Dapat dianggap sebagai sebuah tribut pada salah satu wahana tertua di Disneyland, kini giliran “Jungle Cruise” yang mengikuti jejak “The Haunted Mansion.” Dengan memasang setting menyusuri lautan Amazon, penonton akan diajak untuk menikmati petualangan fantasi dengan embel-embel misteri Amerika Selatan.
Awal alur cerita film ini terasa sedikit serupa dengan salah satu klasik Disney yang lain, “Around the World in 80 Days,” yang berawal dengan memperkenalkan ala-ala Royal Society, salah satu kelompok ilmuwan tertua di dunia. Bedanya, disini penonton akan langsung melihat MacGregor Houghton, yang diperankan Jack Whitehall, yang sedang melakukan presentasi untuk meyakinkan para kelompok ilmuwan pria yang cukup rasis untuk menembus arsip legenda ‘Tears of the Moon.’ Ternyata, Macgregor didampingi saudara perempuannya, Lily Houghton, yang diperankan oleh Emily Blunt, yang diam-diam berupaya memasuki ruangan terlarang. Berhubung keduanya sepertinya sudah menduga penolakan dari kelompok ilmuwan, Lily dengan nekat mencuri sebuah pendant legenda tersebut.
Keberhasilan Lily mencuri pendant tersebut, membuat Ia nekat bersama MacGregor pergi ke Brazil. Sesampai disana, Ia mencari sosok Nimo Nemolato, yang diperankan Paul Giamatti, seorang pengusaha ferry cruise yang mungkin dapat membantu ekspedisi mereka. Tanpa terduga, Lily bertemu dengan sosok Nimo tipu-tipu yang kemudian dikenalinya sebagai Frank Wolff, diperankan oleh Dwayne Johnson, yang berhasil meyakinkan Lily untuk menggunakan jasanya. Lily dan MacGregor pun sepakat dan memulai petualangannya bersama Frank untuk memecahkan misteri tersebut.
Film yang berdurasi 2 jam memang terfokus sebagai penyajian hiburan untuk umum. Jangan memiliki ekspektasi seperti wahana aslinya, apa yang dihadirkan dalam cerita ini amat jauh berbeda. Penelurusan misteri Tears of the Moon dikemas lewat tambahan fantasi dengan kesan mistis, yang mungkin terasa tidak asing buat orang Indonesia yang biasa dengan hal-hal gaib. Tapi, film ini engga bakal bicara setan-setanan, cuma memang karakter antagonis film ini dikemas sadis dan sangat powerful, tapi memang engga realistis ya kalau mereka bisa bunuh orang.
Sayangnya, score dari James Newton Howard di film ini terdengar amat bersemangat namun seperti tidak menyatu dengan film. Poin ini yang membuat score sebatas jadi pemanis saja, tanpa menambah keseruan ceritanya.
Kalau dari aspek teknikal, ya tentu sudah amat paham jika film memang akan mengandalkan CGI. Secara keseluruhan, penyajian CGInya tidak ada sesuatu yang spesial, tapi memang kadang ada beberapa scene yang terasa jelas. Dari visualisasi yang disajikan pun, saya menemukan sebuah goofs, yaitu ketika jalur sungai Amazon yang sedang diperlihatkan pada saat menghadirkan Frank yang sedang memimpin kegiatan cruise tour-nya tiba-tiba berubah dengan jalur yang lurus ketika memasuki opening title dari film ini. Minor sih, tapi yaudahlah.
Dari ensemble cast-nya, film ini mengusung Dwayne ‘The Rock’ Johnson, Emily Blunt dan Jack Whitehall, yang ketiga terbilang smooth untuk menghidupkan situasi-situasi komedi dalam ceritanya. Chemistry Johnson dan Blunt pun terbilang oke disini. Salah satu adegan yang cukup tak terduga adalah ketika karakter Lily yang berusaha membuka tuas dengan bantuan napas dari Frank lewat berciuman. Belum lagi ditambah dengan dinamika keduanya yang keduanya punya karakter kuat, tapi secara individual yang satu terlihat amat kokoh dengan banyak misteri, yang satu lagi nekatan dan agresif. Di sisi pendukung, sosok Nilo yang diperankan Paul Giamatti, serta sosok Trader Sam yang diperankan Veronica Falcón, cukup jadi kontributor kejenakaan di film ini.
Akhir kata, “Jungle Cruise” menawarkan tontonan yang memang tidak perlu dipikir pakai logika. Buat saya, ini sebuah tribut yang cukup menarik, dan mungkin amat berpotensi untuk mengubah alur wahana saat ini dengan cerita di filmnya. Yah, mungkin saja. Memang sih, ketertarikan saya untuk menyaksikan film ini karena cukup penasaran dengan aksi kedua pemain utamanya, tanpa ekspektasi apapun. Ternyata benar, film ini bisa membuat saya cukup banyak tertawa. But in overall, film ini masih di rentang okay. Andai saja bisa semakin jenaka dan lebih roller coaster ceritanya, pasti bakal makin keren. A tribute to the oldest attraction!