Gimana sih rasanya menjadi yang terbuang? Ngga enak pastinya. Begitupula yang dialami Ricky Baker di film ini. Ia kemudian memutuskan untuk lari dari kenyataan dan menjadi target perburuan nasional. “Hunt for the Wilderpeople” akan membawa penonton ke sebuah kisah pencarian seorang bocah adopsi beserta paman angkatnya yang menghilang di alam liar New Zealand.
Bobby Baker, yang diperankan oleh Julian Dennison, baru saja mendapatkan rumah baru. Ia dibawa oleh seorang pekerja sosial bernama Paula, diperankan oleh Rachel House, ke sebuah rumah pertanian yang berada di pelosok negeri. Ia kemudian disambut hangat oleh Bella Faulkner, yang diperankan oleh Rima Te Wiata, yang sudah tidak sabar menunggu anggota baru keluarga kecilnya. Ia juga bertemu dengan crocodile dundee aka Hec, suami Bella yang diperankan Sam Neill, yang saat itu menggendong babi hutan yang baru saja Ia buru.
Yang disayangkan, Bobby diperkenalkan Paula sebagai anak yang kurang baik. Memang, dalam cerita hidup singkat yang diceritakan Paula, Ia seperti pernah mencoba semua jenis kejahatan dan terbilang bukan anak kecil biasa. Walaupun tidak menjadi sesuatu yang serius, Bella tetap memiliki kasih untuk anak adopsinya. Biarpun Bobby mencoba kabur dari rumah setiap malam, buatnya tak apa selama Ia pulang kembali dan sarapan di pagi harinya. Kian lama, keduanya semakin dekat sampai akhirnya maut memisahkan mereka.
Sepeninggal Bella, ancaman baru terjadi. Hec mendapatkan surat dari Kementrian bila akan dilakukan proses penjemputan Bobby kembali, mengingat kondisinya yang membutuhkan keluarga yang utuh. Tak terima dengan keputusan tersebut, Bobby pun memutuskan untuk menguburkan dirinya sendiri dan berpetualang ke alam liar demi lari dari juvenile prison yang membayanginya.
Sebagai featured film keempat Taika Waititi, saya merasa apa yang dihadirkan “Hunt for the Wilderpeople” jauh lebih meyakinkan ketimbang “What We Do in the Shadows.” Sutradara yang berasal dari Selandia Baru ini mengadaptasi salah satu novelis kenamaan negaranya, Barry Crump, yang berjudul ‘Wild Pork and Watercress.’ Dengan mengubah sedikit ceritanya, Waititi membawa penonton ke dalam cerita dengan kombinasi komedi ringan dan sedikit emosional yang seimbang. Secara genre, film ini terbilang sangat berbeda dengan film sebelumnya yang di set sebagai mockumentary. Namun, ciri khas Waititi begitu mudah untuk dikenali dari bagaimana Ia menyusun dialog-dialognya.
Salah satu yang paling saya sukai dari “Hunt for the Wilderpeople” adalah bagaimana film ini membuka kisahnya. Pemandangan alam Waitakere Ranges yang masih alami dengan latar nyanyian lagu ‘Makutekahu’ buatan Moniker, membuka film ini dengan megah. Masuk ke dalam ceritanya yang terbagi atas 9 bagian dan sebuah epilog, penonton seperti menyaksikan visualisasi novel Crump namun dengan tema cerita coming-of-age yang terbilang cukup awkward, namun menarik.
Menariknya, proses syuting film ini kebanyakan diambil dengan menggunakan single camera, dan melibatkan beberapa improvisasi seperti film Taititi yang lain. Salah satunya seperti lagu ‘Ricky Baker Birthday Song’ yang terasa ganjil dengan suara pas-pasan Rima Te Wiata. Kalau dari musiknya, score-score yang digubah Moniker yang paling terasa menyatu dengan adegannya adalah track ‘Tupac,’ yang mengiring peristiwa kematian Bella.
Dalam pandangan hemat saya, Julian Dennison terbilang berhasil untuk menjadi primadona di film ini. Memerankan sosok Bobby, Ia tampil cemerlang dan mencuri kesan sinematik disini. Belum lagi ketika Ia harus bersanding dengan aktor senior Sam Neill, yang memerankan sosok karakter yang lebih misterius tetapi senasib dengan Bobby. Salah satu yang mencuri perhatian juga adalah penampilan Rachel House sebagai Paula, si antagonis di film ini. Saya masih teringat dengan quotes personal andalan Paula di film ini: “No child left behind.”
Terasa quirky dan comical, “Hunt for the Wilderpeople” adalah salah satu contoh film dengan storytelling yang baik dan cukup seimbang. Saya menyukai kepolosan Bobby terlepas dari segala kejahatannya. Dialog-dialog polos pemecah tawa kecil, adegan-adegan awkward serta pembawaan menyenangkan untuk sebuah kisah sedih, membuatnya menarik untuk disaksikan. Mengutip quotes andalan Bobby: “I didn’t choose the skuxx life, the skuxx life chose me.”