza berhasil membungkus petualangan Sherina sebagai sebagai kisah yang segar dan masih sangat relevan dengan kehidupan masa kini, meski berjeda 23 tahun dari film pertamanya. Siapa sangka, seorang Sadam yang dulunya manja, sekarang malah menjadi Project Manager suatu lembaga konservasi di tengah hutan belantara! Unsur linkback yang cukup banyak mulai dari hal ikonis sampai detail yang kecil pun sukses membuat penonton terpikat.
Berikutnya, saya percaya bahwa kesuksesan suatu film pasti didukung oleh tim yang solid – baik di depan ataupun di belakang layar. Pertama-tama, saya ingin mengakui kehebatan tiap pemainnya. Meski jeda beradu peran antara Sherina dan Derby terbilang lama, chemistry diantara keduanya seakan tidak pernah hilang! Mereka dapat menyampaikan pesan bahwa persahabatan yang didasari ketulusan mampu menembus ruang dan waktu. Selayaknya sahabat yang tumbuh bersama lalu terpisah dan akhirnya bertemu kembali, keduanya mampu menggambarkan kecanggungan yang pas. Saat diberi elemen romansa pun, banyak penonton turut bereaksi saat melihat keduanya saling melirik atau salah tingkah.
Selain Sherina dan Derby, sederetan aktor kelas kakap ikut tampil mendukung keberhasilan “Petualangan Sherina 2.” Siapa sangka, kehadiran Quinn Salman memerankan Sindai, gadis asli pedalaman Kalimantan mampu menyita perhatian penonton. Dengan rambut coklat kehitaman, pakaian yang lusuh dan gaya bicara yang unik, Quinn betul-betul mendalami peran dengan baik. Begitu juga dengan kemahiran Isyana Sarasvati memerankan Ratih sang antagonis, yang juga perlu diakui. Celotehan-celotehan yang unik, pakaian mewah nan norak serta dandanan yang menor dengan suara seriosa merdu yang dimiliki Isyana, menambahkan warna tersendiri pada petualangan kali ini. Meski Ratih ini sangat menyebalkan, namun tidak dapat dipungkiri bahwa kehadirannya dengan Chandra Satria selaku Syailendra, sungguh amat menghibur.
Selanjutnya, para penulis skenario dan cerita yang mampu meracik kisah petualangan yang tidak abal-abal perlu di acungi jempol. Jujur Prananto, Mira Lesmana, Riri Riza, dan Virania Munaf mampu menyentuh isu penjualan binatang langka ke pasar gelap serta penyelundupan binatang langka yang tidak umum diangkat dalam perfilman Indonesia. Tentu, secara tidak langsung film ini telah memberi edukasi kepada penonton mengenai pentingnya melestarikan hewan-hewan ini pada habitatnya. Saya bersama penonton lainnya di bioskop turut tersentuh saat menyaksikan Sayu dibebaskan secara langsung di hutan Kalimantan.
Selain itu, proses pengambilan gambar dan penyuntingan film dengan latar hutan Kalimantan tentu bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Dengan tangannya yang handal, Yadi Sugandi sebagai sinematografer, terbilang berhasil menggabungkan cerita yang berisi scene hutan Kalimantan yang syahdu dengan kota Jakarta yang sangat padat.
Aspek editing yang dilakukan Aline Jusria juga mampu mengeksekusi setiap scene dengan rapi. Perpindahan antara satu frame ke frame berikutnya terasa cukup halus. Sentuhan-sentuhan kilas balik yang cukup detail seperti donat, tas ransel yang bolong, voice note dari mami-nya Sadam dan masih banyak lagi mampu menopang kelangsungan alur cerita kali ini dari yang sebelumnya. Potongan-potongan adegan laga Sherina Sadam melawan komplotan juga ikut menambahkan ketegangan petualangan yang kedua ini lho!
Karena film ini bergenre musikal, tentu, unsur yang mampu memikat penonton adalah alunan musiknya. Selaku penata lagu, Sherina menciptakan beberapa lagu dalam “Petualangan Sherina 2” yang baru, namun masih terasa menyatu dengan “Petualangan Sherina.” Terdapat total enam track lagu yang terdiri dari 1 lagu baru dan 5 lagu aransemen ulang yang terinspirasi dari lagu-lagu film yang pertama. Balutan unsur alat musik etnik khas Kalimantan yang dimasukkan, ditambah dengan lirik dan orkestra megah dalam lagu ‘Sayu’ sukses membuat saya meneteskan air mata. Semua lagu dibawakan dengan ciri khas koreografi yang sangat apik sehingga menyatukan film ini menjadi karya yang menakjubkan.
I know I might be biased– but this movie is beautiful! It serves everything – nostalgic, dynamic, and romantic. Bagaikan Sherina dan Sadam, kehidupan dan mimpi mungkin membawa kita ke tempat yang berbeda, tapi kenangan akan membawa kita kembali. Jadi, buat kalian yang sudah menantikan sekuel ini, segera ajak kerabat serta sanak saudara kalian yang dekat maupun jauh untuk menyaksikan film ini di seluruh bioskop Indonesia. “Petualangan Sherina 2” dijamin mampu mengobati rasa kangen kita untuk ikut berpetualang dengan Sherina dan Sadam!