Tidak hanya di Indonesia, menggunakan jasa para asisten rumah tangga sudah menjadi sebuah praktik yang lama berlaku di wilayah Asia. Kali ini, melalui “The Scent of Green Papaya,” kita akan menyelusuri kehidupan seorang gadis bernama Mui, yang berprofesi sebagai pelayan pada masa sebelum perang Vietnam.
Mui kecil, yang diperankan Man San Lu, masih berusia 10 tahun. Dengan tua tas lusuh yang dibawanya, sambil menggunakan kain ikat kepala membawanya ke sebuah rumah. Rumah besar dengan halaman yang cukup luas, ditambah sebuah toko kain didepannya. Kedatangannya kemudian disambut oleh seorang Ibu, yang tak lain dan tak bukan merupakan majikannya, yang diperankan oleh Thi Loc Truong. Disana bersama seorang pelayan senior, mereka bekerja untuk keluarga besar yang terdiri dari nenek, ayah, ibu, dan 3 orang putra.
Kehadirannya ternyata cukup berarti bagi sang majikan. Maklum saja, sosok Mui dianggapnya seperti putrinya sendiri. Tujuh tahun sebelumnya, sang majikan telah mengalami kehilangan putrinya yang sepertinya sebaya dengan usia Mui. Ini menjadi jawaban mengapa majikannya selalu bersikap baik padanya.
Dinamika rumah tangga majikannya menjadi salah satu hal yang diperhatikan di film ini. Setiap hari Ibu mengurus toko dengan berdagang kain di di toko depan rumah, dan kadang dibantu dengan pembantu senior. Sedangkan si nenek, semenjak kematian cucu perempuannya sudah tidak pernah menginjakkan kaki ke lantai bawah. Ia sibuk berdoa sepanjang hari di kamarnya di lantai atas. Kalau anak yang tertua, kadang Ia membawa temannya yang bernama Khuyen, yang diperankan oleh Hoa Hoi Vuong. Sedangkan dua adiknya, yang satu sibuk untuk mencermati tingkah hewan dan menyiksanya; dan satu lagi cukup usil dan sering mengacaukan pekerjaan Mui.
Karakter ayah, yang diperankan oleh Ngoc Trung Tan, menjadi salah satu pembawa cerita di film ini. Bayangkan saja, perhiasan dan uang simpanan Ibu dibawanya pergi. Setelah sekian lama, Ia pulang dan masih membawa sedikit dari perhiasan tersebut, namun kondisinya semakin buruk. Tak lama, Ia pun menghembuskan nafas terakhirnya.
Kehebatan sosok Ibu diperlihatkan film ini dengan penggambaran sosok Mui. Penonton akan melihat bagaimana keluarga besar ini mendapat nafkah dari Ibu yang berdagang. Juga, Ia rela untuk menjual koleksi china-nya demi membiayai keluarganya. Penonton akan menyaksikan bagaimana pelayan senior juga cerdik untuk mengakali situasi mereka yang mulai susah. Misalnya, seperti menyajikan makanan berkuah dengan lebih asin, sehingga penghuni rumah akan semakin banyak menyantap nasi untuk menawarkan rasanya. Pengamatan ini menarik, terlihat jelas ketika makanan asin yang dihidangkan mendapat protes dari putra terbungsu. Akan tetapi, ketika Ibu mendekati meja mereka, Ia malah bersikap menerima makanan dengan menggangguk saat ditanya.
Tran Anh Hung sungguh brilian! Saya menyukai cara penceritaannya yang kadang mencoba mengarahkan penonton untuk meliat adegan utama dari jarak jauh. Ia selalu menggunakan lubang-lubang jendela, lubang pintu, dan sebagainya untuk menyajikan penggambaran adegan agar terasa sinematik. Serta, transisi yang sering Ia perlihatkan dari satu adegan ke adegan yang lain secara berkelanjutan terasa cukup menarik.
Sebetulnya, bicara ceritanya, mungkin terasa kurang spesial buat saya. Cerita yang coba disampaikan dikemas dengan ritme penceritaan yang begitu lambat. Uniknya, lambatnya ini kadang dikemas dengan keramaian suara jangkrik dan alunan-alunan teror. Untuk beberapa adegan malah bisa terasa terlalu mencekam buat penonton. Tapi ingat, ini bukan sebuah film horor, dan penyajian efek thriller dalam dramanya lumayan membuat saya deg-degan.
Film ini terasa seakan membawa penonton untuk mengobservasi. Tidak hanya kehidupan para pelayan dan majikannya, tetapi juga termasuk para hewan dan tumbuhan penghuni kediaman mereka. Ada katak, jangkrik, semut, pohon pepaya, hingga kebun kecil di halaman. Semuanya ini mendapat porsi dari Hung untuk dimasukkan ke dalam ceritanya. Ternyata, observasi-observasi ini kadang bisa kita kaitkan dengan bagaimana Mui mengeksplorasi keindahan alam tersebut pada dirinya. Pada akhirnya saya lumayan mengerti dengan ceritanya. Bagaimana kaitan rencana Ibu untuk memasukkan Mui sebagai pekerja di rumah Khuyen, yang sebetulnya ternyata sejalan dengan hati Mui selama ini.
Film ini merupakan film pertama yang menjadi wakil Vietnam dalam ajang Academy Awards. Di tahun debut mereka, film ini juga langsung berhasil masuk ke dalam nominasi dan menjadi satu-satunya hingga kini. Film ini dirilis pada awal tahun 1993 melalui Cannes Film Festival. Sebagai debut featured film-nya, Tran Anh Hung, sutradara asal Vietnam-Perancis mendapatkan penghargaan Camera D’Or dan Award of the Youth. Fakta lainnya, Tran Nu Yên-Khê yang berperan sebagai Mui dewasa merupakan istri Hung.
Dari kualitas penyajiannya, “The Scent of Green Papaya” termasuk ke dalam salah satu film Asia terbaik yang pernah saya tonton. Mungkin saya kurang terlalu menyukai bagaimana jalan kisahnya, tetapi saya menikmati bagaimana cara film ini bercerita dalam permainan visual, setting, hingga musik yang kadang terkesan meneror. Visually stunning!