Kesuksesan pendahulunya, tidak membuat “Insurgent” memenuhi ekspektasi tinggi para penontonnya. Film lanjutan “Divergent” ini dipandu dengan arahan baru, masih dengan cast sebelumnya, dan dengan alur plot yang sebetulnya cukup dikemas menarik.
Film ini melajutkan petualangan Tris, Four, Caleb, dan Peter dari film terdahulu, dan memulai pelarian mereka di Faksi Amity. Coup d’etat yang digencarkan Jeanine Matthews bersama faksi Erudite ternyata masuk ke babak yang baru: membuka treasure box. Kotak rahasia ini merupakan benda peninggalan dari para pendiri kota, yang dipercaya akan menjawab segala pertanyaan para penduduk.
Aksi kejar-kejaran dimulai ketika Amity diserbu oleh pasukan Dauntless yang dibawah kendali Jeanine. Dengan menyerahnya Peter, membuat tiga orang tersisa melanjutkan pelarian mereka dan tiba di kelompok Factionless. FYI, Factionless adalah faksi yang berisi orang-orang yang tidak terpilih untuk masuk ke dalam faksi-faksi yang ada. Kehadiran Four ternyata menjadi sebuah kejutan bagi para factionless maupun Tris, karena sebetulnya Ia merupakan anak Evelyn. Evelyn, yang diperankan oleh Naomi Watts, adalah Ibu Tris yang mencoba kabur dan berpura-pura mati dari Abnegation setelah mendapat perilaku abusif dari suaminya. Evelyn menawarkan sebuah aliansi untuk mengalahkan Erudite. Akan tetapi, Four lebih memilih untuk bertemu para anggota Dauntless yang tersisa di markas Candor.
Setelah menyambangi hometown Amity, lalu Factionless, terakhir adalah Candor. Di Candor kehadiran keduanya diterima dengan ramah oleh para Dauntless yang tersisa. Namun, sifat Candor yang menjunjung tinggi kebenaran, hukum dan kejujuran, membuat keduanya harus menjalani tes kejujuran lewat pemberian serum. Cerita pun berlanjut dengan aksi serangan di bawah kendali Jeanine dan eksperimen membuka treasure box lewat simulasi yang dilakukannya pada para divergent.
Film kedua seri Divergent karangan Veronica Roth ini disutradarai oleh Robert Schwentke, yang mungkin sebelumnya sudah dikenal lewat “Flightplan” ataupun “The Time Traveler’s Wife.” Sedangkan naskah film ini digarap oleh Brian Duffield, Akiva Goldsman dan Mark Bomback. Ketiganya menghadirkan sebuah tontonan yang punya bobot aksi yang lebih besar dibanding pendahulunya. Alurnya ceritanya sayangnya kurang dieksekusi dengan baik oleh Schwentke. Ia hanya tampak terlalu fokus dengan koreograsi aksi, pemberontakan, dan efek visual yang mendukung. Schwentke terkesan terjebak dengan simulasi-simulasi dan melupakan banyak potensi dari karakter dan ceritanya.
Dari jajaran pemainnya, film ini melibatkan para rising star dari film pendahulu, seperti Shailene Woodley, Theo James, Ansel Elgort, ataupun Miles Teller. Sayangnya, dari keempat karakter ini, mungkin hanya Teller yang terlihat lebih baik. Entah kenapa peran Elgort maupun James terkesan biasa saja, tanpa sesuatu yang istimewa. Lain halnya dengan Woodley, walaupun terlihat lebih matang di film ini, pada beberapa adegan saya merasa she put too much. Untuk sisi antagonis, sosok Jeanine yang diperankan Kate Winslet, masih tetap memukai saya sepanjang film.
Lain halnya dengan supporting cast dalam film ini. Mulai dari Maggie Q, Octavia Spencer, Naomi Watts, Jai Courtney, Zoë Kravitz hingga Ashley Judd. Dari kesekian para pendukung film ini, mungkin hanya Watts yang terlihat lebih mendingan ketimbang lainnya. Yup, ini kembali lagi bagaimana Schwentke membiarkan karakter-karakter ini untuk hanya terkesan tampil dan kehilangkan makna mereka masing-masing.
Sepanjang menyaksikan film ini, Schwentke terlalu banyak menggunakan CGI. Biasanya, seperti yang ditampilkan “Gravity”, “Interstellar”, ataupun “Life of Pi”, CGI mampu menjadi elemen yang kuat yang akan memukau penonton. Entah kenapa CGI dalam film tidak terkesan memukau, tetapi malah membuat saya cukup muak dan capek. Salah satu worst scene di film ini adalah ketika Four melakukan aksi super biasa nihil untuk menyebrang ketika kereta lewat, sebuah eksekusi slow motion penuh efek yang luar biasa buruk. Walaupun cukup menghibur, film ini tidak memberikan kesan tersendiri dan biasa saja, dan kurang membuat anda untuk bertanya-tanya dengan kelanjutannya.