1994. Tahun tersebut nama Tonya Harding menjadi sensasional. Bagaimana tidak, Ia dianggap turut serta dalam serangan yang menimpa rekan sejawatnya, Nancy Kerrigan. Ia juga harus menerima konsekuensi hasil pengadilan. Hingga kini, Tonya tidak pernah digambarkan merasa bersalah. Alih-alih, Ia malah menceritakan pengakuan jujurnya dalam “I, Tonya.”
LaVona Fay Golden, Ibunda Tonya yang diperankan oleh Allison Janney, sudah sejak dini melakukan ‘investasi’ pada putri tunggalnya. Ia membawa putrinya ke sebuah ice skating rink, dan meminta seorang pelatih disana, Diane Rawlinson, yang diperankan oleh Julianne Nicholson, untuk mau mengajari calon muridnya yang masih tiga setengah tahun. Berawal dari sebuah penolakan, namun dari usia ciliknya ini Ia sudah menunjukkan potensi seorang juara.
Hidup Tonya mungkin bukanlah sebuah gambaran umum American Dream. In my opinion, that was American Hell. Ayah dan Ibunya sudah berpisah sejak Tonya kecil, dan Ia hidup dalam ‘masa-masa kelam.’ Tonya dibesarkan dalam sebuah kondisi yang membuat dirinya harus keras berjuang, dari segala kebrutalan dan serangan mental yang sang Ibu.
Film ini ditulis oleh Steven Rogers yang juga pernah menulis kisah “P.S. I Love You” hampir sepuluh tahun silam. Rogers menghadirkan ceritanya dari rekaman-rekaman interview, yang kemudian direka kembali dan membuat penonton menyaksikannya dalam bentuk mockumentary. Cara penggarapan ini kemudian disuasanakan oleh Craig Gillespie, sutradara film ini, layaknya gabungan ‘When “The Royal Tenenbaums” meets “The Grand Budapest Hotel.” Menggunakan cara ini, penonton akan seperti mendengar Tonya menceritakan kisahnya, dan membangun empati penonton mengenai hal-hal yang mungkin tidak terceritakan dalam ‘skandal’ sensasionalnya.
Film ini berkisah tentang seorang perempuan. Namun, kalian harus siap menikmati adegan baku hantam dimana-mana. Ini memang bukan sebuah film action, namun kasarnya hidup Tonya terbilang tidak lazim. Salah satu yang mengejutkan adalah ketika LaVona yang secara sengaja melempar pisau dan tertancap di lengan Tonya. Duh! Tapi ini baru sebagian. Masih ada banyak kekerasan lainnya yang selayaknya santapan hidup seorang Tonya.
Baginya, hidupnya hanyalah dengan skating. Ia tidak punya pendidikan, dan mungkin hanya akan menjadi Ibunya yang cuma jadi seorang waitress. Sosok Tonya ternyata berhasil diperankan dengan apik oleh seorang Margot Robbie. Robbie berhasil menghipnotis saya dengan perannya sebagai Harley Quinn dalam “Suicide Squad.” Again, dalam masa keemasannya Ia dapat tampil sangat berkarakter, keras, dan juga cantik. Aktris asal Australia ini kembali membuktikan kalau Ia memang dapat berakting, and she was nailed it!
Sosok LaVona, Ibu yang menghabiskan segalanya demi ber-‘investasi’ melalui putri tunggalnya, punya cara sendiri untuk mendidik yang mungkin tidak bisa diterima orang banyak. Akan tetapi, mau tidak mau setuju, LaVona tetap membuktikan dari tangan besinya Ia berhasil mencetak seorang juara nasional. Saya juga cukup terkejut dengan cara LaVona. Misalnya, saat Ia membayar haters bayaran untuk menjatuhkan mental Tonya sebelum Ia memulai aksi skating-nya.
Berdurasi hampir 2 jam, film ini berisi sebuah perjalanan karier yang begitu singkat. Tidak ada yang mungkin terlihat istimewa. Dibalik kesuksesannya, isi hidup seorang Tonya hanyalah kekerasan dan kekerasan. Ini juga berlaku pada Jeff, suami Tonya yang diperankan Sebastian Stan. Walaupun Ia menimpali dirinya kalau tidak pernah berlaku kasar, tapi aksi kekerasan kerapkali terjadi, biar Ia kembali berusaha memikat dengan ciumannya.
Dalam pandangan saya, mungkin Tonya tidak bersalah. Tapi, kecerobohan beberapa oknum berhasil membawa kariernya yang selama ini di bangun karena kerja keras menuju kehancuran abadi. Tonya malah dianggap berusaha tidak fair untuk menjatuhkan lawannya. Ulah Jeff ternyata membangun sebuah snowball yang menjadi santapan media yang luar biasa.
Pada akhirnya, “I, Tonya” berusaha untuk mengungkapkan yang selama ini tidak terungkap atau tidak dipercayai. Mungkin ini juga yang membuat seorang Tonya Harding tidak pernah merasa menyesal ataupun meminta maaf pada Nancy Kerrigan. Sebab, Ia tidak merasa sebagai pelaku. Ia hanya menjadi ‘korban’ dari sekawanan orang bodoh yang berpikir sangat matang. Malangnya, Ia pun harus membayarnya. Seperti kata Tonya, “That’s the story of my life, and that’s the f**king truth.”
Thanks to Allison Villasenor from Neon for providing the digital screener. I, Tonya already widely released in USA since December 8, 2017 and will be release in Singapore in February 1, 2017.