Ada alasan menarik yang membuat saya memutuskan untuk menyaksikan film ini. PENONTON. Jumlah penonton “Danur: I Can See Ghosts” menjadikan film ini sebagai salah satu film terlaris di Indonesia sepanjang masa. 2,7 juta penonton saudara-saudara. Dengan bekal kuantitas yang seantero banyaknya itu, saya mantap jiwo untuk nonton film ini.
Film ini berkisah tentang Risa, diperankan oleh Prilly Latuconsina, seorang gadis yang memiliki kemampuan khusus. Semua berawal ketika Risa cilik, yang diperankan oleh Asha Kenyeri Bermudez, selalu ditinggalkan oleh keluarganya sendirian di rumah. Cuma ada 2 orang pembantu yang selalu sibuk dengan pekerjaan mereka. Akhirnya, Risa harus menanggung kesendirian dalam segala hal. Sampai akhirnya, di malam ulang tahunnya Ia punya sebuah permintaan: “Aku ingin mempunyai teman.”
Dan pemintaan itu terwujud! Ia kemudian berkenalan dengan Peter, William dan Janshen, tiga arwah penunggu kediaman rumah nenek Risa. Ketiganya akhirnya mewarnai kehidupan Risa. Mulai dari ikut bermain ayunan sampai petak umpet. Tidak lepas dari itu, Ibu Risa, yang diperankan oleh Kinaryosih, mulai merasa dengan kejanggalan tersebut. Akhirnya, Ia pun menyadari jika Risa berbeda dengan anak lainnya. Ia kemudian meminta tolong pada Ujang, seorang orang pintar yang diperankan oleh Jose Rizal Manua. Berkat Ujang, Risa berhasil diperlihatkan sosok asli ketiganya.
Beberapa tahun kemudian, nenek Risa yang diperankan oleh Inggrid Widjanarko, sakit keras. Untuk itulah sang Ibu membawa kedua putrinya ini, termasuk Riri, adik Risa yang diperankan oleh Sandrinna Michelle. Disana mereka bertemu dengan sepupu mereka Andri, yang diperankan oleh Indra Brotolaras. Dengan format yang sama, keduanya kemudian mulai menghadapi keganjilan-keganjilan, terutama ketika sosok Asih yang diperankan oleh Shareefa Danish, memasuki rumah nenek mereka.
Gimana ceritanya menurut anda. Buat saya, jika melihat premisnya, sebetulnya banyak potensi untuk menjadikannya lebih horror dan membuat penonton terngiang setelah dari bioskop. Ceritanya sendiri diangkat dari sebuah kisah nyata Risa Saraswati, yang sebelumnya telah merilis kisahnya dalam buku ‘Gerbang Dialog Danur.’ Ceritanya kemudian diadaptasi olehnya bersama Lele Laila dan Ferry Lesmana, sebelum akhirnya berubah menjadi sebuah horror-yang-tak-nendang!
Bicara penceritaan film ini, plot karakternya terasa begitu tidak jelas dan agak berlebihan. Kesan horror yang dihadirkan terlalu mencoba bermain dengan efek suara dan makeup horror yang tidak berhasil sama sekali untuk mengagetkan saya. Satu scene pun. Untung saja, film ini hanya berdurasi 68 menit. Saya lebih merasa kualitas cerita yang dihadirkan lebih cocok dirilis di televisi. Jika melihat apa yang ditampilkan, saya merasa film yang disutradarai oleh Awi Suryadi ini terasa terlalu overrated.
Sayang, saya merasa potensi Shareefa Danish yang berhasil memukau saya dalam “Rumah Dara” hanya menjadi antagonis yang sia-sia. Yang paling males, ya pasti karena pemeran utamanya. Honestly, saya tidak bisa menemukan sesuatu yang terkesan spesial dari penampilan Prilly Latuconsina. Bedanya, Prilly tidak tampil cengengesan seperti di serial televisinya. But, please don’t hate me. This is my honest thought. Saya merasa film Indonesia yang berjudul “The Perfect House” jauh lebih berbobot dibanding film ini. Rasa penasaran saya sekarang telah terjawab dan semua saya kembalikan pada anda. Dengan keberhasilan yang luar biasa ini, tentu tidak heran akan ada banyak sekuel-sekuel dari Danur. Pada akhirnya, dugaan kuat saya menyimpulkan kalau ‘faktor Prilly’ dan based on true story-nya sebagai formula kesuksesan film ini.