Diakui dalam posternya, ini merupakan last pitch. Franchise yang sempat sukses dengan dua film pendahulunya ternyata akan ditutup di seri ketiganya. “Pitch Perfect 3” adalah sebuah perpisahan bagi para penikmat musik The Barden Bellas, dan saya salah satu didalamnya.
Kisah di film ketiga berlanjut setelah beberapa tahun para personil lulus dari Barden University. Beca, yang diperankan oleh Anna Kendrick, sudah bekerja menjadi seorang produser musik. Malang, perbedaan pendapat dengan sang artis, membuat dirinya untuk mundur dari pekerjaannya. Buatnya, ini demi menjaga integritasnya. Tanpa disadarinya, Emily, junior mereka yang diperankan oleh Hailee Steinfeld, tengah memimpin The Barden Bellas dan mengajak seluruh mantan personil untuk melakukan reuni. Yah, sekali lagi, re-u-ni.
Para Bellas pun bertemu. Pertemuan pemimpin tiga generasi, dari Aubrey, Beca hingga Emily terwujud. 11 mantan personil hadir dengan kostum andalan mereka yang bak mirip pramugari. Mereka semua sebetulnya sudah sangat excited, apalagi ketika mengingat jika sekarang mereka bisa bertemu dan bernyanyi bersama kembali. Ternyata, undangan Emily malah pemberi harapan palsu. Para veteran ini malah disuruh untuk menyaksikan penampilan dari regenerasi mereka.
Walaupun sedikit kecewa, Aubrey, yang diperankan oleh Anna Camp, punya rencana baru. Ia berniat untuk mengajak para Bellas untuk ikut serta dalam sebuah tur USO yang bisa didapat melalui koneksi sang ayah. Semua pun setuju. Kecuali satu orang, Stacie, yang diperankan Alexis Knapp. Maklum, Ia harus absen karena sedang hamil besar dan menunggu kelahiran si buah hati.
Mereka pun melalui perjalanan mereka. Kehadiran mereka disambut baik oleh Chicago, seorang perwira yang diperankan Matt Lanter. Cuma, ternyata mereka menghadapi sebuah kompetisi baru. Mereka akan menjalani tour bersama 3 band lainnya. Dari keempat penampil ini, hanya akan ada satu saja yang dipilih untuk menjadi opening performer konser DJ Khaled. Sambil sekaligus dibuntuti kedua host a cappella yang sedang membuat dokumenter The Bellas, para personil ini akan menghadapi sesuatu yang sangat berbeda, bersaing dengan para pemain alat musik.
Di film ketiganya, Trish Sie dipercaya untuk menjadi sutradaranya. Ini menggantikan Jason Moore ataupun Elizabeth Banks yang menyutradarai di film sebelumnya. Ia sebelumnya sempat menyutradarai film dance “Step Up: All In.” Sedangkan Banks, yang juga produser film ini, malah tetap aktif dengan karakternya yang bernama Gail Abernathy-McKadden-Feinberger. Panjang ya namanya!
Ciri khas dari seri ‘Pitch Perfect’ yang paling menonjol buat saya adalah ketika mereka melakukan cover lagu-lagu yang sempat hits dengan versi a cappella. Di film ini, giliran lagu Britney Spears ‘Toxic’, DNCE ‘Cake by the Ocean’ serta hits lawas George Michael ‘Freedom.’ Juga, riff off adalah salah satu favorit saya di seri ini. Bagian yang tak pernah absen dari setiap filmnya. Kalau di riff off tema yang diangkat di lagunya adalah ‘party songs’, ‘artists you didn’t know was Jewish’, dan the unexpexted ‘Zombie apocalypse.’
Membahas ceritanya, film ini merupakan yang terpendek. Dengan hanya berdurasi 93 menit, tapi saya merasa tidak terlalu bosan. Memang sih, naskah cerita yang digarap Kay Cannon kadang terasa cheesy buat saya. Untung saja, Rebel Wilson masih terbilang menghibur dan memberikan tawa-tawa kecil dari punchline yang kadang bisa keluar kapan saja, dan disaat yang tak terduga.
Anna Kendrick tetap kembali di set sebagai main star of The Barden Bellas. Saya menemukan hal yang serupa dengan versi pertama “Pitch Perfect.” Namun karakter Beca sebetulnya kurang terlalu menarik buat saya. Jujur, saya suka dengan cara Beca dengan proses kreatifnya. Tetapi Kendrick terasa kurang stand out, begitupun dengan sedikit selipan romance yang terasa gagal bekerja. Saya masih lebih menikmati cheesy Fat Amy ataupun ketika seluruh Bellas beraksi. Itu masih lebih menonjol.
Patut diakui juga, ini mungkin yang terburuk dibanding dua film terdahulu. Tapi, perlu diketahui, film ini sudah pantas untuk tidak diperpanjang. “Pitch Perfect 3” merupakan penutup yang pas, yang tidak perlu dilanjutkan. Ini perlu jadi sebuah cult. Apalagi ketika film yang dirilis pada Christmas 2017 ini harus bersaing ketat dengan “The Shape of Water”, “Downsizing” ataupun “The Darkest Hour.”
“Pitch Perfect 3” sedikit menjawab pertanyaan saya dengan kelanjutan ceritanya. Jujur, saya lumayan puas dari awal hingga akhir. Begitupun end credits yang terasa lumayan memorable untuk mengenang adegan-adegan menarik sepanjang seri Pitch Perfect. In overall, film ini masih okay-lah. Penonton masih akan terhibur. Cuma mungkin yang saya sayangkan adalah kalau film ini tidak bisa se-bersinar “Pitch Perfect 2.”