Ini merupakan sebuah hasil adaptasi dari sebuah musikal klasik berjudul sama tahun 1982 karangan Stephen Sondheim. “Sweeney Todd” versi Tim Burton ini hadir sengan nuansa yang berbeda. Burton menyajikan sebuah tontonan musikal yang sarat dengan black comedy, ditambah visualisasi imajinasinya yang bisa menyulap para penonton.
Ceritanya berkisah mengenai Sweeney Todd, seorang pria yang diperankan oleh Johnny Deep. Ia kembali ke London, demi melaksanakan keinginannya setelah sekian tahun, melakukan sebuah pembalasan dendam. Secara tidak adil Ia dipenjara oleh seorang hakim yang bernama Turpin, yang diperankan oleh Alan Rickman. Terpisah dari Istri dan anaknya membuat Ia memulai sebuah pencarian dengan identitas sebagai Sweeney Todd, seorang pencukur yang handal.
Bertemu dengan Mrs. Lovett, yang diperankan oleh Helena Bonham Carter, Ia dibantu untuk melakukan pembalasan dendam terhadap Turpin. Keduanya memulai kedai pie Lovett dan sebuah barbershop miliknya. Sebelum memulai debutnya sebagai tukang cukur, Ia telah berhasil mengalahkan Pirelli, yang diperankah oleh Sasha Baron Cohen, seorang pencukur ternama di London. Tidak hanya menang dalam adu cepat mencukur saja, namun Todd juga sekaligus membunuh Pirelli dalam barbershop-nya.
Mendapatkan banyak langganan, membuat usaha Todd kian laris. Namun, Todd punya sebuah pemikiran. Ia harus membunuh setiap pengguna jasanya, untuk dijadikan sebagai bahan pembuat isi Pie di Kedai Mrs. Lovett. Pie daging Mrs. Lovett yang ternyata daging manusia, laris manis, dan mampu mengalahkan kedai pie yang berada tepat di depan kedai pie Mrs. Lovett.
Kisahnya tidak hanya sampai disitu. Penonton juga akan berkenalan dengan sosok Johanna, kisah percintaan Lovett dan Todd, hingga sosok kehadiran wanita gila yang selalu berkeliaran di depan rumah Turpin.
Perlu diakui, ini merupakan salah satu masterpiece Tim Burton. Saya tidak menyangka, ternyata Burton juga mahir dalam menggabungkan imajinasinya yang spektakuler dalam film yang bergenre musikal. “Sweeney Tood” punya cita rasa yang tersendiri sebagai sebuah musikal. Cerita pembalasan dendam yang penuh dengan penggambaran banyak darah yang bercucuran dan tanpa maaf. Film ini sungguh ajaib buat saya!
Tidak hanya itu, Johnny Deep untuk kesekian kalinya, membuktikan bahwa Ia adalah seorang aktor yang sangat sangat brilian. Selalu dengan peran yang berbeda dan aneh, yang benar-benar menuntut kemampuan aktingnya. Deep selalu menawarkan sesuatu yang “fresh” buat saya. Edisi kali ini, Ia merupakan sosok yang dingin, sadis, dan tanpa maaf. Penampilannya tidak seperti “Charlie and Chocolate Factory,” yang menuntutnya seperti idiot, atau setengah sinting dalam “Pirates of the Caribbean”, ataupun menjadi serius seperti di “Sleepy Hollow.” Kolaborasi Deep dan Burton yang kesekian kalinya ini, terbilang sangat berhasil. Saya menganggap kalau chemistry mereka adalah salah satu yang terbaik di Hollywood.
Tidak hanya Deep, Helena Bonham Carter, istri Burton, yang berperan sebagai Mrs. Lovett juga patut diberi acungan dua jempol. Carter yang merupakan salah satu langganan di film Burton, berhasil menampilkan karakter Mrs. Lovett yang sebenarnya terbilang aneh, unik, namun masih terbilang waras dibandingkan perannya di “Harry Potter.” Selain Carter, Beberapa aktor yang bermain dalam “Harry Potter” juga bermain dalam film ini, sebut saja Alan Rickman, pemeran Snape yang menjadi Hakim Turpin, serta Timothy Spall, yang merupakan si Wormtail, yang dalam film ini menjadi asisten Turpin.
Walaupun sama-sama berisi dengan kisah pembunuhan, seperti “Chicago”, musikal ini punya kesan artistik tersendiri. Pembuatan setting sisi gelap kota London yang digambarkan berhasil memberikan kesan yang menarik. Tata artistik yang sangat baik oleh Dante Ferreti, memang pantas memberikannya sebuah piala Oscar. Diatur dengan sedemikian rupa, sehingga terlihat dengan sangat cemerlang, terutama barbershop milik Sweeney Todd, yang ajaibnya punya sebuah lubang khusus.
Semprotan kucuran darah akan hadir tiada henti, yang akan sedikit membuat penonton jijik. Jika Anda takut dengan darah, sebaiknya jangan menonton film ini. Walaupun sebetulnya bohongan, tapi akan cukup mewarnai film ini. Jika Anda cukup takut untuk menyaksikan film ini, yang perlu di dalam benak pikiran Anda kalau film ini hanyalah sesuatu fiktif belaka, yang penuh dengan permainan efek. Sejauh yang saya tonton, film ini tidak menjijikan, tetapi memiliki adegan-adegan yang memorable, salah satunya adalah gaya cukur Sweeney Todd saat menghabisi nyawa para korbannya.
In the end, ceritanya ditutup dengan cukup baik. Saya merasa cukup adil, dan ini adalah salah satu yang terbaik dari Burton. Dengan kesan yang berbeda, “Sweeney Todd” adalah salah satu yang punya ciri khas jelas dalam genre-nya, apalagi ketika film ini berhasil menggambarkan sosok utamanya yang sangat kejam dengan sangat amat baik.