Saya merasa tahun ini perfilman Indonesia akan banyak diramaikan oleh film keluarga. Setelah kehadiran “Gara Gara Warisan,” sekarang giliran featured directorial debut dari standup comedian lain, Bene Dion Rajagukguk, lewat karya “Ngeri-Ngeri Sedap.”
Cerita berawal dari pasangan Pak Domu dan Mak Domu, yang diperankan oleh Arswendy Beningswara dan Tika Panggabean, yang menginginkan kehadiran ketiga putranya yang sibuk merantau. Di rumah keluarga Batak Kristen ini hanya menyisakan Sarma, diperankan oleh Gita Bhebhita, si anak perempuan satu-satunya yang berprofesi sebagai PNS dan hidup bersama kedua orangtuanya.
Apa yang kemudian menjadi menarik dari ceritanya adalah ketika Pak Domu dan Mak Domu terpikir ide gila yang dapat memenuhi kerinduan mereka. BERCERAI! Keduanya kemudian mengatur siasat jitu. Sarma langsung menghubungi ketiga saudara laki-lakinya sambil menangis. Ya, seperti yang diduga, ketiganya pulang ke rumah berharap kedua orangtuanya bisa rujuk. Tanpa disangka, upaya pura-pura tersebut malah menjadi semakin melebar dan runyam.
Secara sekilas, apa yang dihadirkan “Ngeri-Ngeri Sedap” merupakan sebuah suguhan orisinil yang menarik. Inilah yang menjadi dasar ketertarikan saya untuk menyaksikannya di layar perak. Ini belum ditambah dengan kemegahan Danau Toba yang amat berhasil ditangkap film ini, yang seraya membuat Saya ingin kembali ke sana. Baiknya, film ini terasa humble, dengan setting kampung yang terasa tidak dibuat-dibuat layaknya sinetron stripping negeri ini.
Dari segi penceritaan, saya amat memuji bagaimana cerita ini mengangkat konflik adat menjadi salah satu bumbu utamanya. Pandangan-pandangan kolot yang kemudian ditantang film ini dengan pemikiran anak-anak generasi kekinian yang lebih terbuka. Terutama bagaimana keegoisan sang kepala rumah tangga yang hendak mengatur kehidupan semua anak-anaknya agar dapat bergerak sesuai dengan kehendaknya.
Walaupun secara ensemble cast banyak diisi dengan para pelawak dan standup comedian, Anda jangan terlalu berharap dengan banyak suguhan komedi. Saya lebih merasa setiap karakter yang kadang memang akan membuat kita tertawa ini akan lebih condong ke dalam situasi dramanya. Misalnya pada karakter Gabe Purba, yang diperankan oleh Lholox. Di film ini Lholox berperan sebagai putra kedua yang sukses berkarir sebagai pelawak di televisi, namun kurang mendapat restu sang Ayah yang lebih memilih Ia menjadi seorang pengacara atau jaksa. Hal ini tampak berbeda kontras dengan perannya dalam “Gara Gara Warisan” yang memang diatur hanya untuk memerankan sketsa komedi.
Bicara kembali mengenai ensemble cast film ini, saya cukup menikmati penampilan dari kesemuanya. Menurut saya, yang paling bersinar disini adalah peran Pak Domu dan Mak Domu. Arswendy Beningswara dan Tika Panggabean bisa menghadirkan chemistry yang menarik, sedari awal sampai bagaimana topik makanan dan racun yang menutup film ini. Akan tetapi, kalau ditanya siapa yang paling menyentil film ini, saya akan memberikannya pada Gita Bhebhita. Walaupun terasa dalam sepanjang film karakter Sarma terasa biasa-biasa saja, pada satu sisi Ia-lah yang punya scene terbaik di film ini.
Secara penyajian, dengan berdurasi hampir 2 jam, “Ngeri-Ngeri Sedap” akan membawa penonton dengan tontonan yang sebagiannya diisi dengan Bahasa Batak. Tapi tenang, film ini telah disertai subtitle, yang membuat penonton manapun akan tetap menikmati ceritanya. Saya pun sama sekali tidak merasa asing, dan tidak merasa pelafalan yang diucapkan terasa amat dibuat-buat layaknya sinetron stripping kecintaan kita.
Alhasil, kita butuh film Indonesia yang seperti ini! Penyajian yang mantap, cerita yang mengena, dan memberikan pelajaran untuk semua. Saya sebetulnya tidak menyangka dengan plot ceritanya yang mungkin awalnya hanya akan berupaya untuk menyentil anak-anak Pak Domu. Eh, ternyata orangtuanya juga kebagian! Saya hanya berharap agar semakin banyak keragaman budaya Indonesia yang diangkat, ketimbang menyaksikan drama cinta bertema religi ataupun setting luar negeri yang semakin basi.