Di akhir Maret 2014, sebuah film independen bertema Christian berjudul “God’s Not Dead” memberikan kejutan dengan mampu menembus tangga Top 10 Box Office USA dan bertengger di posisi 4 pada minggu opening release-nya. Walaupun hanya diputar di 1,860 bioskop, film ini bisa bersaing dengan film-film studio besar yang biasanya di release sekitar 3,000-an bioskop.
“God’s Not Dead” secara garis besar bercerita mengenai seorang mahasiswa baru yang merupakan seorang Kristen yang taat, yang menerima tantangan dari dosen pengantar filsafat-nya untuk membuktikan keberadaan Tuhan. Usaha pembuktian ini diawali ketika Josh Wheaton, yang diperankan oleh Shane Harper, menolak untuk menuliskan tulisan “God is Dead” bersama tanda tangannya.
Penolakan ini membuat dirinya menjadi “musuh” bagi Professor Radisson, yang diperankan Kevin Sorbo. Professor Radisson menugasinya untuk berceramah dan membuktikan keberadaan Tuhan. Tidak hanya itu, film bertema religi ini juga terdiri dari beberapa kisah-kisah kecil oleh karakter-karakter lain yang kemudian saling terhubung di akhir cerita.
Menurut saya, tidak ada sesuatu yang cukup spesial dalam film ini. Film yang disutradarai Harold Cronk ini tampil sebagai film independen yang mencoba unggul dari pesan ceritanya, tanpa mementingkan unsur-unsur yang lain. Film ini diproduksi oleh Pure Flix Entertainment, yang memang cukup terfokus dalam membuat film-film bertema Kristen dan keluarga.
Film ini dibintangi Kevin Sorbo, aktor yang dikenal lewat peran Hercules di dalam serial lawas “Hercules: The Legendary Journeys.” Juga ada Shane Harper yang berperan sebagai karakter protagonis di film. Selain mereka berdua, terdapat karakter-karakter lain yang tidak secara langsung terhubung. Salah satu yang cukup mencuri perhatian adalah Hadeel Sittu yang berperan sebagai Ayisha, seorang Muslim yang secara diam-diam berpindah agama dan diusir dari keluarganya ketika rahasia itu terbongkar.
Yang cukup mengecewakan adalah sosok Reverend Dave, yang diperankan oleh David A.R. White. Sosok Reverend Dave hadir sebagai “penolong” bagi dua karakter dalam film ini, namun ternyata dibalik itu Ia pun masih diuji imannya lewat sebuah hal yang sederhana. Sangat disayangkan ketika sosok yang sebetulnya penting ini ditampilkan hanya menjadi penambah cerita dan “badut” dalam film ini.
Film ini sebetulnya ditujukan bagi 37 kasus pengadilan mengenai perlawanan mahasiswa Kristen untuk mempertahankan hak menurut kepercayaannya, yang secara paksa dilakukan oleh perguruan tinggi lewat cara-cara yang ditampilkan dalam film ini. Tetapi yang cukup disayangkan adalah eksekusi film ini yang masih terkesan biasa saja dan kurang menggigit, yang sebetulnya memiliki potensi besar dari dasar cerita yang ingin diangkat.