Sejak 8 tahun dari pendahulunya, “The Croods: A New Age” digadang sebagai sekuel kelanjutan yang dapat hadir sesukses sebelumnya. Setelah sempat direncanakan dirilis dari tahun 2017 lalu, film besutan DreamWorks animation ini akhirnya dirilis sebagai salah satu tontonan keluarga di akhir tahun 2020.
Berbeda dengan pendahulunya, awal mula film ini akan mengisahkan sosok Guy, disuarakan oleh Ryan Reynolds, yang merupakan karakter terbaru dalam keluarga aka ‘packs’ ini. Guy dengan suaranya yang gentleman, berhasil menggaet Eep, anak perempuan tertua di keluarga yang disuarakan oleh Emma Stone. Guy dan Eep mengisi awal cerita dengan menawarkan sepotong cerita cinta yang terasa belum mendapatkan approval dari kepala packs Grug, yang disuarakan oleh Nicolas Cage. Yah, Grug masih belum siap untuk melepas ‘bayi besar’-nya.
Kehadiran Guy yang punya postur tinggi kurus ini menjadi pelengkap keluarga manusia gua. Singkat cerita, Grug menemukan sebuah tempat baru yang seperti tommorowland. Disana ada berbagai makanan, pemandangan colorful yang menenangkan, serta mereka berkenalan dengan keluarga yang mendiami tempat tersebut, keluarga Betterman. Keluarga Betterman hanya terdiri dari Phil, sebagai kepala keluarga yang disuarakan oleh Peter Dinklage, Hope, sang istri yang disuarakan Leslie Mann, serta putri tunggal mereka, Dawn, yang disuarakan oleh Kelly Marie Tran. Kehidupan mereka yang lebih maju ternyata memberikan sedikit culture shock bagi keluarga manusia gua yang selama ini terbilang bar-bar. Kisah perebutan Guy pun menjadi babak baru sekaligus drama diantara kedua keluarga ini.
Apa yang sebetulnya ditawarkan “The Croods: A New Age” merupakan sebuah tontonan fantasi yang sangat imaginatif, yang terbilang amat menghibur. Penonton akan disuguhkan pemandangan penuh warna yang lebih tropis, dan tetap dihiasi dengan makhluk-makhluk monster tak nyata yang tak terduga. Misalnya seperti ikan hiu darat, ataupun serigala dengan banyak tangan. Dunia purbakala yang diusung film ini juga memang masih tidak jauh-jauh dengan tema survival, namun dengan kesan yang lebih modern, dan juga masih family-friendly dari segi cerita.
Kalau karakterisasinya, saya kerapkali tertawa dengan kelucuan tingkah laku setiap karakternya, terutama pada sang nenek dan Thunk, yang disuarakan Cloris Leachman dan Clark Duke, yang hidup karakternya berasal dari ketidaklaziman yang amat jenaka. Drama pergolakan Ayah terhadap putrinya juga sudah bukan menjadi sebuah model cerita yang asing untuk tema keluarga, dan film ini juga apik mengemas eksplorasi diri Grug akan hal tersebut. Di sisi lain, tema cinta-cinta yang terasa cukup kental di bagian awal cerita ternyata malah memudar seiring dengan penekanan value friendship ataupun persahabatan Grug-Phil yang agak terasa gayish, saya rasa.
Dari penyajian, “The Croods: A New Age” akan tetap menghibur seluruh keluarga. Film ini menawarkan kita petualangan yang sekilas jika melihat posternya mungkin akan terasa biasa, namun akan sangat jauh dari ekspektasi bila sudah disaksikan. Film yang berdurasi 95 menit ini sebetulnya seperti dikemas dari empat subset cerita: konflik diri Ayah, kisah percintaan, dunia baru dan perlawanan pada serangan Punch-Monkeys. Hal inilah yang membuat saya sampai berpikir, bila ternyata ada beberapa cerita yang tidak serta merta merasa film ini sudah selesai dan berjalan cukup cepat. Ternyata, masih ada lanjutan kisah lagi dan lagi, tanpa merumitkan alur cerita.
Terbilang sebagai salah satu unggulan DreamWorks Animation di tahun ini, tentu “The Croods: A New Age” tidak akan terlalu mendapatkan persaingan yang cukup sulit. Melihat tahun ini, yang dikarenakan pandemi global memperlihatkan kelesuan dan keterbatasan publikasi film dan bioskop, membuat film ini seperti punya potensi cukup besar dan relatif aman untuk dapat sesukses pendahulunya. Menurut saya, paling tidak sebuah slot nominasi untuk Best Animated Feature sudah akan cukup aman, walaupun harus head-to-head dengan andalan Pixar tahun ini, “Soul.”
Simpulan saya, “The Croods: A New Age” berhasil ini membuat saya tinggal di tommorrowland milik keluarga Betterman. Saya takjub dengan rumah pohon modern mereka di zaman batu, dengan keunikan alam penuh fiksi. Animasi ini merupakan sebuah kelanjutan yang patut ditonton. Mungkin, bila DreamWorks masih ingin kekeuh untuk meneruskan franchise ini, kisah keluarga Guy-Eep bisa jadi sorotan lanjutan ketimbang akan memaksa cerita dari packs Manusia Gua yang kini sudah semakin besar ukurannya. Kecuali, ada ide fresh lainnya yang paling tidak, tidak akan membuat kita merasa sebagai installment yang dipaksakan. Yang pasti, saya akan tetap menyaksikan kelanjutannya lagi. When imaginative primitive world meets its modern-day version. Again, it’s unpredictably hilariously funny.