Berawal dari sebuah tragedi yang menimpa Adaline di usia 29 tahun, membuat dirinya abadi, tidak menua, seperti sedia kala hingga Ia berusia 107 tahun. “The Age of Adaline” berkisah mengenai Adaline Bowman, yang sudah mengubah identitasnya menjadi Jennifer Larson di era 2010-an.
Narator film ini cukup memulai dengan sebuah ucapan menarik di bagian awal, “This is the first and last chapter of her story.” Sosok Adaline, yang diperankan Blake Lively, adalah seorang janda beranak satu yang harus hidup berpindah-pindah demi menutupi identitasnya. Awalnya, wanita kelahiran tahun 1908 ini berusaha hidup seperti biasa dengan putri tunggalnya. Akan tetapi, perawakannya yang berubah membuat sebagian orang tidak percaya dan Ia pun menjadi target FBI. Alhasil, Ia memutuskan untuk meninggalkan anaknya dan hidup dengan identitas berbeda setiap dekadenya.
Singkat cerita, Adaline masih hidup dan bekerja sebagai seorang petugas sebuah perpustakaan di San Fransisco. Ia hidup sebagai Jennifer Larson, dan sebentar lagi akan mengganti identitasnya menjadi Susan Fleischer. Akan tetapi, di sebuah malam pergantian tahun, seorang pria bernama Ellis, mengejar dirinya. Ellis Jones,yang diperankan Michiel Huisman, cukup agresif untuk merebut hati Adaline. Melalui dukungan Fleming, anak Adaline yang sudah mulai menua, yang diperankan oleh Ellen Burstyn, Adaline memutuskan untuk mulai mencari pasangan hidup barunya. Dalam perjalanannya, ternyata ada satu sosok yang membuat Ia harus membuka identitasnya.
Film drama yang disutradarai Lee Toland Krieger ini punya premis yang cukup mengesankan. Dengan mengusung voice over narration untuk menjelaskan background story Adaline, adalah sebuah cara cerdas walaupun cukup terkesan seperti sebuah dongeng. Kisahnya dikarang oleh J. Mills Goodloe dan Salvador Paskowitz. Saya menyukai cara keduanya untuk mengemas premis Adaline dengan embel-embel scientific, layaknya memberikan sebuah keyakinan tersendiri untuk penonton, walaupun ini adalah sebuah fiksi.
Alur ceritanya yang sebetulnya tidak terlalu maju mundur memang masih menarik. Mengapa? Karena sosok Adaline yang menjadi pusat cerita, selalu dihadapkan dengan berbagai probabilitas yang membuat orang-orang dapat mengenali identitas aslinya. Adaline yang intelek, juga sangat detil, dan mahir berbahasa asing ternyata punya satu kelemahan: tidak mampu berbohong. Hal ini yang selalu saya perhatikan ketika karakter lain berusaha mengenal sosok personal Adaline. Sebuah usaha defensif yang cukup meyakinkan.
Berbicara mengenai umur, film ini cukup mengingatkan saya dengan beberapa period drama, sebut saja “The Curious Case of Benjamin Button”, ataupun “Time Traveler’s Wife.” Namun, Adaline mungkin tidak akan menutup kisahnya semanis keduanya. Plot film ini berjalan semakin meyakinkan awalnya. Akan tetapi, ketika mendekati bagian sangat akhir, saya merasa film ini dikemas sebagai dongeng fantasi masa kini yang cukup meyakinkan. Walapun agak sedikit kecewa dengan ending-nya, yah, mungkin film ini menyenangkan para penonton mainstream.
Blake Lively menghadirkan sebuah penampilan yang cukup mengesankan. Sosoknya yang memang sesuai cerita tidak pernah menua, selalu hadir cantik, fashionable, dan tentunya cukup sensual. Kesan ini cukup khas ketika sosok Ellis yang terus menerus mengejarnya berusaha ditolaknya. Akan tetapi di saat yang bersamaan, Ia masih menampilkan daya pikatnya dengan kesan seperti malu-malu kucing.
Love interest Lively dalam film ini adalah Michiel Huisman, yang sebelumnya memerankan sosok Jonathan di film “Wild.” Sayangnya, saya masih belum menemui chemistry yang tepat pada keduanya. Film ini juga didukung aktor-aktris veteran, seperti Harrison Ford yang memerankan sosok Ayah Ellis, Juga ada bintang “Alice Doesn’t Live Here Anymore”, Ellen Burstyn, yang cukup tampil kompak dengan Lively. Saya menyukai bagaimana keduanya bisa memperlihatkan hubungan Ibu-Anak dengan kondisi ekstrim seperti ini.
Menurut Adaline di film ini, “Love is growing old together.” Jadi cinta itu akan hadir ketika sepasang kekasih menjalani hari tua mereka bersama, sebuah hal yang mungkin belum pernah dirasakannya. Akan tetapi, yang membuat saya cukup heran adalah mengapa Adaline tidak menikmati saja keabadian yang dimilikinya? Terlihat sama seperti wanita berusia 29 tahun, cantik, postur tubuh menarik, intelek, detil dan sensual. I believe she could get any types of men with her physical things. At the end, it’s not about men, because love does matter for her.