Bulan Mei 2017 lalu, salah satu icon sirkus Amerika, Ringling Bros. and Barnum & Bailey Circus, menyelesaikan aksi mereka menghibur selama 145 tahun. Di penghujung 2017, sebuah drama musikal berjudul “The Greatest Showman,” terinspirasi atas kisah P.T. Barnum, pendiri the Barnum & Bailey Circus.
Namanya adalah Phineas Taylor Barnum. Phineas, yang diperankan oleh Hugh Jackman, merupakan anak seorang tukang jahit. Salah satu klien ayahnya adalah keluarga Hallett. Menariknya, Phineas ternyata jatuh cinta dengan satu-satunya putri keluarga itu. Ia bernama Charity, diperankan oleh Michelle Williams. Menjelang besar, Phineas menjalani masa-masa sulitnya, terutama sepeninggal sang ayah. Ia hidup di jalan, mencuri, dan berbuat apapun agar bisa hidup. Juga, Ia tidak pernah meninggalkan kesempatannya untuk saling bertukar surat dengan Charity hingga Ia dewasa.
Ketika sudah menjadi dewasa, Phineas berhasil mendapatkan Charity, walau tanpa restu keluarga Hallett. Ia kemudian bekerja sebagai seorang clerk di sebuah perusahaan dagang. Alih-alih punya rencana pada bosnya, Ia beserta seluruh rekannya harus mengalami PHK. Alhasil, ayah yang kini sudah beranak dua harus memutar otaknya agar dapat bertahan hidup. Ia pun punya rencana baru: menjaminkan akte perahu yang telah tenggelam milik perusahaannya dulu, dan mendirikan sebuah museum yang tidak biasa.
Proyek film yang sudah direncanakan sejak 2009 ini sedari awal sudah menggandeng Hugh Jackman. Jackman memang sebelumnya telah dikenal sebagai aktor yang kerapkali bernyanyi dalam filmnya. Sebut saja “Les Miserables” yang masuk ke dalam nominasi film terbaik Academy Awards. Kisah film ini sendiri ditulis oleh Jenny Bicks dan Bill Condon. Mereka mengambil kisah kehidupan P.T. Barnum, yang diambil sejak Ia kecil hingga bagaimana Barnum mampu menghidupkan kembali sirkusnya setelah segala usahanya sempat hancur.
Dari sisi musikalnya, Benj Pasek dan Justin Paul menggarap lagu-lagu di film ini. Sedangkan untuk score-nya, ada John Debney dan Joseph Trapanese. Bicara musiknya, sebagai seorang musical lover, lagu-lagu yang ada di film ini bertempo cepat dengan suasana yang mulai kekinian. Salah satu lagu favorit saya disini adalah “Come Alive.” Juga ada track “Never Enough” yag powerful juga salah satu yang patut diperhitungkan, serta termasuk tembang “This Is Me” yang juga lumayan inspiring.
Dari penyajian musikalnya, penonton seperti saya mungkin harus kerapkali bersabar. Film ini penuh dengan permainan CGI yang sangat-jelas-terlihat. Hampir sebagi besar adegannya sangat terasa buatan studio. Mungkin, ini juga termasuk dengan koreografi dan gerakan akrobatik yang ada di sepanjang film. Tetapi, saya cukup salut dengan usaha Michael Gracey, yang menampilkan sebuah adegan penampilan sirkus yang meriah.
Sebetulnya, saat menyaksikan film ini saya lumayan sering tersenyum sendiri menikmati ceritanya. Cuma, ceritanya terlalu terasa berjalan begitu bahagia. Seperti ketika Barnum yang sangat miskin tetiba sudah berhasil memiliki mansion sendiri dalam waktu singkat. Begitupun dengan cerita cinta Philip Carlyle dan Anne Wheeler yang hanya terasa sebagai supporting story film ini.
Dari sisi castnya, ada banyak bintang di film ini. Mulai dari Hugh Jackman, Michelle Williams, Zac Efron, Rebecca Ferguson, hingga Zendaya. Kalau dari ceritanya, mungkin sosok Williams sebagai Charity yang paling inspiring. Tetapi, penonton harus siap-siap jatuh hati dengan Zac Efron yang hadir semakin matang, dibanding menyaksikannya dalam “Bad Grandpa” ataupun franchise “High School Musical.”
Penata gaya film ini patut dipuji. Akan ada banyak adegan musikal yang cukup menghibur. Seperti segment “The Other Side” yang menyajikan aksi Jackman dan Efron beradu negosiasi hingga sampai menghasilkan deal di sebuah bar. Ataupun permainan trapeze Zendaya dan Zac Efron saat segment “Rewrite the Stars” yang terasa indah dan romantis.
Secara keseluruhan, walaupun agak sedikit kecewa dengan ceritanya yang tampak terlalu bahagia, “The Greatest Showman” terbilang menghibur. Penonton akan belajar bagaimana sosok Phineas Barnum mampu memanusiakan para freaks yang ditelantarkan keluarga mereka, mengubah mereka menjadi sensasional dan menjadi lebih berharga. Begitupun dengan pelajaran yang saya dapatkan dari sosok Charity Hallett di film ini, bahwa kebahagiaan tidak dapat dibeli secara materi namun akan teraih disaat kita mensyukuri dan menikmati apa yang sudah kita miliki, tanpa perlu berlaku dendam pada siapapun. Nice!