Seperti biasanya, Pixar senang bermain-main dengan cerita sarat makna. Yang tak hanya menghibur bagi anak-anak, tetapi juga berarti bagi para dewasa. Dalam animasi teranyar buatan Pixar, “Soul” mengekplorasi makna hidup dari seorang pemusik Jazz.
Tokoh sentral dalam film ini merupakan Joe Gardner, disuarakan oleh Jamie Foxx. Dari opening logo Disney di film ini, sudah diwarnai dengan musik Disney ala jazz sumbang, yang kemudian membawa penonton ke dalam set sebuah kelas Jazz di sebuah middle school. Joe merupakan guru paruh waktu yang mengajari beberapa murid tidak niat belajar. Tak lama, Ia dihampiri oleh Kepala Sekolah yang menginformasikan jika diangkat menjadi Guru Tetap. Wow! Pencapaian ini kemudian didukung oleh sang Ibu, Libba, yang disuarakan oleh Phylicia Rashad. Bagi orangtuanya, hidup Joe terbilang akan aman. Namun, bukan ini yang dicari oleh seorang Joe.
Sepertinya hari-hari keemasan Joe akan muncul. Ia tiba-tiba dihubungi oleh Curley, salah seorang bekas murid Joe yang disuarakan oleh Questlove, yang menawari posisi untuk mengisi kekosongan pianis Jazz. Pasalnya, hal menjadi menarik ketika posisi tersebut berada dalam naungan Dorothea Williams, musisi Jazz ternama, disuarakan oleh Angela Bassett. Joe melihat kesempatan ini sebagai hal yang patut tidak dilewatkanya. Dengan gembira, Ia menghadiri audisi tersebut, dan singkat cerita, Ia mendapatkan posisi tersebut. Di tengah keriangannya, tiba-tiba Joe harus masuk dalam dunia yang lain.
Film ini akan membawa penonton untuk masuk ke dalam dunia imajinasi, yang akan memperkenalkan kita dengan konsep ‘Great Beyond’ – tujuan dari para arwah yang telah menyelesaikan kehidupannya di dunia, dan ‘Great Before’ – tempat dimana para arwah dipersiapkan untuk turun ke bumi. Berusaha melawan takdirnya, Joe merasa bila ia ‘nyasar’ di Great Beyond. Ia pun dengan nekat tiba-tiba mendatangi Great Before. Sempat menjadi korban salah target, membuatnya Ia berperan menjadi seorang mentor, yang juga jebolan peraih Nobel untuk melatih 22, sesuatu arwah yang disuarakan oleh Tina Fey, yang konon tidak lolos-lolos untuk menemukan spark-nya.
Spark dalam film ini menjadi kata kunci film ini. Ketika Joe mengira bila itu merupakan minat dan bakat, ternyata Ia bermakna lebih dari itu. Konsep cerita yang dihadirkan oleh Pete Docter, Mike Jones, dan Kemp Powers, menyajikan sesuatu yang terbilang fresh, dengan setting kota New York di jaman kekinian. Ditambah dengan iringan Jazz disana-sini yang membuat film ini terasa begitu soulful.
Dari pengembangan karakter utama di film ini, kombinasi Joe dan 22 terbilang cukup saling melengkapi. Yang satu nekatan, yang satu penuh ketakutan. Saya menyukai bagaimana perubahan Joe dalam memaknai hidup, memerangi egonya sendiri dan juga memerangi dirinya di masa kini. Di sisi lain, 22 hadir sebagai big bad ass yang bias gendered namun punya pemikiran berbeda yang terbilang kritis, hasil cekokan para tokoh dunia yang tobat me-mentorinya.
Untuk urusan musik, Trent Reznor dan Atticus Ross kali ini dibantu Jon Batiste untuk bagian komposisi Jazz dalam film ini. Secara keseluruhan, sajian musik dalam film ini amat menarik, penuh dengan improv, yang membuat kita tahu bahwa pentingnya untuk memiliki penjiwaan yang sangat hidup dalam bermusik. Namun, film ini juga mengingatkan bahwa terlalu into juga tidak baik, dapat menguasai kita untuk menjadi bad soul. Sehingga, keseimbangan, saya rasa, tetap jadi faktor yang penting. Kalau dari lagu, favorit saya adalah “It’s All Right” yang dinyanyikan Jon Batiste sebagai closing song film ini.
Tentunya, sebagai usungan Disney dan Pixar di tahun ini, “Soul” terbilang akan menjadi salah satu contender terkuat yang akan memenuhi nominasi Best Featured Animation, Best Original Score, Best Original Song, ataupun Best Original Screenplay. Jika mungkin, seharusnya juga layak masuk ke dalam Best Picture di tahun ini. Film ini merupakan sebuah kejutan akhir tahun yang luar biasa. Penutup yang sekaligus merefleksikan diri kita kembali pada konsep life with a purpose. Definitely, it’s one of the best from 2020!