Kali ini saya mengajak Anda lagi untuk menikmati film dari Argentina. Bila sebelumnya saya sempat mengulas “Argetina, 1985” yang sampai jadi salah satu andalan Amazon Studios di ajang Academy Awards tahun kemarin. Kali ini, sebuah drama bertema coming-of-age yang berjudul “My Best Friend” menjadi pilihan saya sesuai dengan tema bulan ini.
Cerita bersetting di daerah Patagonia Argentina. Penonton akan langsung berkenalan dengan Lorenzo, diperankan oleh Angelo Mutti Spineta, yang sekilas sama seperti remaja laki-laki kebanyakan. Ia hidup bersama orangtua beserta adik laki-laki bungsunya. Sepintas, terlihat kehidupan keluarga mereka terasa harmonis.
Suatu ketika, saat Lorenzo pulang, Ia bertemu dengan seorang laki-laki seumurnya yang sedang duduk di depan pagar pintu rumah. Laki-laki ini membawa tas besar bersamanya, yang menandakan jika Ia seperti mencari tempat. Ia kemudian memperkenalkan dirinya sebagai Caito, diperankan oleh Lautaro Rodriguez. Seketika, Caito memberitahu Lorenzo jika Ia merupakan putra Carlos, sahabat karib ayahnya. Lorenzo pun ingat jika Caito adalah salah satu teman kecilnya.
Kehadiran Caito di rumah awalnya biasa saja. Ia tidur bersama Lukas, adik Lorenzo, yang diperankan oleh Benicio Mutti Spinetta. Ayah Lorenzo pun meminta Lorenzo untuk memperhatikannya. Masalahnya, di lingkungan yang baru ini tidak membuat Caito mudah beradaptasi. Ia kadang mau keluar di tengah malam, pergi ke bar, sampai-sampai Lorenzo pun ikut serta sekaligus berupaya memperhatikannya. Alhasil, Ibu Lorenzo yang disiplin, merasa mulai sulit untuk menerima kehadiran Caito.
Lama-lama, Lukas pun demikian. Ia risih dengan Caito yang kadang tidak tertidur. Demi menyelamatkan Caito yang sepertinya akan segera dipulangkan, Lorenzo berupaya untuk membuatnya tinggal di ruangannya. Keduanya pun kian akrab, sampai-sampai Caito berkisah tentang rahasia kedatangannya.
Sebetulnya, saya cukup agak sedikit ragu jikalau drama coming of age ini terasa tergolong sebagai sinema LGBTQ. “Mi mejor amigo” yang merupakan judul asli film ini, hadir se-implisit layaknya kita menyaksikan “Tea and Sympathy.” Dari segi penceritaan, film ini cukup banyak membawa penonton untuk mengobservasi gerak-gerik Lorenzo. Walaupun Ia berkata pada Caito jikalau Ia perlu untuk menceritakan semuanya agar lebih lega, Lorenzo tidak terlalu membicarakan hal-hal pemikirannya. Ini yang menjadi misterius.
“My Best Friend” memang terasa mengunggulkan kisah bromance yang cuma sebatas ciuman di pipi. Tapi yang bikin saya penasaran sebetulnya akan hubungan Lorenzo dan Graciana. Di sisi lain Graciana menyukai Lorenzo sampai-sampai mereka berhubungan badan, namun kurang begitu tergali akan konklusi dari penyeimbang cerita. Yang saya paling tidak habis pikir adalah ketika Sang Ibu yang menanyakan Lorenzo akan kecurigaan orientasi seksualnya. Khusus bagian ini, menurut saya Lorenzo cukup cerdik untuk menjawabnya.
Ya sebetulnya film ini memang banyak membahas cerita persahabatan, bukan cinta-cintaan. Bagaimana Lorenzo dan Caito yang punya kehidupan berbeda, mulai saling membangun rasa percaya diantara keduanya. Keduanya hadir sebagai individu-individu yang kesepian, bukan dalam konteks percintaan ataupun lingkungannya, tetapi lebih kepada membutuhkan orang yang memahami mereka.
Sekilas, saya cukup mengagumi apa yang dilakukan Lorenzo disini. Ia memegang ucapannya sebagai seorang laki-laki akan rahasia Caito, yang sampai di akhir film ini tidak diceritakan kepada orang tuanya. Di sisi lain, saya menilai apa yang dilakukan Lorenzo dalam cerita ini lebih sebatas seorang sahabat yang pengertian, dan berupaya untuk membuat keadaan baik-baik saja.
Film ini disutradarai oleh Martin Deus, dan merupakan featured-film debut darinya. Film ini dirilis pada Roze Filmdagen Amsterdam LGBTQ Film Festival. Jika melihat perilisannya, film ini puncaknya hadir di Cannes Film Festival, dan memang terfokus untuk hadir di festival-festival film bertema LGBTQ, seperti OUTShine Film Festival Miami, Puerto Rico Queer Filmfest, Pink Screens Film Festival, dan lainnya.
Dari segi pencapaian “My Best Friend” tergolong masuk ke dalam nominasi dari pilihan kritikus di negara asalnya sebagai salah satu film debut terbaik, termasuk penampilan Angelo Mutti Spinetta sebagai salah satu aktor pendatang baru. Film ini juga memenangkan Grand Prix di Cannes Cinephiles, sampai masuk ke dalam nominasi film Latin terbaik di San Sebastian International Film Festival.
Overall, “My Best Friend” dikemas sebagai drama yang cukup baik. Saya menikmati keharmonisan keluarga Lorenzo, termasuk bagaimana proses berdamai mereka yang terasa instan. Yang saya sayangkan hanya bagaimana film ini menutup ceritanya dengan ending terbuka.