Di kala Hollywood mulai kehabisan ide, reboot menjadi daya tarik tersendiri buat filmmaker. Selain sebagai sebuah tantangan agar dapat hadir lebih baik dari sebelumnya, juga usaha untuk menyesuaikan cerita dengan kondisi masa kini. Yep, dan itulah yang dilakukan Gil Kenan pada seri Poltergeist ciptaan Steven Spielberg.
“Poltergeist” versi ini hadir sebagai installment keempat, sekaligus reka ulang versi pertama, jebolan tahun 1982, ditambah sedikit modernisasi. Cerita diawali dengan kepindahan keluarga Bowen di sebuah rumah. Padahal, kondisi keluarga Bowman saat itu cukup agak menyedihkan. Eric, sang ayah yang diperankan Sam Rockwell, baru saja dipecat dari perusahaannya. Sedangkan sang istri, Amy, yang diperankan Rosemarie DeWitt, hanyalah seorang ibu rumah tangga yang juga kadang menyelingi aktivitasnya dengan menjadi penulis. Eric dan Amy memiliki tiga orang anak, Kendra, Griffin, dan Madison.
Kepindahan mereka di rumah yang baru awalnya kurang cukup menyenangkan. Kendra, yang diperankan Saxon Sharbino, cukup merasa tidak senang. Hal ini senada dengan Griffin, yang diperankan Kyle Catlett. Griffin merasa aura rumah ini cukup angker, tidak seperti rumah mereka terdahulu. Yang paling berbeda adalah si bungsu Madison, yang diperankan Kennedi Clements. Madison dengan boneka Piggy-corn-nya cukup menyukai rumah tersebut dan banyak bertingkah laku misterius. Keanehan yang dialami Madison cukup disadari Griffin, sebelum akhirnya the lost souls menyerang ketiga kakak beradik ini saat kedua orangtuanya menghadiri sebuah jamuan makan malam.
Gil Kenan, sutradara muda yang sempat dikenal lewat animasi “Monster House” ataupun “City of Ember”, ternyata cukup membawa seri keempat ini ke dalam sebuah malapetaka menurut saya. “Poltergeist” Trilogy merupakan salah satu tontonan horror klasik yang cukup ikonik. Sebut saja, karakter Carol Anne yang diperankan mendiang Heather O’Rourke kala itu, yang cukup mempopulerkan kalimat singkat dengan ucapan khasnya, “They’re here!” Bila membandingkan Kennedi Clements yang menjadi Madison di film ini, Clements berbekal ucapan yang sama, tidak mampu menghadirkan kesan misterius dari kalimat fenomenal ini. Clements cukup datar, dan tidak memiliki warna rambut seperti O’Rourke.
Menyaksikan film ini sama sekali tidak membawa saya untuk berantisipasi dengan jebakan-jebakan horror mereka. Kenan seperti mendesain sebuah tontonan horor untuk anak-anak dan kurang punya greget dari kejut-kejut disana-sini. Yang ada tontonan ini hanya akan menghibur Anda dari kemampuan teknologi rekayasa horror yang sudah semakin canggih. Seperti bola baseball ataupun boneka yang bergerak ke mana saja, ilusi permainan aliran listrik statis, hingga lumpur-lumpur hidup.
Karakter pemainnya juga tidak ada yang terlalu ikonik seperti versi klasiknya. Sosok yang diperankan Rockwell dan DeWitt hanya seperti orangtuanya yang kurang memperhatikan anak mereka. Begitupun ketika adegan yang terfokus menampilkan fenomena “dunia lain.” Kenan seraya membawa penonton masuk ke dalam game horor mencari Madison sambil memperlihatkan animasi yang dikemas sok horror, tetapi kurang menyeramkan.
Tanpa bermaksud apapun, saya merasa pemilihan Kenan kurang tepat untuk menyutradarai reboot ini. Begitupun dengan penggarapan cerita yang dikemas David Lindsay-Abaire. Sosok keduanya sama sekali tidak memiliki catatan untuk mengemas film yang benar-benar horror, yang berujung ke sebuah eksperimen yang gagal. Mungkin bila Steven Spielberg masih rela untuk dibuat kelanjutannya, saran saya adalah coba untuk memberdayakan para sineas-sineas horor kelas B yang memang sudah cukup berpengalaman dibanding bereksperimen pada sebuah classic yang sudah punya nama.
Film ini juga cukup memberikan saya pertanyaan. Ketika seseorang karakter sedang mengalami kesulitan diganggu arwah jahat, lalu karakter tersebut berteriak, anehnya tidak ada karakter lain yang merespon. Padahal rumah Bowen tidak sebesar istana Buckingham. Juga, ketika rumah mereka mulai dihancurkan para arwah di bagian akhir, dan banyaknya puing yang beterbangan, tidak ada tetangga yang respon, padahal semuanya seakan ada di rumah lewat penampakan mobil mereka. Atau sebetulnya keluarga Bowman hanya mendiami sebuah perumahan yang sebetulnya sudah banyak ditinggalkan penghuni aslinya. Banyak kejanggalan yang membingungkan. I am still very dissapointed with this classics’ reboot.