Film pendek “The Red Balloon” buatan Albert Lamorisse ini merupakan salah satu pencatat rekor dalam sejarah Academy Awards. Film buatan Perancis ini adalah satu-satunya film pendek yang berhasil menyabet Best Original Screenplay hingga kini. Naskahnya yang digarap Lamorisse menariknya tidak banyak menggunakan dialog. Hampir sebagian besar merupakan adegan tanpa ucapan, yang berhasil membius para penontonnya.
Kisah dimulai dengan seorang anak, diperankan oleh Pascal Lamorisse, yang sedang memulai harinya ke sekolah. Sambil menenteng tas sekolahnya, Ia menuruni tangga, lalu tiba-tiba memanjat sebuah tiang demi melepaskan sebuah balon merah yang terikat diatasnya. Dengan menggunakan mulut kecilnya, Ia mengigit tali balon tersebut untuk turun dan membawanya. Setibanya disana, Ia kemudian menitipkan balon ini ke penjaga sekolah.
Sepulang sekolah, Ia kemudian berjalan bersama balon merah mencari orang-orang yang menggunakan payung. Orang-orang tersebut dihampirinya, sebab balon merahnya ingin menyentuh payung-payung tersebut. Sesampai di rumah, tanpa diketahuinya, balon merah tersebut dilepas oleh Ibunya. Namun karena kedekatan keduanya, bocah ini berhasil menggapai balon itu dan bertugas untuk menuruti perintahnya.
Cerita yang diangkat film ini sangatlah sederhana. Hampir tidak ada dialog, namun hubungan anak dengan balon merahnya jadi hal penting yang terus digali sepanjang cerita. Untuk menikmatinya, Anda perlu untuk mengaktifkan mode imajinasi anak-anak Anda. Balon merah dalam film ini seakan diberi ‘nyawa’ oleh Lamorisse, sehingga membuat penonton bila melihatnya seperti sedang benda yang dikendalikan oleh hantu yang tak terlihat.
Film ini juga menampilkan beberapa sudut kota paris, mulai dari yang tertata modern, bagian kotanya yang mulai ditinggalkan, hingga kesibukan pasar barang bekas di tengah kota. Ini tambah diramaikan dengan musik klasik yang mengiringi film ini tanpa henti, layaknya film-film-film bisu beberapa dekade sebelumnya.
Salah satu adegan menarik di film ini adalah saat balon merah bertemu dengan balon biru di sebuah jalan. Pertemuan ini tampak seperti respons suatu hal yang bertemu dengan sejenisnya. Ini belum ditambah dengan konflik yang berada di bagian akhir film ini, saat anak-anak seisi kota mulai memperebutkan dan ingin menghancurkan balon ini. Sedikit adegan kejar-kejaran di lorong-lorong kecil jadi sepotong bagian action menarik di film ini. Yang pasti, penampilan yang diperlihatkan Pascal Lamorisse, yang juga anak sutradara film ini luar biasa. Saya terus bertanya-tanya tentang trik apa yang digunakan Lamorisse untuk mengendalikan gerak balok merah yang bisa menjadi fokus ‘objek utama’ di film ini.
Saking luar biasanya, selain sebuah Oscar, film ini juga berhasil meraih sebuah Palme D’Or untuk short movie dari Cannes Film Festival, Medaille D’Or di Tokyo Film Festival, sebuah penghargaan spesial dari BAFTA, Prix Louis Delluc, hingga pemenang kedua film berbahasa asing terbaik dari New York Film Critics Circle Awards.
Permainan keindahan gerakan balon berwarna-warni di bagian akhir cerita juga jadi pemandangan yang menarik. Awalnya, saya mengira seluruh balon yang keluar seperti berusaha bebas dari ‘sarang’-nya setelah adanya tragedi dengan balon merah. Tetapi ternyata ada maksud tersendiri. Saya cukup tidak menyangka dengan ending film ini. Lamorisse patut diberi gelar jenius akan penyajian fantasi dari kesederhanaannya ini.