Pertama kali saya mendengar franchise ini ketika saat saya masih di Sekolah Dasar dan menyaksikan versi kartunnya di saluran Cartoon Network. “The Addams Family” merupakan salah satu favorit saya kala itu. Entah kenapa, kesan dark gothic but still quirky menjadi salah satu yang memikat saya. Di versi live action-nya ini, “The Addams Family” me-reboot serial klasik yang pernah mengudara di Amerika Serikat melalui ABC pada tahun 1964-1966.
Cerita berawal dengan memperkenalkan penonton dengan sosok-sosok anggota The Addams Family. Ada sosok ayah, Gomez, yang diperankan oleh Raul Julia. Sosok kepala keluarga ini merupakan pecinta mainan kereta dan Ia tidak akan bisa untuk berhenti mencintai istrinya, Morticia, yang diperankan oleh Anjelica Huston. Mereka berdua telah memiliki dua orang anak, Wednesday dan Pugsley, yang diperankan oleh Christina Ricci dan Jimmy Workman. Wednesday merupakan seorang putri yang suka tampil serius dan berbicara tajam. Sedangkan Pugsley, Ia senang menjadi objek eksperimen saudarinya dan hobi mengambil rambu-rambu jalan.
Mereka juga hidup bersama nenek mereka yang senang memasak, Grandmama, yang diperankan oleh Judith Malina. Juga ada Lurch, diperankan oleh Carel Struycken, pelayan keluarga yang berparas hampir serupa dengan Frankenstein. Tidak ketinggalan, juga ada karakter Thing, mahkluk berupa tangan yang diperankan Christopher Hart. Sayangnya, sudah selama 25 tahun belakangan, mereka kehilangan saudara Gomez, Fester Addams.
Pengacara Keluarga Addams, Tully Alford, yang diperankan oleh Dan Hedaya, berniat untuk meminjam uang pada Gomez. Sayang, Gomez tidak mau meminjamkannya hingga kuartal berikutnya. Akan tetapi, rencana jahat pun Ia lakukan. Ia mengajak Abigail Craven berserta anaknya, Gordon Craven, untuk berpura-pura dalam sebuah skenario. Skenarionya Gordon berpura-pura untk menjadi sosok Fester, mengambil harta keluarga Addams, dan pergi menghilang.
Entah kenapa, versi live action inilah yang paling populer dari versi installment yang lain. Juga versi ini merupakan yang paling sukses, dari budget sebesar $30 juta, film ini berhasil meraup $191.5 juta serta menjadi film terlaris ke 7 pada tahun tersebut. Tidak heran kalau film ini mendapat kesempatan untuk membuat installment berikutnya yang kemudian dirilis di tahun 1993.
Apa yang paling saya sukai dari film arahan Barry Sonnenfeld ini? Tentu penampilan karakternya yang nyentrik. Make up dan kostum di film ini terasa khas, dan produksi set yang terbilang keren untuk jaman itu. Kalau membahas ceritanya, sejujurnya tidak terlalu mengena pada saya. Mungkin “Home Alone” masih jauh lebih menghibur buat saya. Yang menarik disini adalah keluarga Addams, bagaimana mereka dengan santainya memperlihatkan hal-hal yang terkesan biasa pada orang-orang di sekitar mereka yang sebetulnya merasa itu tidak biasa.
Film ini juga merupakan salah satu peninggalan Raul Julia, sebelum aktor Puerto Rico ini meninggal di tahun 1994. Julia berhasil menghidupkan sosok Gomez, dan bila dibandingkan dengan versi 1964 yang diperankan John Astin, saya masih menyukai versi Julia. Selain itu, aktris berkarakter Anjelica Huston juga cukup memorable dengan perannya sebagai Tish. Saya merasa chemistry Julia dan Huston terbilang serasi, sambil membayangkan jika saja salah satu dari mereka diganti, pasti tidak akan se-fenomenal hingga kini.
Walaupun tidak sesuai dengan ekspektasi saya, saya merasa kalau film ini punya kesan yang sama-sama dimiliki film-film di awal 90-an. Tidak tahu kenapa, kesan gothic yang dihadirkan juga sedikit mengingatkan saya dengan film Burton seperti “Batman Return,” “Beetlejuice,” ataupun “Edward Scissorhands.” Terasa cukup related, namun untuk ukuran directorial debut untuk Sonnenfeld ini terbilang lumayan. Andai saja kalau Burton yang menyutradarainya, yang pasti “The Addams Family” akan hadir lebih gelap dan menghibur.