Hidup tidak seperti keluarga biasanya, “Captain Fantastic” membawa penonton ke sebuah potret gaya hidup keluarga yang lebih keras, lebih hijau, serta lebih intelek. Pelakunya adalah Ben Cash, diperankan oleh Viggo Mortensen. Ia melatih keenam anaknya latihan fisik, termasuk cara bertahan hidup, bertarung, ataupun menggunakan senjata-senjata. Ia juga membiasakan mereka untuk masuk ke dalam jendela ilmu pengetahuan, buku.
Opening scene film ini cukup menengangkan dan menggelegar. Dibuka dengan aksi perburuan seekor rusa, dan diakhiri dengan inisiasi anak tertua yang kini telah menjadi seorang pria. Adegan ini sedikit memberi ekspektasi dengan banyaknya disturbing scene di bagian berikutnya. Untung saja, tidak!
Cerita kemudian berlanjut dengan bagaimana Ben mengajarkan putra-putrinya untuk hidup. Mereka tinggal di hutan, menanam sayuran mereka sendiri, membuat pakaian dari hasil buruan mereka, serta tetap melakukan misi yang diberikan sang ayah. Di malam harinya, mereka akan duduk di depan api unggun sambil membaca literatur yang telah ditugaskan. Salah satu yang menarik disini ketika adanya adegan spontan untuk bermain musik. Kombinasi musik bebas dan suara teriakan yang dikumandangkan terlihat begitu hidup dan menyenangkan.
Tentu akan bosan bila kita hanya terus memperhatikan kehidupan keluarga Cash. Ben saat itu hidup bersama putra-putrinya. Drama di film ini dimulai ketika Leslie, istri Ben yang sudah tidak tinggal bersama mereka, memutuskan untuk bunuh diri. Ben mendapatkan info ini melalui saudarinya, Harper, via telepon. Kabar tersebut membawanya untuk membaca surat wasiat dan permintaan terakhir Leslie yang cukup unik. Sayang, hubungan Ben dengan keluarga Leslie juga tidak baik. Jack, ayah Leslie yang diperankan Frank Langella, melarangnya untuk hadir di prosesi pemakaman. Akan tetapi, anak-anak Leslie menuntut Ayahnya agar mereka memulai sebuah misi baru: ‘Save the mom.’
Kisah film ini yang ditulis sekaligus disutradarai Matt Ross. Ross menampilkan sebuah karya yang orisinil. Saya suka dengan cara penggambaran keenam anak Cash yang masing-masing punya kemampuan luar biasa dan permasalahan masing-masing. Mereka memiliki kemampuan dan stamina seperti atlit elit, dan punya pengetahuan diatas rata-rata. Minusnya, mereka tidak dibekali dengan hal-hal duniawi seperti brand, makanan cepat saji ataupun permainan console. Mereka punya kemampuan untuk berbicara berbagai macam bahasa, dan menarik menikmati percapakan mereka yang saling dibalas dengan bahasa yang berbeda-beda. Ross juga memperkenalkan salah satu perayaan di keluarga Cash, “Noam Chumsky Day” yang terbilang asing bagi orang-orang lain.
Di salah satu adegan, terdapat sebuah dialog hebat antara Ben dengan Harper, ketika Harper berniat untuk menyekolahkan keponakan-keponakannya. Harper peduli dengan masa depan anak-anak yang cuma memiliki pendidikan home schooling secara mandiri dari ayah mereka. Akan tetapi, Ia tidak berhasil menunjukkan pada Ben kalau putra-putranya lebih intelek dari mereka. I think that’s why this movie caled him as ‘Captain Fantastic’.
“Power to the people. Stick it to the man.” Dua kalimat tersebut adalah slogan andalan anak-anak Cash. Menariknya juga, Cash mendidik anak-anaknya dengan jujur. Ia tidak mau ribet ketika ada hal-hal yang dapat diberitahu ketika mereka mencapai usia tertentu. Ia tidak menjadikan usia sebagai suatu penghalang. Salah satunya adalah saat Nai bertanya tentang rape, sexual intercourse, hingga v**ina, yang dijawab begitu eksplisit oleh Ben. Hal pun berlanjut dengan kelucuan saat Ben berusaha untuk memuaskan penjelasannya dengan menghadiahkan buku “The Joy of Sex” pada Nai yang masih berusia sangat dini.
Film ini awalnya dirilis di Sundance Film Festival, kemudian masuk dan menjadi pemenang dalam kompetisi Un Certain Regard di Cannes Film Festival 2016. Film independen ini kemudian didistribusikan oleh Bleecker Street pada pertengahan tahun 2016. Film ini juga berhasil menyabet sebuah nominasi Golden Globe, BAFTA hingga Academy Awards untuk peran Viggo Mortensen sebagai Ben Cash. Penampilan Mortensen di film ini sangat berkesan, walaupun akan ada adegan sedikit full frontal nudity-nya. Namun karakter Ben Cash akan cukup sulit untuk diperankan. Kombinasi nyentrik, intelek, arrogan, serta kasih sayangnya berhasil digambarkan Mortensen.
“Captain Fantastic” merupakan salah satu film terbaik di tahun 2016 versi saya. Film berdurasi hampir 2 jam ini juga cukup memperlihatkan keindahan pemandangan natural alam Amerika. Digarap dengan apik, diperankan dengan baik, dan diceritakan secara menarik. Menyaksikan film ini menghasilkan pertanyaan-pertanyaan di benak saya: ‘Apakah model pendidikan yang diterapkan di film ini bisa dilakukan oleh Ayah-ayah lainnya? Atau hanya berlaku bagi Cash saja?’ Apapun jawabannya, Ben Cash tetap merupakan seorang Captain Fantastic.