Setelah sekian lama cukup tergantung, 20th Century Fox akhirnya menjadi studio yang berhasil memfilmkan kisah superhero Marvel “Deadpool”. Mengusung Ryan Reynolds sebagai pemeran utamanya, film ini juga merupakan sebuah debut directing Tim Miller, yang sebelumnya lebih dikenal sebagai visual effects artist.
Wade Wilson, yang diperankan oleh Ryan Reynolds, adalah seorang pembunuh bayaran yang biasanya digunakan untuk melindungi remaja putri. Suatu ketika, Ia bertemu dengan Vanessa Carlysle, diperankan olen Morena Baccarin, seorang wanita panggilan. Pertemuan pertama antara keduanya ternyata berlanjut dengan kisah cinta manis hingga suatu ketika Wilson di vonis menderita beberapa kanker.
Mengidap penyakit kanker sempat membuatnya sedikit putus harapan, akan takut kehilangan wanita yang dicintainya. Di saat yang sama, seorang recruiter, diperankan oleh Jed Rees, mendatangi Wilson untuk menawarkan sebuah kesempatan yang mampu menyembuhkan penyakitnya. Setelah pertimbangan panjang, Ia akhirnya memutuskan menerimanya dan disinilah ceritanya berawal.
Miller mengemas film ini dengan sentuhan komedi vulgar non-stop dari awal hingga akhir. Ia juga menghadirkan opening credits film ini dengan cukup berbeda, lewat berbagai macam ironi yang digunakan “Deadpool” dalam menjelaskan keadaannya.
Karakter Deadpool yang diperankan Ryan Reynolds tampil sebagai sosok yang cukup interaktif dengan penonton. Mulai dari narasi, banyolan, aksi jenaka, ucapan kotor, hingga kecerewetan Deadpool dalam filmnya. Tetapi, itu menjadi cukup menarik. Misalnya ketika adegan percakapan Deadpool dengan Colossus yang menurut saya berada dalam situasi yang kurang tepat, namun memang disengajakan agar tampak lucu. Alhasil, Reynolds berhasil menakhodai ceritanya sebagai tontonan yang super menghibur. Kapan lagi kita menyaksikan superhero yang punya tas senjata berkarakter Hello Kitty.
Sayangnya, pengemasan film ini seperti benar-benar dibuat terlalu apa adanya. Kadang, pada beberapa shot-shot yang diambil dari jauh, gambar menjadi terlalu kabur, sehingga akan membuat penonton untuk sedikit kecewa. Penggunaan visual effect dalam film ini juga tampak cukup jelas terlihat. Untuk alur ceritanya, sebetulnya kisahnya cukup sederhana. Namun agar kesannya agak sedikit complicated, makanya dikemas maju-mundur. Adegan favorit saya adalah ketika Deadpool harus melawan musuhnya dengan 12 butir peluru.
Yang patut dipuji dari film ini adalah bagaimana Deadpool memiliki ciri khas dibanding superhero lainnya. Ia bukanlah sosok yang diidolakan karena kehebatan ataupun menginspirasi layaknya Batman ataupun Superman, akan tetapi Deadpool disenangi karena Ia satu-satunya karakter Superhero yang lebih meng-engage penontonnya lewat narasi, dialog hingga tingkah lakunya yang super konyol.